DPO Kasus Vina Cirebon Ditangkap

Bulu Kuduk Jenderal Polri Sampai Bergidik Baca Hasil Visum Kasus Vina, Pakar Forensik Malah Ragu

Mabes Polri menyebut hasil visum pada tahun 2016 menunjukkan bahwa Vina dan Eky tewas terbunuh sedangkan Pakar Psikologi Forensik malah ragu

Kolase TribunJakarta
Irjen Sandi Nugroho, Poster Film Vina:Sebelum 7 Hari dan Reza Indragiri 

TRIBUNJAKARTA.COM - Polemik kasus pembunuhan Vina dan Eky nyatanya semakin pelik. 

Hasil visum et repertum milik kedua korban dianalisis secara berbeda. 

Ada dua perbedaan dalam cara menganalisis dua hasil visum tersebut. 

Mabes Polri menyebut hasil visum pada tahun 2016 menunjukkan bahwa Vina dan Eky tewas terbunuh dengan sadis dan brutal. 

Sedangkan di sisi lain, Pakar Psikologi Forensik, Reza Indragiri, mengatakan analisis sebaliknya dari hasil visum tersebut. 

Sebab, tidak ada hal yang menguatkan bahwa sepasang kekasih itu merupakan korban pembunuhan. 

Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Sani Nugroho bahkan tanpa tedeng aling-aling menyebut kasus pembunuhan Vina dan Eky ialah kasus pembunuhan brutal dan sadis. 

Membaca hasil visum tersebut bikin bulu kuduk Sandi Nugroho bergidik. 

Sandi membeberkan secara rinci terkait bukti-bukti kekerasan pada kedua korban. 

"Mohon maaf sedikit saya sampaikan kepalanya pecah, lehernya patah, rahangnya atas bawah patah, ada luka benda tajam, ada luka benda tumpul ini sadis."

"Maka hati nurani kita paling dalam tentunya kita akan memberikan ruang dan porsi yang sama silakan para pembela dari tersangka itu haknya tapi di sisi lainnya mari kita hormati trauma psikologis pada keluarga korban dengan adanya peristiwa tersebut," ujar Sandi di Satu Meja Kompas TV yang tayang Rabu (19/6/2024). 

Di sisi lain, Reza Indragiri mengatakan pengamatan yang berlainan. 

Hasil visum itu malah menimbulkan banyak pertanyaan bagi dirinya setelah membacanya bersama dua dokter umum dan satu dokter forensik. 

Ia tidak menemukan adanya sebuah kesimpulan bahwa kedua jenazah merupakan korban pembunuhan. 

"Bunyinya adalah kematian tidak wajar, tetapi tidak serta merta disimpulkan sebagai akibat pembunuhan," jelasnya. 

Di berkas yang telah dibaca, Reza tidak menemukan penjelasan dari kematian tidak wajar kedua korban apakah karena kecelakaan, bunuh diri atau perbuatan orang lain. 

Selanjutnya, Reza juga menilai kejanggalan dari laporan yang dibuat Iptu Rudiana pada tanggal 31 Agustus 2016. 

Dalam isi laporannya, Iptu Rudiana menulis bahwa Eky dan Vina mengalami luka tusukan dan meninggal di TKP. 

Namun, dari hasil otopsi, Reza lagi-lagi tak menemukan adanya penjelasan soal luka tusukan dari kedua korban.

"Tidak ada yang menyebut bahwa misalnya almarhum Eky meninggal karena tusukan, tidak ada bahkan dokter menulis bahwa almarhum Eky meninggal akibat trauma tumpul bahkan trauma tajam pun tidak."

"Sementara almarhumah Vina memang ditemukan trauma tumpul dan trauma tajam, di daerah punggung telapak tangan dan pipi," jelasnya.  

Ia mengatakan pihak kepolisian perlu memeriksa laporan Iptu Rudiana pada 31 Agustus 2016 yang mengatakan bahwa kedua korban ditusuk dan meninggal di TKP. 

Akui banyak kejanggalan

Meski terus diusut, kasus Vina nyatanya malah semakin kusut. 

Banyak kejanggalan - kejanggalan yang belum terjelaskan. 

Bahkan, Inspektur Jenderal (Irjen) Purnawirawan, Aryanto Sutadi mengakui bahwa kasus Vina diselimuti banyak kejanggalan. 

Pensiunan jenderal bintang dua itu melihat ketidaklaziman penanganan kasus pembunuhan sepasang kekasih tersebut, bahkan sudah terjadi sejak awal, yaitu penyidikan. 

"Kejanggalan ada mulai dari penyidikan, sampai penuntutan, sampai putusan dan inkrah (putusan berkekuatan hukum tetap," ujar Penasihat Kapolri tersebut seperti dikutip dari Rakyat Bersuara di iNews yang tayang pada Rabu (20/6/2024). 

Ia menjelaskan kejanggalan pertama terjadi ketika pihak kepolisian menyebut kasus ini merupakan kasus kecelakaan lalu lintas. 

"Kok, kasus (kecelakaan) itu lukanya parah kayak gitu?" tanya Aryanto. 

Kemudian, kedua, Iptu Rudiana melanggar prosedur dengan menangkap dan menginterogasi sendiri para pelaku. 

Seharusnya Rudiana menyerahkan ke bagian Reserse Kriminal (Reskrim). 

"Kemudian abis ditangkep digebuki, ada juga saksi yang diarahkan," tambahnya. 

Selain kejanggalan ada pada penyidikan, penanganan di pihak kejaksaan juga bikin dahi Aryanto berkerut. 

Kenapa Jaksa menerima begitu saja BAP yang dinilai 'gombal' dari penyidikan tanpa memeriksa alat bukti. 

"Kalau berkas dikirim ke jaksa, kewajiban jaksa ini untuk membuktikan apakah cukup enggak buktinya tapi kenyataannya, tidak. Kita sendiri heran loh, kasus pembunuhan kayak gitu kok DNA enggak diambil," katanya.

Sampai ke pengadilan pun, ujar Aryanto, hakim berani memutus hukuman kepada para pelaku dengan bukti yang terlalu sederhana. 

"Apalagi mutusnya Pasal 340, pemerkosaan, itu kalau hakim yang bener, dalam pembuktian harusnya scientific crime investigation ditanya tapi kok waktu itu tidak dan diputus," katanya lagi. 

Dua Kuasa Hukum Pegi Setiawan, Toni RM dan Marwan Iswandi sepakat dengan pengakuan Aryanto. 

Toni RM bahkan sampai mengacungi jempol dengan pengakuan Aryanto. 

Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel https://whatsapp.com/channel/0029VaS7FULG8l5BWvKXDa0f Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved