DPO Kasus Vina Cirebon Ditangkap
Kasus Vina Cirebon Bikin Rakyat Kecil Ketar-ketir, Takut Jadi Korban Salah Tangkap Polri
Meski kebenaran itu belum pasti, tetapi orang-orang kecil sudah dibayangi rasa cemas, takut tertimpa nasib serupa.
TRIBUNJAKARTA.COM - Kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon tahun 2016, ternyata sampai menghantui rakyat kecil.
Santer terdengar, tujuh pelaku yang divonis bersalah membunuh sepasang kekasih itu, diduga korban salah tangkap.
Meski kebenaran itu belum pasti, tetapi orang-orang kecil sudah dibayangi rasa cemas, takut tertimpa nasib serupa.
Kisah nyata itu diceritakan oleh Marwan Iswandi, yang merupakan pengacara salah satu tersangka pembunuhan Vina dan Eky, Pegi Setiawan.
Cerita ini betul-betul dialaminya.
Saat sedang nongkrong di parkiran, Marwan didatangi seorang tukang parkir yang menanyakan soal kasus Vina Cirebon.
Di tengah perbincangan, dia mengaku ketakutan bila menjadi korban salah tangkap polisi.
"Gini bang, tolong kami kalangan bawah bang, kami kan kalangan bawah, nanti ada orang membunuh yang ngebunuhnya tidak jelas nanti kami ditangkap cuma modal KTP sama saksi yang berbohong," cerita Marwan di channel youtube Abraham Samad Speak Up yang tayang pada Minggu (23/6/2024).
Tak hanya sekali pertanyaan itu datang, Marwan juga pernah ditanyai penjual ketika sedang makan di warteg.
Sang penjual itu meminta kepada Marwan untuk memperjuangkan Pegi Setiawan beserta para terpidana yang bekerja sebagai kuli bangunan itu.
"'Tolong perjuangkan ini simbol kami bang, kami orang bawah.' saya ngopi-ngopi begitu juga," ceritanya.
Ia memberi contoh kejanggalan yang membuat banyak orang berasumsi bahwa Pegi korban salah tangkap.
Menurutnya, nama kliennya dengan nama DPO yang tercantum di dalam isi putusan sudah berbeda.
Isi putusan menyebut Pegi Perong bukan Pegi Setiawan.
Pegi Perong disebut meraba dan menciumi korban Vina di dalam isi putusan.
Namun, saat dikonferensi pers yang digelar Polda Jabar, Pegi disebut turut melakukan pemerkosaan terhadap Vina.
Selain itu, Pegi Perong dikatakan menusuk menggunakan pedang katana.
Akan tetapi, polisi tak bisa menunjukkan pedang tersebut dan sidik jari dari Pegi Setiawan.
"Oke berarti terlibat kalau skrng ini bang hanya ijazah, hanya keterangan saksi makanya saya tadi bilang bang, tukang parkir sama warung kopi ketakutan menyampaikan kepada saya nanti ada yang mati ada yang meninggal karena polisi enggak mau pusing nanti kami dikorbankan juga tapi ini nyata, mereka jadi waswas," jelasnya lagi.
Orang kecil itu mengibaratkan penegak hukum seperti jaring laba-laba lantaran hanya bisa menangkap orang kecil sedangkan dia tak berdaya terhadap orang besar.
"'Abang tahu jaring laba-laba?' 'Saya jawab tahu'. 'Jaring laba-laba bisa menjebak apa?' 'Saya jawab nyamuk sama lalat'. 'Kerbau bisa enggak bang?' 'Enggak, hancur bang," cerita Marwan saat berbincang dengan orang kecil saat itu.
Diketahui, pada 2016, polisi menetapkan 11 tersangka dalam kasus pembunuhan Vina dan kekasihnya, Muhammad Rizky Rudian atau Eky, di Cirebon, Jawa Barat.
Delapan pelaku telah diadili, yakni Jaya, Supriyanto, Eka Sandi, Hadi Saputra, Eko Ramadhani, Sudirman, Rivaldi Aditya Wardana, dan Saka Tatal.
Tujuh terdakwa divonis penjara seumur hidup.
Sementara satu pelaku bernama Saka Tatal dipenjara delapan tahun karena masih di bawah umur saat melakukan kejahatan tersebut.
Saka saat ini diketahui sudah bebas.
Sembilan tahun berlalu, polisi menetapkan Pegi alias Perong sebagai tersangka terakhir dalam kasus ini.
Polisi juga merevisi jumlah tersangka menjadi 9 orang dan menyebut bahwa 2 tersangka lain merupakan fiktif belaka.
7 Terpidana tak didampingi pengacara
Ada novum atau temuan baru yang bisa dipakai tim kuasa hukum 7 terpidana kasus pembunuhan Vina dan Eky untuk mengajukan peninjauan kembali (PK) di Mahkamah Agung.
Temuan baru itu bisa membuat penyidikan pihak kepolisian terhadap ketujuh terpidana tidak sah.
Eks Kabareskrim Polri, Komjen Pol (Purn), Susno Duadji memberikan 'contekan' itu kepada tim kuasa hukum untuk diajukan.
Kejanggalan kasus ini terkuak salah satunya dari adanya penyiksaan yang dilakukan oleh terduga oknum kepolisian terhadap para pelaku sebelum berstatus terpidana.
Salah satu eks terpidana yang sudah bebas, Saka Tatal, sempat menceritakan penyiksaan yang dilakukan oknum polisi terhadapnya.
Saka juga menyaksikan beberapa terpidana lainnya menerima siksaan keji itu.
Susno menilai klaim penyiksaan yang diungkapkan oleh Saka Tatal semestinya tak akan timbul jika para terpidana sejak awal didampingi oleh pengacara.
Apalagi, kasus yang menjerat para pelaku tersebut tergolong kasus berat sehingga mewajibkan didampingi oleh pengacara.
"Itu penting sekali, kasus ini adalah pembunuhan dan perkosaan, ancaman maksimalnya hukuman mati. Jangankan hukuman maksimal hukuman mati atau seumur hidup, untuk yang 5 tahun ke atas dan kejahatan-kejahatan tertentu wajib hukumnya didampingi advokat," jelasnya di Channel Youtube-nya yang tayang pada Sabtu (22/6/2024).
"Kalau mewajibkan, maka saat pemeriksaan awal tidak ada lagi klaim seperti sekarang. 'Saya waktu disidik awal dipukuli diinjek kakinya, di bawah tekanan, disetrum'. Makanya begitu dia diperiksa kapan pun diperiksa harus ada advokatnya mengawasi," lanjutnya.
"Ya, kalau tidak ada (pengacara) ya terjadi klaim seperti ini polisi tidak bisa mengelak," tambahnya lagi.
Jika para terpidana tidak mampu untuk memanggil pengacara, maka seharusnya negara langsung hadir untuk menyediakannya.
Pasalnya, hukum pidana di Indonesia telah mewajibkan untuk menyediakan pengacara gratis untuk mereka.
"Kalau enggak didampingi gimana? Maka penyidikan itu tidak sah karena hukum loh yang mewajibkan," katanya.
Menurut Susno, hal ini bisa menjadi salah satu peluang atau celah yang bisa dipakai kuasa hukum 7 terpidana untuk mengajukan PK.
"Ini lah kita mohon, pengacara-pengacara jeli jangan terlalu banyak di TV, cari lah peluang-peluang ini," pungkasnya.
Banyak kejanggalan
Meski terus diusut, kasus Vina nyatanya malah semakin kusut.
Banyak kejanggalan - kejanggalan yang belum terjelaskan.
Bahkan, Inspektur Jenderal (Irjen) Purnawirawan, Aryanto Sutadi mengakui bahwa kasus Vina diselimuti banyak kejanggalan.
Pensiunan jenderal bintang dua itu melihat ketidaklaziman penanganan kasus pembunuhan sepasang kekasih tersebut, bahkan sudah terjadi sejak awal, yaitu penyidikan.
"Kejanggalan ada mulai dari penyidikan, sampai penuntutan, sampai putusan dan inkrah (putusan berkekuatan hukum tetap," ujar Penasihat Kapolri tersebut seperti dikutip dari Rakyat Bersuara di iNews yang tayang pada Rabu (20/6/2024).
Ia menjelaskan kejanggalan pertama terjadi ketika pihak kepolisian menyebut kasus ini merupakan kasus kecelakaan lalu lintas.
"Kok, kasus (kecelakaan) itu lukanya parah kayak gitu?" tanya Aryanto.
Kemudian, kedua, Iptu Rudiana melanggar prosedur dengan menangkap dan menginterogasi sendiri para pelaku.
Seharusnya Rudiana menyerahkan ke bagian Reserse Kriminal (Reskrim).
"Kemudian abis ditangkep digebuki, ada juga saksi yang diarahkan," tambahnya.
Selain kejanggalan ada pada penyidikan, penanganan di pihak kejaksaan juga bikin dahi Aryanto berkerut.
Kenapa Jaksa menerima begitu saja BAP yang dinilai 'gombal' dari penyidikan tanpa memeriksa alat bukti.
"Kalau berkas dikirim ke jaksa, kewajiban jaksa ini untuk membuktikan apakah cukup enggak buktinya tapi kenyataannya, tidak. Kita sendiri heran loh, kasus pembunuhan kayak gitu kok DNA enggak diambil," katanya.
Sampai ke pengadilan pun, ujar Aryanto, hakim berani memutus hukuman kepada para pelaku dengan bukti yang terlalu sederhana.
"Apalagi mutusnya Pasal 340, pemerkosaan, itu kalau hakim yang bener, dalam pembuktian harusnya scientific crime investigation ditanya tapi kok waktu itu tidak dan diputus," katanya lagi.
Dua Kuasa Hukum Pegi Setiawan, Toni RM dan Marwan Iswandi sepakat dengan pengakuan Aryanto.
Toni RM bahkan sampai mengacungi jempol dengan pengakuan Aryanto.
Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel https://whatsapp.com/channel/0029VaS7FULG8l5BWvKXDa0f Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya
| Noel Kejar Amnesti Prabowo, Jalan Terjal Terpidana Vina Cirebon Sempat Pilih Membusuk di Tahanan |
|
|---|
| Senyum Miris Sudirman Terpidana Kasus Vina Cirebon Usai PK Ditolak, Pakai Alat Sayat Tubuh Sendiri |
|
|---|
| Otto Hasibuan Temui 7 Terpidana Kasus Vina Diperintah Orang Dekat Prabowo, Pengacara Ungkap Sosoknya |
|
|---|
| Sudirman Terpidana Kasus Vina Frustasi Berat Badan Sisa 40 Kg, Pengacara Nangis: Mesti Nunggu Mati? |
|
|---|
| SOSOK Rivaldi Terpidana Kasus Vina Cirebon, Pilih Membusuk di Penjara, Kini Minta Dibebaskan Prabowo |
|
|---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.