Transformasi Penegakan Hukum, Revisi UU Polri Harus Dilihat Secara Objektif
Masyarakat diminta melihat Undang-undang Nomor 02 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri) dengan objektif.
TRIBUNJAKARTA.COM - Masyarakat diminta melihat Undang-undang Nomor 02 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri) dengan objektif.
Dalam era transformasi, penting bagi masyarakat untuk bersikap objektif dalam menilai setiap perubahan hukum yang terjadi.
Terlebih saat ini kejahatan sudah bersifat global, kejahatan berbasis data dan harus melakukan penegakan hukum sesuai perkembangan teknologi.
Ketua Umum Advokasi Rakyat Untuk Nusantara (ARUN), Bob Hasan menyarankan agar masyarakat untuk bisa melihat nilai-nilai dari perubahan Undang-undang Polri saat ini.
"Sudah tidak lagi bicara tentang reformasi, sudah enggak zaman, sekarang ini adalah era di mana kita transformasi atau bertransformasi," kata Bob Hasan di acara diskusi Publik dan Seminar Nasional Tentang RUU Polri, Sabtu (29/6/2024).
Bob Hasan menekankan di era transformasi ini sudah harus melihat secara objektif perubahan yang terjadi.
Menurutnya, persoalan revisi UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia tidak dapat dilepaskan dari konsepsi ketahanan nasional dan kewaspadaan nasional.
"Menjadi catatan penting bahwa kondisi saat ini menunjukkan lemahnya fungsi kewaspadaan nasional," katanya.
Tak bisa dipungkiri, kata Bob, pemisahan fungsi pertahanan dan keamanan telah menyisakan persoalan krusial, yakni melemahnya fungsi kewaspadaan nasional.
"Kewaspadaan nasional sangat berhubungan dengan kemampuan negara untuk meningkatkan ketahanan nasional," ujarnya.
"Lemahnya fungsi kewaspadaan nasional pasca pemisahan TNI-Polri ditunjukkan dengan adanya perbedaan dalam menilai eskalasi ancaman," sambungnya menyudahi.

Bob Hasan mengajak anggota ARUN dapat mendorong masyarakat untuk lebih bijak dan kritis dalam menyikapi perubahan undang-undang, serta memahami urgensi dan tujuan dari revisi tersebut dalam konteks hukum dan transformasi negara.
“Jadi marilah kita melihat ini, dimulai oleh Advokasi Rakyat Untuk Nusantara kita melihat mengkritik revisi UU (Polri) ini sesuatu secara objektif, ilmiah, saintifik,” jelasnya.
Seperti diketahui, ada tiga putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait perubahan UU Polri nomor 2 tahun 2022 yaitu Nomor 60/PUU-XIX/2021, 115/PUUXXI/2023.
Putusan itu untuk memberikan penguatan terhadap tindakan petugas Kepolisian dalam melakukan pemeriksaan pada diri seseorang yang dicurigai karena ada dugaan melakukan tindak pidana.
Sebab, tindakan kepolisian yang memerlukan kecepatan yang tidak memungkinkan untuk terlebih dahulu dipersiapkan secara administratif karena dikhawatirkan dapat berpotensi melarikan diri bahkan menghilangkan barang bukti.
Putusan MK ketiga nomor Nomor 4/PUU-XX/2022 yang dalam pertimbangannya terkait dengan wewenang Polri untuk dapat menghentikan proses Penyelidikan.
"Berangkat dari 3 (tiga) Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut menunjukkan bahwa Undang-udang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia perlu disempurnakan," kata dia.
"Dengan demikian ke depan Polri dalam menjalankan tugas, fungsi dan kewenangannya mempunyai dasar hukum yang kuat dalam menghadapi tantangan tugas yang muncul seiring dengan perkembangan teknologi digital tersebut," ungkapnya.
(TribunJakarta)
Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel https://whatsapp.com/channel/0029VaS7FULG8l5BWvKXDa0f.
Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya
Susno Duadji Setuju Polisi Tak Publikasikan Motif di Balik Kematian Diplomat Arya Daru: Tak Etis |
![]() |
---|
RS Polri Ungkap Keluarga Anak Korban Penyiksaan di Kebayoran Lama Datang Membesuk |
![]() |
---|
Anak Korban Penganiayaan di Kebayoran Sudah Bisa Komunikasi, Kepala RS Polri Ungkap Kondisi Terkini |
![]() |
---|
Anak Korban Penyiksaan di Kebayoran Lama dapat Diajak Bicara Usai Operasi Patah Tulang Rahang |
![]() |
---|
Sempat Gizi Buruk, Berat Badan Anak Korban Penyiksaan di Kebayoran Lama Naik |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.