Pemilu 2024
Politisi PDIP Kenneth: Putusan MK Sudah Final dan Mengikat, Tolak Revisi UU Pilkada!
PDIP Jakarta tegaskan putusan MK nomor 60/ PUU- XXII/ 2024, dan putusan MK Nomor 70/ PUU XXII/2024 sudah final.
Penulis: Elga Hikari Putra | Editor: Jaisy Rahman Tohir
Laporan Wartawan TribunJakarta.com Elga Hikari Putra
TRIBUNJAKARTA.COM - Politisi PDI Perjuangan, Hardiyanto Kenneth mengatakan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/ PUU- XXII/ 2024, dan putusan MK Nomor 70/ PUU XXII/2024, merupakan tafsir tunggal konstitusi, terhadap makna Pasal 40 Ayat (1) maupun Pasal 7 Ayat (2) huruf e UU No 10/ 2016 tentang Pilkada.
Ia sampaikan hal itu untuk menanggapi Rapat Panitia Kerja (Panja) RUU Pilkada yang mengabaikan putusan MK terkait syarat pencalonan dalam Pilkada 2024.
"MK telah diberi kewenangan sebagai the sole interpreter of constitution yang artinya secara yuridis pemaknaan kedua pasal di atas tidak boleh disimpangi dalam pembentukan norma hukum sesuai asas stufenbau theory (teori hirarki norma hukum)," kata Kenneth, Kamis (22/8/2024).
Kenneth menegaskan, pembentuk hukum, dalam hal ini Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) harus mematuhi apapun keputusan MK, demi menjaga tertib peraturan perundang undangan dan juga memegang teguh konstitusionalisme dalam bernegara.
"Pembentuk hukum harus tunduk patuh pada putusan MK, demi menjaga tertib peraturan perundang undangan dan juga memegang teguh konstitusionalisme dalam bernegara, sebab dalam ketentuan Pasal 1 Ayat 3 UUD 1945 kita telah menegaskan sebagai negara hukum, artinya segala sesuatu mengikuti prinsip, asas, teori serta praktik kebiasaan dalam koridor hukum," tegasnya.
Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta itu menilai, dengan adanya RUU Pilkada yang disahkan dan memiliki muatan substansi bertolak belakang dengan putusan MK, hal itu menjadi suatu tindakan pembangkangan terhadap konstitusi secara berjamaah yang mencederai prinsip-prinsip negara hukum NKRI.
"Ini merupakan praktik kenegaraan yang buruk bagi keberlangsungan sistem ketatanegaraan," ketusnya.
Dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60 Tahun 2024, ia menilai, telah memberikan hak konstitusional bagi partai yang mengikuti kontestasi pemilu secara sah, dan menganggap bahwa perolehan kursi di DPRD akan mereduksi suara sah yang dimiliki tiap-tiap warga negara dalam memilih wakilnya di tingkat pemilihan kepala daerah.
Secara substansial mekanisme yang diberikan MK merupakan pengejawantahan Hak Asasi Manusia (HAM) setiap warga negara yang telah memiliki hak pilih secara sah untuk disalurkan di berbagai partai politik peserta pemilu.
"Dan dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70 Tahun 2024 merupakan kewajaran suatu syarat administratif dalam menseleksi seseorang dalam jabatan publik, seperti misalnya presiden atau wakil presiden, hakim MK, bahkan seorang kepala desa, dengan memberikan syarat minimal usia pada saat pendaftaran dan penetapan calon. Meskipun syarat tersebut merupakan open legal policy, namun secara praktik umum administrasi (common practice administration) merupakan hal yang patut sesuai dengan asas asas pemerintahan yang baik," paparnya.
Karenanya, ia mengaku heran dengan langkah Baleg DPR yang menyatakan bahwa argumentasi dalam mekanisme mengusulkan calon kepala daerah berlandaskan pada putusan MA yang memberikan syarat usia diberlakukan saat pelantikan, sedangkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70 Tahun 2024 menyatakan, syarat usia diberlakukan saat pendaftaran dan penetapan calon sah oleh KPU.
"Sudah seharusnya Baleg DPR mengacu pada putusan MK bukan MA, mengingat secara hirarki norma perundang undangan, MA menguji norma peraturan perundang undangan di bawah Undang Undang berdasarkan Pasal 24 A UUD 1945, sementara MK berdasarkan Pasal 24 C UUD 1945 menguji norma UU terhadap UUD, jelas secara hierarkis putusan MK lah yang harusnya menjadi rujukan," tuturnya.
Menurutnya, jika DPR dan penyelenggara pemilu seperti KPU tidak mengindahkan putusan MK, secara hukum ketatanegaraan dapat dianggap putusannya inkonstitusional dan menyimpangi prinsip negara hukum.
Hal itu dikarenakan landasan kewenangan MK sebagai the guardian of constitution dan the sole interpreter of constitution.
| PKS Buka Suara soal Faktor Kekalahan di Pilkada Depok, Masih Mendebat Kejenuhan Warga 20 Tahun |
|
|---|
| Pilkada Telah Usai, GMKI Jakarta Suarakan Masyarakat Kembali Bersatu |
|
|---|
| Ulasan Lengkap Pilkada Depok 2024: Peta Suara 11 Kecamatan, Nasib PKS hingga Alasan Imam-Ririn Kalah |
|
|---|
| Aktivis Pemuda NTT di Jakarta Nilai Pilkada 2024 Kondusif: Tidak Terjadi Hal yang Dikhawatirkan |
|
|---|
| Jenuh dan Karakter Rasional Warga Kota Bekasi Jadi Faktor Rendahnya Partisipasi Pemilih Pilkada 2024 |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.