Pemilu 2024

Politisi PDIP Kenneth: Putusan MK Sudah Final dan Mengikat, Tolak Revisi UU Pilkada!

PDIP Jakarta tegaskan putusan MK nomor 60/ PUU- XXII/ 2024, dan putusan MK Nomor 70/ PUU XXII/2024 sudah final.

|
Istimewa
Politisi PDI Perjuangan, Hardiyanto Kenneth menanggapi Panja RUU Pilkada yang mengabaikan putusan MK terkait syarat pencalonan dalam Pilkada 2024. 

"Ketidakpatuhan terhadap MK juga sama saja meruntuhkan pilar demokrasi konstitusional yang kita anut berdasarkan pembagian kekuasaan, dan mekanisme check and balance terhadap pemberlakuan suatu norma hukum. Baleg DPR memaksakan untuk mereduksi hak pilih warga negara melalui mekanisme pemilihan kepala daerah yang terbatas," tegas Kenneth.

Kent mengatakan, Baleg DPR RI sebagaimana diamanahkan oleh Pasal 22 A UUD 1945 harus secara tertib dan konsekuen mengikuti ketentuan pembuatan norma hukum sesuai dengan UU 12 tahun 2011, sebagaimana telah diubah oleh UU 13 tahun 2022 tentang pembentukan peraturan perundang undangan, termasuk dalam memaknai putusan MK.

"Di posisi ini, apabila DPR menyetujui materi muatan RUU pilkada bertentangan dengan putusan MK, maka segenap elemen masyarakat harus menyadari bahwa telah terjadi pengkhianatan konstitusi yang secara sadar dilakukan oleh penjaga demokrasi konstitusional NKRI, baik DPR maupun presiden sebagai pembentuk UU. Jadi harus mendorong KPU, Bawaslu untuk mematuhi putusan MK dengan merevisi peraturan KPU Nomor 8 tahun 2024," tegas Ketua IKAL PPRA LXII Lemhannas RI ini.

Ia menjelaskan, di dalam Pasal 24C Ayat (1) UUD 1945 menyatakan, bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final dan mengikat, oleh karena itu semua pihak termasuk DPR, KPU, Bawaslu dan semua institusi penegak hukum harus tunduk dan patuh kepada putusan Mahkamah Konstitusi.

"Putusan MK Nomor 70 Tahun 2024 tentang syarat usia sudah diputuskan MK, jadi MA tidak bisa menggeser putusan MK, akibatnya bisa rusak kalau kewenangan masing-masing diintervensi. Kekuasaan kehakiman itu mempunyai prinsip independensi, impartial dan merdeka. Dalam Pasal 57 Undang Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi berbunyi bahwa setiap pasal yang materi muatan ayat, pasal dan/atau bagian undang undang bertentangan dengan UUD RI 1945 maka bunyi, atau substansi norma tersebut tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat dan daya laku lagi karena bertentangan dengan konstitusi Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, kalau DPR menyetujui, sama saja menghina kekuasaan kehakiman dan ini sama juga dengan menginjak injak konstitusi," bebernya.

Kata dia, supremasi hukum harus dijaga dan dipertahankan demi kelangsungan demokrasi yang sehat dan berkeadilan, demi mencapai cita-cita luhur bangsa Indonesia.

"Jadi perlu dipahami, protes keras ini bukan sekadar ketidakpuasan atas persiapan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah. Tetapi ini adalah bentuk kepedulian sekaligus kekhawatiran atas maraknya rangkaian peristiwa yang mengoyak-oyak sistem hukum demi kepentingan politik kelompok tertentu," tegasnya.

Kent pun menuntut DPR dan Pemerintah selaku penyusun revisi UU Pilkada, untuk mengedepankan materi dan norma yang terdapat dalam Putusan MK No. 60/PUU-XXII/2024, dan mendesak DPR dan Pemerintah agar tidak lagi melanjutkan pembahasan revisi UU Pilkada yang dilaksanakan secara sembrono demi kepentingan politik golongan tertentu jelang Pilkada 2024.

"Saya juga menghimbau agar seluruh lapisan masyarakat untuk terus mengawal proses revisi UU Pilkada agar selaras dengan norma-norma dalam Putusan MK No. 60/PUU-XXII/2024 dengan tetap mengedepankan prinsip ketertiban umum," ujarnya.

Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

Sumber: Tribun Jakarta
Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved