Pagar Laut Diklaim Hasil Swadaya Nelayan, Susno Duadji Tak Percaya: Yang Ngomong, Botol!

Eks Kabareskrim Polri, Komjen Pol Purn Susno Duadji meragukan bahwa pagar laut di perairan Tangerang diklaim sebagai hasil swadaya nelayan.

Kolase TribunJakarta.com dan Kompas.com.
Susno Duadji menyinggung terkait proyek pagar laut di perairan Tangerang. 

TRIBUNJAKARTA.COM - Eks Kabareskrim Polri, Komjen Pol Purn Susno Duadji meragukan bahwa pagar laut yang membentang sepanjang 30 KM di perairan Tangerang diklaim sebagai hasil swadaya nelayan

Susno menilai justru klaim tersebut patut dipertanyakan. 

Ia sangsi jika para nelayan mampu merogoh kocek untuk pemasangan bambu-bambu di laut. 

Sebab, pemasangan bambu menggelontorkan uang yang besar. 

"Itu berpikirnya terbalik (kalau) swadaya nelayan. Nelayan itu kan sama dengan kita-kita ini, ekonominya enggak terlalu kuat," katanya seperti dikutip dari Youtube Channel-nya yang tayang pada Jumat (17/1/2025). 

Ia mengandaikan bahwa harga per satu bambu tak lebih dari Rp 25 ribu sementara yang dibutuhkan sangat banyak. 

Dana yang dihabiskan untuk pemasangan bambu pun diperkirakan bisa mencapai miliaran rupiah. 

"Mungkin bisa sampai 100 miliar (Rupiah). Kalau dikerjakan sendiri berarti sekian tahun nelayan ini tidak kerja cari makan, tidak melaut. Ada duit dibelikan bambu untuk masang pagar, tidak cari ikan tapi kerjanya masang pagar yang tidak dibayar karena swadaya," jelasnya. 

"Yang ngomong ini kan botol," tambahnya. 

Menurut Susno, botol diartikan orang yang asal berbicara tanpa dasar.

"Pikirannya udah sempoyongan, dianggapnya orang bodoh semua."

"Berapa nelayan yg swadaya? Dimana mereka mencari bambu? Mari lah kita dewasa dikit ya, jangan nge-botol gitu. Lebih celaka lagi mungkin ada orang yang bilang 'Wah itu orang yang ngomong gitu pengkhianat itu, Belanda hitam," pungkasnya.  

JRP klaim pagar laut hasil swadaya

Pernyataan mengenai pagar laut dibuat secara swadaya oleh masyarakat setempat disampaikan oleh Jaringan Rakyat Pantura (JRP) Kabupaten Tangerang.

JRP menyebut pagar laut itu sengaja dibangun untuk tiga tujuan, salah satunya mencegah abrasi.

"Pagar laut yang membentang di pesisir utara Kabupaten Tangerang ini sengaja dibangun secara swadaya oleh masyarakat."

"Ini dilakukan untuk mencegah abrasi, mencegah pengikisan tanah di wilayah pantai yang dapat merugikan ekosistem dan permukiman," jelas Koordinator JRP, Sandi Martapraja, Sabtu (11/1/2025), dilansir Kompas.com.

Tujuan kedua, lanjut Sandi, adalah untuk mitigasi bencana tsunami.

"(Untuk) mitigasi ancaman tsunami, meski tidak bisa sepenuhnya menahan," imbuh dia.

Lalu, tujuan terakhir, area di sekitar pagar laut bisa dimanfaatkan sebagai tambak ikan apabila kondisinya bagus.

Sandi lantas menegaskan pagar laut itu memang sengaja dibangun masyarakat setempat untuk mencegah anama ancaman kerusakan lingkungan.

"Tambak ikan di dekat tanggul juga dapat dikelola secara berkelanjutan untuk menjaga ekosistem tetap seimbang."

"Tanggul-tanggul ini dibangun oleh inisiatif masyarakat setempat yang peduli terhadap ancaman kerusakan lingkungan," jelas Sandi.

Kini Sudah Disegel

Sebelumnya, Direktur Jenderal (Dirjen) Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Pung Nugroho Saksono alias Ipunk, telah menyegel pagar laut yang membentang di enam kecamatan di Tangerang tersebut.

Penyegelan itu dilakukan Ipunk bersama anak buahnya pada Kamis (9/1/2025).

Ipunk mengungkapkan pihaknya memberi tenggat waktu hingga 20 hari kepada pemilik pagar laut agar segera membongkar sendiri.

Jika tidak, kata dia, KKP-lah yang akan turun tangan sendiri.

"Kami beri waktu, paling lama 10 sampai, 20 hari deh. Kalau tidak bongkar, maka KKP akan bongkar. Yang namanya, laut (jangan) dipagar-pagar seperti itu," tegas Ipunk, Kamis.

Terkait penyegelan dan pemberian tenggat waktu itu, Menteri KP, Sakti Wahyu Trenggono, membeberkan alasan mengapa pihaknya tidak bisa serta-merta langsung mencabut pagar laut tersebut.

Ia membenarkan memang harus dilakukan penyegelan terlebih dulu, lalu menelusuri siapa yang memasang pagar laut tersebut.

Saat pihak terkait sudah diketahui, KKP akan mengenakan denda administratif dan meminta pelaku membongkar pagar laut itu.

"Jadi nanti kalau ketahuan siapapun yang memasang dengan tujuan apa dan seterusnya, kenapa tidak memiliki izin lalu melakukan kegiatan pemasangan di ruang laut, itu kami sampaikan," kata Trenggono, dikutip dari unggahan Instagram akun @kkpgoid, Minggu (12/1/2025).

Diketahui, pagar laut sepanjang 30 km ini membentang dari Desa Muncung hingga Desa Pakuhaji.

Struktur bangunan pagar laut terbuat dari pohon bambu, dengan tinggi rata-rata 6 meter dan membentang sepanjang 30,16 km.

Pagar laut tersebut memiliki pintu di setiap 400 meter yang memungkinkan perahu masuk.

Pagar misterius itu kali pertama ditemukan pada 14 Agustus 2024, ketika Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten menerima informasi terkait aktvitas pemagaran laut.

Berdasarkan catatan DKP Banten, pagar laut itu masih sepanjang 7 km pada 19 Agustus 2024.

Kepala DKP Banten, Eli Susiyanti, menjelaskan pagar ini membentang di sepanjang 16 desa di enam kecamatan di Kabupaten Tangerang.

Sementara itu, Kepala Perwakilan Ombudsman RI wilayah Banten, Fadli Afriadi, menyebutkan pemasangan pagar laut itu dilakukan oleh warga pada malam hari.

Mereka yang bekerja memasang pagar laut tersebut digaji Rp100 ribu per hari sejak Juli 2024.

Meski demikian, belum diketahui siapa pemilik yang bertanggun jawab atas pemasangan pagar laut tersebut. (Kompas.com/TribunJakarta.com).

 

Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

 

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved