Dedi Mulyadi Diterpa Isu Raja Sunda: Dari Telapak Kaki hingga Gaya Kepemimpinan yang Dikritik Keras

Gubernur Jawa Barat (Jabar), Dedi Mulyadi yang tengah menjadi sorotan kini diterpa isu Raja Sunda.

|
Youtube Lembur Pakuan
RAJA SUNDA - Dedi Mulyadi pada pelaksanaan ritual tahunan menghormati kereta kencana Ki Jaga Rasa, di kediaman Dedi di Subang, Jawa Barat, pada 2024. Sosok Dedi, Gubernur Jawa Barat saat ini, yang kental dengan tradisi Sunda, kini disorot dengan julukan Raja Sunda. 

TRIBUNJAKARTA.COM - Gubernur Jawa Barat (Jabar), Dedi Mulyadi yang tengah menjadi sorotan kini diterpa isu Raja Sunda.

Gaya kepemimpinan sosok yang karib dengan tradisi dan kebudayaan Sunda itu dikritik keras.

Dedi kerap enggan berkompromi dalam mengeksekusi kebijakannya. Hal itu membuatnya dinilai seperti seorang raja.

Di sisi lain, Dedi Mulyadi pernah mencocokkan kakinya dengan prasasti bersejarah telapak kaki Raja Sunda di Kota Bogor, dan ukurannya disebut pas.

Kritik Keras

Kritik keras terhadap Dedi Mulyadi dan dilakukan secara kelembagaan adalah pada saat Rapat Paripurna DPRD Jabar membahas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) bersama Wakil Gubernur Jabar Erwan Setiawan, di Gedung DPRD Jabar, Jumat (16/5/2025).

Kritik dilontarkan Fraksi PDIP dalam bentuk interupsi hingga walk out.

Anggota DPRD Jabar dari Fraksi PDIP, Doni Maradona Hutabarat, mengungkit superhero Superman saat mengkritik Dedi.

Awalnya, Doni menyampaikan bahwa terdapat pernyataan Dedi yang mendiskreditkan DPRD Jabar saat berpidato di acara Musrenbang di Cirebon pada 7 Mei 2025.

Dedi menyebut tak perlu berkonsultasi dengan DPRD dalam mengeksuksi program atau kebijakannya.

"Sembilan hari yang lalu Gubernur di acara sakral, ada pernyataan Gubernur yang menurut saya ini perlu kita sikapi, beliau menyampaikan dan saya berpikiran beliau mendiskreditkan DPRD Jabar, Gubernur ini sepertinya tidak membutuhkan pendapat teman-teman DPRD," ujar Doni, Jumat (16/5/2025).

Hari ini, kata dia, Pemprov Jabar membutuhkan DPRD untuk membahas Raperda. Gubernur tidak bisa jalan sendiri membuat Perda. 

"Saya berharap di rapat paripurna, ada klarifikasi dari Gubernur di rapat DPRD, Bagaimanapun sesama lembaga kita harus ada etika, harus saling menghargai. Kita tidak ada yang Superman bisa berjalan sendiri. negara ini dibangun juga tidak bisa berjalan sendiri," kata Doni.

"Nah, sebelum masuk kita menyampaikan pandang menurut saya pimpinan, saya berharap pimpinan bisa mengomunikasikan bahwa Pak Gubernur harus mau mengklarifikasi terhadap pernyataannya di acara Musrenbang tanggal 7 Mei yang lalu," jelas Doni. 

Doni berharap pimpinan rapat bisa menyampaikan bahwa Dedi Mulyadi harus mau mengklarifikasi pernyataannya di acara Musrenbang itu.

"Saya tunggu DRPD tidak ada yang bersuara terhadap pernyataan itu. Kalau memang tidak butuh DRPD, ya udah tidak dibahas Raperda di DPRD," tambahnya.

Pernyataan Doni, kemudian disambut oleh interupsi Memo Hermawan, anggota DPRD Deri Fraksi PDIP lainnya. 

Memo menyatakan bahwa dalam beberapa hari terakhir, hubungan antara eksekutif dan legislatif di Jabar ini tidak baik-baik saja. 

"Saya meminta seluruh fraksi PDIP untuk tidak ikut atau walk out termasuk Bapak Ono Surono, sebelum selesai hubungan eksekutif dan legislatif menjadi baik, silakan berdiri fraksi PDIP Perjuangan," ujar Memo.

Setelah itu, Memo bersama Doni dan anggota fraksi PDIP lainnya meninggalkan ruangan sidang, diikuti seluruh anggota Fraksi PDIP, termasuk Wakil DPRD Jabar dari Fraksi PDIP, Ono Surono.

Sidang paripurna dengan agenda pembahasan mendengarkan pandangan umum fraksi terhadap Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Bukan Logam, Mineral Bukan Logam Jenis Tertentu dan Batuan dan penyelenggaraan Administrasi Kependudukan itu tetap berjalan, tanpa fraksi PDIP.

Pidato Dedi Mulyadi

Adapun isi pidato Dedi Mulyadi saat acara Musrenbang di Cirebon pada 7 Mei 2025, salah satunya membahas soal pembangunan di hadapan pada Kades se-Jabar. 

Saat itu, Dedi menyatakan dirinya bergerak tidak pernah berpikir anggaran, yang penting berjalan dan terlaksana.

"Duit mah nuturkeun (mengikuti), rezeki mah nuturkeun karena saya punya keyakinan memimpin tidak harus selalu ada duit," ujar Dedi, dalam pidatonya.

"Kenapa, para raja dulu tidak menyusun APBD, VOC membangun gedung negara di Cirebon ini tidak ada itu persetujuan DPR," tambahnya.

Dedi Mulyadi menyampaikan bahwa kolaborasi jangan hanya dimaknai dengan berkumpul, rapat membahas pleno satu, dua dan tiga. 

Kolaborasi adalah ketika ada tindakan darurat untuk kemanusiaan, keadilan dan rakyat, maka semua berkolaborasi. 

"Minimal mendoakan, atau minimal diam, atau kalau mau ngomong silahkan ngomong sepuas hati," ucapnya.

Kepemimpinan Raja Sunda

Pakar Komunikasi Politik Universitas Padjajaran, Kunto Adi Wibowo, membedah kritik PDIP yang menjadi sorotan masyarakat luas.

Kunto menjelaskan, kritik Fraksi PDIP terhadap Dedi Mulyadi beralasan.

Sebab, ada kebijakan gubernur yang bisa jalan tanpa DPRD, dan ada yang tidak.

Salah satu yang tidak itu adalah dalam hal perumusan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Menurut Kunto, akar permasalahan perselisihan PDIP dengan Dedi Mulyadi adalah efisiensi anggaran Pemprov Jabar yang mencapai 20 persen lebih.

Efisiensi itu dilakukan tanpa melibatkan DPRD dan hanya menggunakan dasar hukum Peraturan Gubernur (Pergub).

"Ya sebenarnya memang benar ada kebijakan di tangan eksekutif yang bisa langsung dilakukan sendiri. Tapi kan komplainnya anggota DPRD Jawa Barat adalah soal anggaran yang kemarin di awal terjadi efisiensi itu hampir 20 persen."

"Pak Dedi Mulyadi kemudian mengalokasikan anggaran atau melakukan efisiensi lebih dari 20 persen gitu dan itu hanya dengan Pergub. Sebenarnya kan akar masalahnya di situ," kata Kunto di Kompas Petang, Sabtu (18/5/2025).

Selain efisiensi, pernyataan Dedi Mulyadi yang menyebut raja tak perlu menyusun APBD juga menjadi titik kritikan.

Menurut Kunto, Dedi yang seorang gubernur sedang memposisikan diri sebagai Raja Sunda.

"Nah soal yang APBD ini, soal pendanaan ini yang jadi problem. Karena kan pernyataannya Kang Dedi Mulyadi kan juga ada kenapa para raja dulu tidak menyusun APBD, VOC itu bangun gedung bagus beda dengan SD kan gitu."

"Ini kan yang jadi problem ya, maksud saya akhirnya kan Kang Dedi Muadi memosisikan dirinya sebagai raja bukan kepala daerah, dan itu jelas akan apa ya menimbulkan friksi atau ketegangan dengan DPRD," paparnya.

Telapak Kaki Raja Sunda

Terkait Raja Sunda, Dedi Mulyadi pernah juga dikaitkan dengan Raja Sunda saat mengunjungi prasasti bersejarah Batu Tulis di Kota Bogor, akhir APril 2025 lalu.

Mengutip TribunnewsBogor, pada kunjungannya itu, Kang Dedi Mulyadi alias KDM dianggap lulus dalam ujian dua batu prasasti Kerajaan Sunda Pajajaran.

Anggapan lulus ujian prasasti bukanlah anggapan resmi, melainkan hanya ungkapan semata yang berasal dari ucapan Wali Kota Bogor Dedie Rachim.

Pada kunjungannya, KDM menjajal jejak prasasti raja pada sebuah batu.

Hal itu kemudian menjadi candaan bahwa KDM sedang menjalani ujian prasasti raja.

Pertama adalah menapaki jejak kaki Raja Sunda di area prasasti Batutulis.

Ternyata kurang lebih jejak kaki Raja Sunda itu pas dengan kaki Dedi Mulyadi.

Kemudian yang kedua adalah ujian batu lingga yang mana KDM harus memunggungi batu itu dan kedua tangannya harus bersentuhan.

"Satu lagi ujiannya Pak Gubernur," ucap Dedie Rachim ketika KDM hendak mencoba batu lingga tersebut dikutip dari tayangan KDM Channel, Minggu (20/4/2025).

Kedua tangan KDM rupanya bersentuhan sampai orang-orang di sekitarnya berucap Alhamdulillah.

Dalam kesempatan ini, Dedi juga mencoba menggali ke informasi ke tokoh setempat terkait prasasti Batutulis ini.

Kerena di prasasti tersebut berisi tulisan Sunda kuno dan juga ada jejak telapak kaki manusia di atas batu.

Kemudian diceritakan cerita rakyat soal kesaktian yang dikaitkan baru prasasti tersebut yang mana KDM memiliki pandangan berbeda.

"Menurut saya begini, yang disebut kesaktian adalah ilmu pengetahuan. Bahwa pada zaman itu teknologi sudah berkembang sehingga mampu membuat pahatan yang abadi seperti ini," ucap KDM.

"Biar apa ?, biar anak cucu Prabu Siliwangi pada pinter. Nanti kalau kita mengatakan ini leluhur kita menulis dengan kesaktiannya, nanti gak mau belajar," sambung KDM.

Dedi pun meluruskan sangkaan orang bahwa dirinya yang merupakan orang yang mistik.

"Saya ini orang yang disangka mistik, padahal mah akademik," kata KDM.

"Jadi mari kita belajar, kalau leluhur kita sudah menulis seperti ini, maka hari ini kita harus lebih pinter dari leluhur kita," ungkap KDM.

KDM juga mendapat cerita bahwa tempat prasasti tersebut merupakan lokasi penobatan Raja Pajajaran tepatnya yang diberi nama Pakuan Pajajaran.

"Makanya kantor gubernur wilayah namanya kantor gubernur wilayah Pakuan Pajajaran. Nanti semangatnya harus semangat Pakuan Pajajaran, banyak pohonnya, rumah-rumah tertata dengan baik, masyarakatnya egaliter, ramah, silih asah, silih asih, silih asuh, itulah semangat kita, pemimpin yang adil," ucap Dedi Mulyadi direspons Amin ramai-ramai.

 

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved