Ditolak Gubernur Jateng, Kebijakan Barak Militer Ala Dedi Mulyadi Justru Mau Ditiru Walkot Semarang

Wali Kota Semarang, Agustina Wilujeng Pramestutimengaku akan mempertimbangkan kreak atau gangster yang kerap meresahkan warga Semarang untuk dikirim k

|
Dedi Mulyadi (Humas Golkar) dan Agustina (TRIBUN JATENG/EKA YULIANTI FAJLIN)
SEMARANG TERTARIK BARAK - Kolase foto Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dan Wali Kota Semarang Agustina Wilujeng Pramestuti. Agustina tertarik meniru kebijakan barak militer ala Dedi Mulyadi untuk diterapkan di wilayahnya. 

Sementara, untuk mengatasi masalah kenakalan remaja, Pemkot Semarang sebetulnya telah memiliki rencana mengadakan event olahraga bela diri seperti tinju hingga muangthai.

Event olahraga itu untuk memberi ruang remaja yang suka tawuran di jalanan. 

"Kami sudah berdiskusi dengan beberapa kepala dinas terkait anggaran perubahan untuk kita gunakan membuat eksibisi pertandingan tinju atau muangthai. Kami ingin mengubah perilaku remaja agar tidak tergabung kreak," jelasnya. 

Agustina menambahkan, dalam mengatasi problem kenakalan remaja, orang tua dan lingkungan memiliki peran yang cukup vital dalam mengawasi pergaulan anaknya.

Selain itu, peran serta jajaran kepolisian rutin melakukan patroli untuk mencegah kreak tawuran di wilayah Kota Semarang juga sangat diperlukan.

Gubernur Jateng Menentang

Sebelumnya diberitakan, Gubernur Jateng, Ahmad Luthfi, tegas menolak menerapkan siswa masuk barak TNI ala Dedi Mulyadi.

Eks Kapolada Jateng itu mengutarakan alasannya.

Menurut Ahmad Luthfi sudah ada aturan hukum untuk menangani siswa yang melakukan pelanggaran atau bermasalah. 

Untuk kategori anak yang masih di bawah umur akan dikembalikan kepada orang tua. 

Sementara untuk anak sudah cakap umur akan ditindak sesuai hukum.

"Kalau anak di bawah umur, kita kembalikan ke orang tuanya. Kalau anak-anak sudah di atas umur, melakukan tindak pidananya, kita sidik tuntas terkait dengan tindak pidananya," kata Ahmad Luthfi di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (30/4/2025), dikutip dari Tribunnews.

Ia menekankan bahwa tidak perlu ada kebijakan tambahan yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

"Kan begitu. Ada aturan hukumnya, kenapa harus ngarang-ngarang gitu. Enggak usah," ucapnya.

Lebih lanjut, ia menyebut peran orang tua dan guru tetap menjadi bagian utama dalam pembinaan siswa bermasalah.

"Sesuai ketentuan saja. Kalau di bawah umur, masih ada kewenangan. Kalau di sekolah masih ada, namanya guru, kembalikan orang tuanya," sambung Luthfi.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved