Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Jaisy Rahman Tohir
TRIBUNJAKARTA.COM, SERPONG - Febriana (35) masih belum bisa berbicara banyak, matanya masih nanar dan bahkan masih membutuhkan sandaran untuk menyangga tubuhnya sendiri.
Ia masih belum percaya, adik bungsunya meninggal dunia dalam kondisi mengenaskan.
Baru sepekan Febriana bisa dekat dengan adiknya itu, setelah sang adik tidak bisa lagi tinggal di mess pegawai sebuah apartemen di bilangan Lengkong Gudang Timur, Serpong, karena dipecat.
Meski khawatir dengan kondisi Mauladi yang kerap murung usai pemecatan itu, Febriana tidak mau memaksakan kehendak untuk mengorek permasalahan yang dialami.
Ia hanya bisa menasehati agar sabar, dan ada rencana yang lebih baik dari Tuhan.
Malam terakhir mereka bersama, Mauladi demam tinggi, ia menangis tanpa diketahui sebab pastinya.
Febriana mengusap-usap adiknya sambil terus menguatkan hatinya.
"Semalam memang panas, badannya panas, menangis terus semalam itu. Saya enggak kerja orang dia nangis terus saya takutnya dia kecil hati. Saya tidur di tengah rumah, saya usapin. 'Enggak ngebebanin teteh, nanti juga dapat kerjaan sabar,' saya bilang gitu," ujar Febriana di samping rumahnya.
Suara Febriana tertahan saat ditanyakan kondisi tubuh adiknya yang terbujur tewas.
"Enggak tahu saya enggak berani melihat," ujarnya.
Air matanya perlahan menetes, Febriana kembali merebahkan punggungnya ke sandaran.
Ia mengingat, pagi ini masih melihat sang adik.
Mauladi mengatakan hendak melamar kerja dan sudah mempersiapkan ijazahnya.
Namun karena hanya ada satu motor, Febriana meminjam terlebih dahulu motor adik bungsunya itu, sekira pukul 09.30 WIB.