Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Satrio Sarwo Trengginas
TRIBUNJAKARTA.COM, MENTENG - Sate Jaya Agung Lamongan tetap setia memanjakan lidah para pengunjung sampai saat ini.
Kedai sate itu sudah mengepulkan asap sejak tahun 1960-an di sekitar Sarinah, Jakarta Pusat.
Empuknya sate kambing dan gurihnya kuah gulai membuat kedai itu selalu ramai dikunjungi terutama jam makan siang dan saat akhir pekan.
Meski asli orang Lamongan, Djali Soeprapto (80), pemilik usaha kedai tersebut, bukan saja menjual soto khas kampungnya tetapi juga menjual sate kambing.
Agung (27), anak Djali yang ketiga, menceritakan usaha kedai sate ayahnya berdasarkan cerita yang ia tahu.
Sekitar tahun 1960-an di sekitaran Jakarta Pusat, pedagang asli Lamongan lebih banyak menjual soto bukan membuka usaha warung pecel lele.
Kala itu, warung pecel lele belum dikenal orang. Beda dengan sekarang yang sangat mudah dijumpai.
Pedagang asli Lamongan, lanjut Agung, biasanya berjualan soto, pecel lele atau pecel ayam bukan sate.
Ayahnya, lanjut Agung, barangkali ingin berbeda dari penjual soto Lamongan kebanyakan. Selain soto, ia juga menjual sate kambing.
Namun, bukan soto yang paling digemari dan terkenal, melainkan sate kambingnya buatan Djali.
"Di zaman bapak saya sudah ada orang lamongan yang jual soto bukan pecel lele. Pak DJali bisa jadi membuat sate untuk pembeda. Jadi kayak ada variasinya aja," katanya kepada TribunJakarta.com di lokasi pada Rabu (22/7/2020).
Karena sate kambing Djali jadi primadona orang-orang, akhirnya ia mengedepankan menu sate kambingnya tanpa menghilangkan menu sotonya.
Sekitar tahun 1960-an, Djali sudah berjualan sate kambing dan soto di pinggir jalan dekat Sarinah. Banyak orang yang menyebutnya Sate Sarinah.
Seiring berkembangnya usaha jualan sate dan soto, modal lebih dituai Djali.