Sidang Rizieq Shihab

Sebut Tak Ada di KBBI, Kuasa Hukum Rizieq Shihab: JPU Selundupkan Kata Onar di Kasus RS Ummi Bogor

Penulis: Bima Putra
Editor: Wahyu Aji
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Rizieq Shihab saat mengikuti sidang putusan perkara kerumunan Megamendung, Bogor di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Kamis (27/5/2021).

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Bima Putra

TRIBUNJAKARTA.COM, CAKUNG - Tim kuasa hukum Rizieq Shihab membantah tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam perkara dugaan tindak pidana pemberitahuan bohong tes swab RS UMMI Bogor.

Menurut tim kuasa hukum pasal 14 ayat 1 UU Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yang disangkakan dan membuat Rizieq dituntut enam tahun penjara tidak tepat dan terbukti.

Melalui pleidoi atau nota pembelaan, tim kuasa hukum menyebut JPU menyelundupkan kata makna kata onar yang berbeda dengan isi pasal 14 ayat 1 UU Nomor 1 tahun 1946.

Yakni memasukkan makna kata onar yang tidak ada dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sementara saksi ahli bahasa tim kuasa hukum Rizieq memberi keterangan mengacu KBBI.

"Dengan menambahkan sendiri yang bukan dari KBBI yaitu 'yang dapat berupa huru-hara fisik ataupun kegemparan non fisik saja seperti perdebatan di kalangan rakyat'," kata kuasa hukum Rizieq di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Jumat (11/6/2021).

Baca juga: Bacakan Nota Pembelaan, Rizieq Shihab Minta Vonis Bebas, Dipulihkan Nama Baik dan Kehormatannya

Baca juga: Tanggapi Pleidoi Rizieq Shihab, Jaksa Ajukan Replik di Kasus RS Ummi Bogor

Makna kata itu dikaitkan dengan dampak pernyataan Rizieq yang dianggap JPU pemberitahuan berbohong karena menyatakan dirinya sehat meski hasil tes swab PCR terkonfirmasi Covid-19.

Tim kuasa hukum berpendapat penyelundupan makna di luar KBBI sebagai upaya JPU memaksakan tuntutannya terbukti di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur.

Isi pasal 14 ayat 1 UU Nomor 1 tahun 1946 sendiri: Barang siapa dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman setinggi-tingginya 10 tahun penjara.

"Penyelundupan makna yang dilakukan oleh Penuntut umum merupakan suatu penyesatan dan cara berfikir yang licik, demi memuaskan nafsu untuk memenjarakan Habib Rizieq Syihab," ujar tim kuasa hukum Rizieq.

Dalam tuntutannya JPU menyatakan dampak pernyataan Rizieq yang menyebut dirinya sehat memicu aksi unjuk rasa mahasiswa dan warga, sementara kuasa hukum membantah.

Tim kuasa hukum berpendapat demo mahasiswa dan warga yang terjadi di Kota Bogor terkait mempertanyakan penanganan Covid-19 di Kota Bogor, bukan dampak pernyataan Rizieq.

Tim kuasa hukum juga menolak pernyataan klien mereka dalam keadaan sehat sewaktu dirawat di RS UMMI Bogor merupakan pemberitahuan bohong sebagaimana tuntutan JPU.

Alasannya Rizieq menyatakan dirinya sehat berdasar kondisi yang dirasakan, dan dalam pernyataan dibuat tidak menyatakan negatif Covid-19 atau terkonfirmasi Covid-19.

Tim kuasa hukum juga berpendapat kliennya tidak berbohong karena saat pernyataan dibuat hasil tes swab PCR yang diuji di Labolatorium RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) belum keluar.

"Bersesuaian dengan saksi Sarbini Abdul Murad di muka persidangan di. bawah sumpah pada pokoknya menerangkan bahwa pasien yang merasakan dirinya itu sehat tidak bisa dikatakan berbohong karena ada subjektifitas pasien dan objektifitas dokter," tutur tim kuasa hukum Rizieq.

Ata pleidoi dari Rizieq dan tim kuasa hukumnya JPU menyatakan mengajukan replik yang bakal disampaikan pada sidang lanjutan Senin (14/6/2021) di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.

Baca juga: Habib Rizieq Shihab Sebut Penambahan Pasal Pemberitahuan Bohong Selundupan Polisi dan Jaksa

Baca juga: Sampaikan Pleidoi, Rizieq Shihab Tuding Bima Arya Berbohong

Dalam perkara dugaan tindak pidana pemberitahuan bohong tes swab RS UMMI Bogor ini terdapat tiga terdakwa yakni Rizieq, Muhammad Hanif Alatas, dan Dirut RS UMMI Bogor, dr. Andi Tatat.

Ketiganya disangkakan pasal 14 ayat 1 UU Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, Rizieq dituntut enam tahun penjara, sementara Hanif dan dr. Andi Tatat JPU dua tahun penjara. (*)

Berita Terkini