Khawatir Jadi Pungli, Koalisi UMKM Serahkan Petisi Penolakan Raperda KTR ke DPRD dan Pemprov DKI

Koalisi UMKM Jakarta serahkan petisi penolakan terhadap Raperda KTR ke DPRD DKI Jakarta, Selasa (18/11/2025).

TribunJakarta.com/Yusuf Bachtiar
Koalisi UMKM serahkan petisi penolakan Ranperda KTR ke DPRD dan Pemprov DKI Jakarta, Selasa (18/11/2025). 

TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Koalisi UMKM Jakarta serahkan petisi penolakan terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) ke DPRD DKI Jakarta, Selasa (18/11/2015). 

Koalisi UMKM Jakarta yang terdiri dari pedagang kaki lima, warung kelontong, warteg, asongan, hingga kopi keliling sebelumnya telah menggelar forum “Jaga Jakarta, Tolak Ranperda KTR” pada Minggu (16/11/2025). 

Dalam forum tersebut, lintas komunitas pedagang, seperti Komunitas Warteg Merah Putih (WMP), Kowarteg, Pandawakarta, Kowantara, hingga UMKM Remojong sepakat menolak Ranperda KTR Jakarta.

"Kemarin kan pada hari minggu ya, kita sudah bikin koalisi, sudah sepakat gitu kan untuk jaga Jakarta, untuk menolak Raperda KTR," kata Ketua Korda Jakarta Komunitas Warteg Nusantara (Kowantara) Izzudin Zidan di Gedung DPRD DKI Jakarta. 

Petisi Penolakan Ranperda KTR ini dibawa saat audiensi dengan pimpinan Bapemperda DPRD DKI Jakarta, sebagai bukti penyatuan aspirasi lintas komunitas pelaku usaha. 

"Kita sepakat bahwa kita menolak Raperda KTR itu untuk disahkan dulu. Nah, kebetulan kita sudah bawa surat kesepakatan. Ini surat komitmen bersama (petisi)," jelas dia. 

Tak hanya ke Bapemperda, petisi penolakan juga akan diserahkan ke Pemerintah Provinsi DKI Jakarta agar Raperda KTR dapat ditunda pengesahannya.

"Harapan kami ditunda sampai nanti waktunya kita sosialisasikan lagi kepada para pelaku usaha untuk kita tinjau ulang, kita sosialisasi, kita kasih tahu akan ada peraturan daerah mengatur KTR ini," kata Zidan. 

Sementara itu, Sekjen Komunitas Warung Niaga Nusantara (Kowartami), Salasatun Syamsiyah mengatakan, kehadiran Perda KTR dikhawatirkan bakal menjadi peluang pungutan liar (pungli) oknum tertentu. 

"Karena kita saja sudah lagi penghasilannya susah kayak begini, dengan adanya Raperda kayak gini, nanti terjadi adanya Pungli," kata Syamsiyah. 

Dia khawatir, pelaku usaha warteg dikenakan biaya-biaya lain di luar ketentuan agar usahanya tidak dijatuhi sanksi dari penegakan perda KTR.

"Dievaluasi kembali untuk rumah makan, warteg, tolong. Suara kami dari warteg-warteg ini didengar betul," tegas dia. 

Berita terkait

Baca berita TribunJakarta.com lainnya di Google News atau langsung di halaman Indeks Berita

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved