KONTRAS Beda Sikap Gubernur Jakarta & Jabar Saat Tangani Demo: KDM Temui Pendemo, Mas Pram Hati-hati

Sikap dua pemimpin atau Gubernur di Jakarta dan Jawa Barat berbeda saat menghadapi aksi demonstrasi yang berlangsung ricuh besar.

Editor: Wahyu Septiana
TribunJakarta.com/Dionisius Arya Bima Suci dan YouTube KDM Channel
BEDA SIKAP PENANGANAN - Beda respons Gubernur Pramono dan Dedi Mulyadi. Sikap dua pemimpin atau Gubernur di Jakarta dan Jawa Barat berbeda saat menghadapi aksi demonstrasi yang berlangsung ricuh besar. 

Tuntutan masyarakat yang menjadi kemarahan karena perilaku, ucapan, sikap dari legislator yang tak berempati terhadap rakyat.

"Juga ditambah dengan peristiwa terjadinya driver ojol "dilindas" sehingga sikap kehati-hatiannya lebih dipilih oleh Pramono," tegasnya.

Effriza melanjutkan, selain takziah ke rumah Affan Kurniawan, Pramono juga menyatakan Pemprov DKI akan menanggung biaya rumah sakit para pendemo yang terluka.

Menurutnya, sikap yang tegas diambil Pramono juga ada seperti ketika ia merintahkan SKPD dari seluruh jajaran yang ada di Balai Kota untuk bersiap-siap menghadapi berbagai kemungkinan. 

"Jadi sikap Pramono sebagai pemilik rumah sebagai gubernur, memilih membuka pintu untuk demonstrasi, tetapi dengan menjaga warga DKI Jakarta," terangnya.

Effriza menambahkan, Pramono diyakini juga dilema menentukan pilihan tersebut. Jika ia mencoba berperan aktif untuk mengawal aspirasi publik serta turut menyampaikan aspirasi ke DPR dikhawatirkan akan menjadi blunder.

Kemudian, apabila Pramono mencoba menjembatani kepentingan masyarakat dengan aparat maka akan berdampak buruk bagi Pemprov DKI.

"Sebab publik sedang marah dan kecewa terhadap para pejabat negara, kemarahan ini jika dipilih sikap reaktif dengan melakukan tindakan aktif dengan  posisi  tidak netral misalnya, maka represivitas demonstrasi akan semakin berlebihan," ungkapnya.

Sehingga, Pramono diyakini saking dilemanya, lebih memilih sikap ketidakhadirannya dalam bersikap tegas kecuali berupa himbauan dan menjaga kondisi warga dan pemerintahannya semata. 

"Meski pilihan Pramono adalah bertindak pasif dalam keputusan, konsekuensinya menjadikan seolah kota Jakarta terkesan tanpa adanya pemimpin karena ekslasi konflik semakin meningkat dan mengular ke daerah-daerah," tuturnya.

Effriza menegaskan, pilihan Pramono masuk akal daripada Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dan Sultan Hamengkubowono X yang bersikap tegas, responsif, dan hadir langsung dikerumunan massa untuk meredam gejolak.

"Jadi dilema Pramono masih dapat dimaklumi, karena konflik tersebut berada di Jakarta yang masih merupakan ibu kota, jika salah bersikap maka malah akan semakin menyala," imbuhnya.

(TribunJakarta/TribunJabar/Wartakota)

Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel https://whatsapp.com/channel/0029VaS7FULG8l5BWvKXDa0f.

Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved