Senyum Dedi Mulyadi Dituding Kelaperan, Menkeu Purbaya Respon Donasi Rp 1.000: Itu Terserah
Gubernur Jabar Dedi Mulyadi dituding kelaperan oleh seorang wanita imbas kebijakan Rp 1000. Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa merespon.
TRIBUNJAKARTA.COM - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dituding kelaperan oleh seorang wanita yang viral di media sosial.
Hal itu terkait kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi. Ia mengeluarkan imbauan donasi Rp 1000 perhari ke warg melalui Surat Edaran (SE) Nomor 149/PMD.03.04/KESRA tentang Gerakan Rereongan Sapoe Sarebu (Poe Ibu) yang merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial.
Program itu pun disorot banyak pihak, mulai dari Anggota DPRD Jawa Barat hingga Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa.
Uang donasi dari warga masyarakat dan Aparatur Sipil Negara (ASN) rencananya digunakan untuk memperkuat pemenuhan hak dasar masyarakat di bidang pendidikan dan kesehatan yang masih terkendala keterbatasan anggaran serta akses.
Purbaya mengatakan bahwa keputusan untuk meminta donasi atau tidak ke warga, diserahkan kepada masing-masing pemerintah daerah (pemda) dan warga daerah yang bersangkutan.
“Itu terserah kepada pemdanya dan terserah kepada warganya,” ujar Purbaya usai bertemu Gubernur Jakarta dalam konferensi pers di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (7/10/2025).
Namun Purbaya memasikan tidak ada kewajiban dari pemerintah pusat (pempus) kepada daerah untuk memberikan donasi.
Sekalipun kata Purbaya ada pemangkasan anggaran transfer ke daerah (TKD) dari pemerintah pusat.
“Jadi dari pemerintah pusat tidak ada kewajiban donasi itu. Jadi, silakan saja kalau mau,” kata Purbaya.
KDM Dituding Kelaperan
Dedi Mulyadi mengunggah ulang video seorang wanita yang menuding dirinya pungli hingga korupsi imbas kebijakan seribu rupiah per hari.
Video itu viral dibagikan akun TikTok rakyat.jelata803 pada Senin (6/10/2025).
Dalam video yang beredar, wanita tersebut menyinggung kebijakan Gubernur Jawa Barat itu hanya kedok pungli.
Tak hanya itu, wanita tersebut juga menuduh kebijakan Dedi Mulyadi itu bisa berujung korupsi.
“Dedi Mulyadi membuat surat edaran sebagai Gubernur Jawa Barat, kelaperan lu ye, udah gak bisa korupsi lu ye, otak lu cokway disuruh atasan lu,” ujar wanita tersebut menyindir.
Dalam narasi video juga tertulis tuduhan menyebut Dedi Mulyadi termasuk oligarki yang sudah kelaparan karena Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sudah tak bisa dirampok.
“Dedi Mulyadi pungli warga Jabar seribu rupiah per hari karena dia juga oligarki udah kelaperan tidak bisa merampok APBD,” tulis narasi video wanita tersebut.
Kemudian, wanita itu juga menyindir berbagai program Dedi Mulyadi yang dinilainya hanya kedok mengatasnamakan rakyat.
“Bilangnya bantu desa lah, apalah, sampai buruh segala macem, bahkan anak sekolah mau lu pintain seribu per orang,” ucap wanita tersebut sembari tersenyum sinis.
Menanggapi kritikan dan tuduhan wanita itu, Dedi Mulyadi memberikan respons santai.
Bahkan Dedi Mulyadi kembali mengunggah video kritikan dan tuduhan wanita tersebut sembari memberikan respons.
Dengan wajah tersenyum dan tenang, Dedi Mulyadi menjelaskan kebijakan seribu rupiah tersebut.
Gubernur Jabar itu membeberkan bahwa tidak ada kebijakan yang dituduhkan wanita tersebut.
“Buat mbak yang baik, tidak ada kebijakan Gubernur nyuruh ngumpulin uang dari mulai anak sekolah, buruh bangunan dan ASN seribu rupiah, tidak ada kebijakan itu,” ujar Dedi Mulyadi.
Dedi Mulyadi meluruskan bahwa kebijakannya hanya ajakan dan imbauan kepada jajaran pemerintah dari mulai RT, RW, Kepala Desa, Camat, Bupati dan Wali Kota untuk sama-sama membangun solidaritas sosial.
Lalu, Dedi Mulyadi pun menyinggung bahwa selama ini rumah sakit sudah gratis, namun warga tetap tak punya biaya ongkos dan menunggu selama perawatan di rumah sakit.
Menurut Dedi, masalah tersebut bisa diselesaikan mulai tingkat lingkungan kemasyarakatan masing-masing.
“Di tingkat RT cari bendahara atau orang yang bisa dipercaya, kemudian setiap hari orang menyimpan uang seribu rupiah di rumahnya. Nanti kalau ada orang sakit dan tidak punya uang untuk pergi ke rumah sakitnya maka orang yang mengelola uang itu bisa memberikannya,” papar Dedi Mulyadi.
Dedi juga menjelaskan mekanisme pengumpulan uang seribu per hari itu dilakukan atas pengawasan. Seperti membuat laporan kepada setiap penyumbangnya.
Mantan Bupati Purwakarta itu juga mengatakan komunikasi di tingkat RT dan RW kini lebih mudah karena ada grup WhatsApp yang bisa digunakan.
Begitu juga dengan Bupati hingga Wali Kota yang menurutnya bisa mengatur ASN.
Ketika ada warga yang mengadu misalnya ada anak yang tak punya sepatu ke sekolah, maka bisa dibantu dengan uang tersebut.
Lalu, Dedi Mulyadi menegaskan bahwa dirinya sebagai Gubernur tidak langsung bersentuhan dengan uang tersebut.
“Gubernur tidak mengkolektifkan, saya hanya mengelola dana operasional gubernur sampai hari ini yang saya gunakan untuk rakyat,” ujarnya.
Dedi Mulyadi kembali menjelaskan bahwa hasil perkumpulan uang seribu rupiah itu bisa digunakan untuk sumbangsih sesama masyarakat dan tidak ada kaitannya dengan APBD.
“Tidak ada kaitannya dengan dana APBD,” tegas Dedi Mulyadi.
Lebih lanjut, Dedi Mulyadi juga menjelaskan sejatinya gerakan yang dicanangkannya itu bukan program yang baru di Jawa Barat.
Ia yakin bahwa ada banyak masyarakat di Jawa Barat yang juga sudah menerapkan kebijakan tersebut untuk menolong sesama masyarakat di lingkungan sekitar.
Dedi Mulyadi berharap bagi masyarakat yang sudah menerapkan layanan dan gerakan tersebut agar lebih dioptimalkan.
Sedangkan bagi yang belum melaksanakan bisa mencontoh masyarakat yang sudah melaksanakan gerakan dan layanan tersebut.
“Bukan kewajiban, hanya ajakan, jadi mari kita menolong sesama”
“Barangkali hari ini kita memberikan sumbangsih kepada orang, bisa jadi suatu saat kita yang mengalami kesulitan dan akhirnya ada tempat, ada tempat mengadu di mana kita bisa meminta pertolongan,” tandasnya.
Terakhir, alih-alih membeberkan penjelasan dan respons tuduhan itu, Dedi Mulyadi justru mendoakan wanita yang menuduhnya itu agar sehat selalu.
Penjelasan Gerakan Poe Ibu
Gerakan Poe Ibu atau Gegerakan Rereongan Sapoe Sarebu merupakan kebijakan atau program sebagai inisiatif sosial yang dicanangkan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.
Gerakan yang diinisiasi oleh Pemda Jabar ini tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor 149/PMD.03.04/KESRA tentang Gerakan Rereongan Sapoe Sarebu (Poe Ibu).
SE tersebut mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 mengenai Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial dan menjadi dasar hukum pelaksanaannya di seluruh wilayah Jawa Barat.
Surat Edaran itu secara elektronik ditandatangani oleh Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi pada 1 Oktober 2025, menandai dimulainya gerakan sosial yang menempatkan kepedulian sebagai kekuatan utama dalam membangun masyarakat.
Adapun SE ini ditujukan kepada Bupati/Wali Kota se-Jawa Barat, para Kepala Perangkat Daerah, serta Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Barat, sebagai pemangku kebijakan yang berperan langsung dalam koordinasi pelaksanaan di lapangan.
Program ini bukan sekadar ajakan donasi, melainkan gerakan kolektif yang menghidupkan kembali nilai luhur silih asah, silih asih, dan silih asuh di tengah kehidupan modern.
Melalui inisiatif ini, Dedi Mulyadi, mengajak seluruh aparatur sipil negara (ASN), pelajar, serta masyarakat untuk menumbuhkan kembali kesetiakawanan sosial sambil memperkuat pemenuhan hak dasar masyarakat, khususnya di bidang pendidikan dan kesehatan yang masih terkendala oleh keterbatasan anggaran maupun akses layanan.
“Melalui Gerakan Rereongan Poe Ibu, kami mengajak ASN, pelajar, dan masyarakat menyisihkan Rp1.000 per hari. Kontribusi sederhana ini menjadi wujud solidaritas dan kesukarelawanan sosial, demi membantu kebutuhan darurat masyarakat,” ujar Dedi Mulyadi, melalui siaran digital Pemprov Jabar, 4 Oktober 2025.
Respon Ono Surono
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Jawa Barat Ono Surono mengatakan Gerakan Rereongan Sapoe Sarebu ini harus disosialisasikan dengan baik sampai ke masyarakat.
Tata kelola dan pengawasan menjadi poin penting sehingga tidak muncul opini di masyarakat bahwa gerakan ini merupakan pungutan yang membebani dan menjadi ladang penyalahgunaan keuangan/korupsi.
"Pelaksanaannya bisa dilakukan bertahap oleh institusi pemerintah terlebih dahulu. Kemudian mengarah ke sektor swasta, bisnis, pengusaha, organisasi kemasyarakatan, tokoh masyarakat dan masyarakat berpenghasilan menengah ke atas. Baru pelibatan masyarakat secara umum," ujar Ono dalam keterangan tertulisnya, Senin (6/10/2025).
Ono mengatakan, setiap institusi dan masyarakat yang menggalang, wajib menyampaikan laporan secara transparan dan akuntabel, diumumkan berkala setiap minggu atau bulan dengan mencontoh pengelolaan keuangan di masjid atau mushola.
"Bila gerakan ini berjalan, maka masalah turunnya APBD Provinsi Jawa Barat dan APBD Kabupaten/Kota se Jawa Barat tahun anggaran 2026, semoga tidak berpengaruh terhadap masalah sosial dan ekonomi," katanya.
Menurutnya, gotong royong adalah budaya Indonesia yang menjadi dasar atau inti dari ideologi negara, falsafah hidup dan jalan hidup bangsa indonesia, yaitu Pancasila.
Gotong royong juga selaras dengan ajaran Sunda, silih asah, silih asih, silih asuh, silih wawangi yang sejak dahulu sudah berjalan tetapi mengalami penurunan semangat rakyat untuk melakukannya.
"Kesetiakawanan dan kesukarelawanan sosial harus digalakkan kembali secara masiv dan melibatkan instrumen pemerintah," ucap Ono.
Dia mengatakan, masalah dasar rakyat di Jawa Barat yang selalu muncul adalah masalah pendidikan dan kesehatan, dimana instrumen APBN/APBD lebih fokus pada masalah infrastruktur atau sarpras yang masih belum terselesaikan dari besarnya anggaran.
Di sisi lain, kata Ono, kebutuhan rakyat yang mendesak seperti seragam, buku, alat tulis serta biaya berobat bagi pasien tidak mampu non peserta BPJS atau biaya tunggu bagi pasien yang tidak mampu juga, pada akhirnya tidak bisa menunggu distribusi pencairan dana dari APBD.
"Maka, perlu adanya gerakan bagaimana institusi pemerintah dan rakyat yang mempunyai kepedulian dan kemampuan finansial untuk dapat membantu rakyat di lingkungannya masing-masing," katanya.
Dapatkan Rp9,6 Miliar per Bulan Jika Seluruh ASN Patungan
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi kenalkan program baru bernama Rereongan Sapoe Sarebu atau Poe Ibu yang mengajak seluruh elemen masyarakat untuk menyisihkan Rp1.000 per hari.
Nantinya, dana yang terkumpul akan digunakan untuk masyarakat sebagai "dana darurat".
Gerakan Poe Ibu ini tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor 149/PMD.03.04/KESRA. Herman Suryatman selaku Sekretaris Daerah (Sekda) Jabar mengatakan, Poe Ibu ini merupakan imbauan dan hanya bagi yang mampu.
Namun, semua aparatur sipil negara (ASN) wajib melakukannya karena telah dianggap mampu.
Dari perhitungan Tribunnews.com, Poe Ibu ini bisa mendapatkan total Rp9,6 miliar lebih perbulan apabila semua ASN di Jawa Barat menyisihkan Rp1.000 per hari.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS), di Jawa Barat total ada 439.350 ASN (PNS + PPPK).
Apabila iuran Rp1.000 hanya dilakukan selama lima hari kerja, maka dalam satu minggu, Poe Ibu mendapatkan total Rp2.196.750.000 (dua miliar seratus sembilan puluh enam juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah).
Maka, dalam satu bulan (22 hari kerja), Poe Ibu mendapatkan total Rp9.665.700.000 (sembilan miliar enam ratus enam puluh lima juta tujuh ratus ribu rupiah) per bulan.
Rp9,6 miliar tersebut bisa didapatkan apabila semua ASN kompak (100 persen partisipasi) iuran Rp1.000 dalam lima hari kerja selama satu bulan.
Berita Terkait
- Baca juga: Emak-emak Ngamuk Soal Donasi Rp1.000 Sehari, Dedi Mulyadi Ungkit Kejadian Kakak Adik Gantian Seragam
- Baca juga: Dedi Mulyadi Datang ke Malang Niat Mendamaikan, Sahara dan Yai Mim Tak Bergeming: Harus Ada Hukuman!
- Baca juga: SOSOK Zaini Shofari Politikus PPP Kritik Program Dedi Mulyadi Poe Ibu, Donasi Rp 1.000 per Hari
Baca berita TribunJakarta.com lainnya di Google News atau langsung di halaman Indeks Berita
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.