Jeritan Kiper Bandung Korban TPPO di Kamboja Bikin KDM Bergerak: Kami Menyiapkan Biaya Pemulangan

Jeritan Kiper Bandung Korban TPPO di Kamboja Bikin KDM Bergerak: Kami Menyiapkan Biaya Pemulangan

TikTok Rizki Nur Fadhilah/Tribun Jabar/Nazmi Abdurrahman
RESPONS DEDI MULYADI - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi merespons kiper muda asal Bandung, Rizki Nur Fadhilah yang diduga menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Kamboja, Rabu (19/11/2025). 

TRIBUNJAKARTA.COM - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi bergerak cepat usai mengetahui kondisi Rizki Nur Fadhilah, remaja 18 tahun asal Desa Dayeuhkolot, Kecamatan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung.

Sebelumnya, kiper muda asal Bandung tersebut ramai diperbincangkan lantaran diduga menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Kamboja.

Hal ini juga sudah diutarakan oleh pihak keluarga Fadhil, sapaan karibnya. 

Pihak keluarga hingga kini berharap Fadhil bisa kembali pulang ke Indonesia.

Mengetahui hal ini, Dedi Mulyadi mengatakan siap mengambil tindakan.

"Mengenai masalah ini pemerintah provinsi Jawa Barat tetap mengambil keputusan untuk berkoordinasi dengan Polda Jabar dan KBRI, apabila memang ingin kembali kami akan mengembalikannya, dan kami menyiapkan biaya untuk pemulangannya. Untuk itu pada siapapun untuk berhati-hati ketika akan bekerja di luar negeri yang dijanjikan atau diiming-imingi sesuatu, yang pada akhirnya menjadi derita dan menjadi kesulitan bagi banyak orang. Untuk itu segera kami akan segera bergerak," ucap eks Bupati Purwakarta itu dalam instagram pribadinya, Rabu (19/11/2025).

Kronologi

Ayah Fadhil, Dedi Solehudin (42) menuturkan kronologi dugaan putranya menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

"Anak saya bilang ada kontrak main bola di Medan selama satu tahun. Lalu dijemput ke sini pakai travel, terus dibawa ke Jakarta. Tapi di Jakarta, bukannya ke Medan, malah ke Malaysia. Sebelum akhirnya ke Kamboja," ujar Ayah Fadhil, Dedi Solehudin (42) dikutip dari TribunJabar, Selasa (18/11/2025).

Sesampainya di Kamboja, Dedi menceritakan, anaknya sempat berkomunikasi dia. Sang anak mengabarkan sering mendapatkan tindak kekerasan oleh pimpinannya.

Fadhil diwajibkan mencari 20 kontak calon korban yang kaya raya dari berbagai negara untuk nantinya ditipu. Jika tidak memenuhi target, maka mendapat penyiksaan fisik.

"Kalau enggak dapat, dia disiksa. Sampai 500 kali pukulan, kadang-kadang. Terus disuruh ngangkat galon dari lantai satu sampai lantai 10. Dia tiap hari kerja dari jam 8 pagi sampai jam 12 malam. Bahkan sering belum selesai meski sudah jam 12 malam," katanya.

Dedi mengungkapkan, komunikasi dengan sang anak memang tidak pernah putus hingga saat ini. Namun berdasarkan pengakuan Fadhil, dia melakukannya secara sembunyi-sembunyi.

Melihat kondisi anak yang tidak baik-baik saja, Dedi mengaku sudah mencari bantuan ke berbagai pihak terkait, mulai dari penegak hukum, dinas, sampai ke Gedung Sate.

"Sudah lapor ke semua instansi. Dari polresta, DP3MI yang di Soekarno-Hatta. Hingga ke Gedung Sate untuk ketemu Dedi Mulyadi, juga sudah dilakukan. Tapi belum ada tindak lanjutnya," ucapnya.

Sumber: Tribun Jakarta
Halaman 1/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved