Ini Enam Alasan Kuat Gus Zulfa Layak Emban Amanah Pjs Ketum PBNU Masa Bhakti 2025-2026

Sederet alasan sosok Gus Zulfa layak memegang estafet Pjs ketua Umum PBNU untuk menuntaskan masa bhakti 2026-2027. 

Dok. PBNU
KANDIDAT KUAT KETUM - KH Imam Jazuli menilai sosok Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Zulfa Mustofa layak mengemban amanah sebagai Pjs ketua Umum PBNU untuk menuntaskan masa bhakti 2026-2027. (Dok. PBNU) 

TRIBUNJAKARTA.COM - Telah beredar luas di media massa bahwa Rapat Harian Syuriyah PBNU, di bawah Rais Aam KH. Miftachul Akhyar, meminta Ketua Umum PBNU saat ini, KH. Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya), untuk mengundurkan diri dalam waktu 3x24 jam per tanggal 20 November 2025. 

Keputusan ini muncul akibat beberapa pertimbangan, termasuk isu diundangnya narasumber yang dianggap terkait Zionisme dan dugaan pelanggaran tata kelola keuangan organisasi. 

Jika Gus Yahya mundur atau diberhentikan secara organisatoris, maka penunjukan Pjs Ketua Umum PBNU akan mengikuti Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) NU.

Mengingat posisi KH. Zulfa Mustofa (Gus Zulfa) saat ini adalah salah satu Wakil Ketua Umum PBNU, maka beliau berada dalam struktur kepengurusan tertinggi yang sah dan logis untuk mengisi posisi sementara tersebut, setidaknya hingga diselenggarakannya mekanisme organisasi yang lebih permanen (seperti Muktamar Luar Biasa atau Muktamar berikutnya). 

Berikut ini beberapa alasan, kenapa Gus Zulfa layak memegang estafet (Pjs) ketua Umum PBNU untuk menuntaskan masa bhakti 2026-2027. 

1. Pengalaman organisasi

Beliau memiliki rekam jejak kepengurusan yang matang, termasuk kiprahnya di GP Ansor dan berbagai jabatan di Majelis Ulama Indonesia (MUI) DKI Jakarta sebelum menjabat sebagai Waketum PBNU.

Selain itu, beliau pernah aktif di lembaga Bahtsul Masail (LBM) PBNU, sebuah forum penting di NU yang membahas masalah-masalah keagamaan kontemporer, sebelum ditarik ke jajaran Tanfidziyah.

2. Kapasitas keilmuan

Beliau dikenal sebagai ahli Ushul Al-Fiqh dan penyair ulung.

Beliau juga dianugerahi gelar Doktor Honoris Causa di bidang Ilmu Arudl (sastra Arab) dari UIN Sunan Ampel Surabaya.

Latar belakang keilmuannya yang kuat dari pesantren (beliau masih dzuriyah Syekh Nawawi al-Bantani) membuatnya disegani di kalangan ulama dan santri.

Keahliannya dalam bidang istinbath al-ahkam (penetapan hukum Islam) diakui secara luas, dan ini didapatkannya secara bertahap, mulai dari pendidikannya di Pesantren Mathali’ul Falah, Kajen, selama enam tahun (1990-1996) hingga praktik langsung bagaimana melakukan pengambilan dan penetapan hukum Islam di lembaga-lembaga otoritatif, seperti NU dan MUI. 

Selain itu, pemikiran dan kontribusi ilmiah dalam bidang hukum Islam dituangkannya dalam kitab-kitabnya yang sangat berbobot.

Kitab Diqqat al-Qannash (2020) mengupas secara jelas pandangan al-Imam al-Syafi’i tentang tata cara penetapan hukum fiqh.

Teori-teori Ushul al-Fiqh dan implementasinya dalam pembuatan fatwa dielaborasi olehnya dengan sangat gamblang dan komprehensif dalam karyanya, al-Fatwa wa-ma Yanbaghi li al-Mutafaqqih Jahluhu (2020). 

Karyanya yang juga sangat penting adalah Dlawabith Bahtsil Masa’il wa al-Ifta’ ‘inda Nahdlatil ‘Ulama’ (2022).

Sumber: Tribun Jakarta
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

Kardinal Keempat Indonesia

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved