Lika-liku Tiga Hacker Surabaya Buruan FBI: Retas 600 Situs, Begini Keseharian Mereka di Kampus

Siapa yang menyangka, tiga orang yang meretas 600 situs di 44 negara dan menjadi buruan FBI merupakan mahasiswa semester akhir.

Editor: Y Gustaman
Net
Ilustrasi 

Anggota Surabaya Black Hat

Surabaya Black Hat melambung namanya begitu Polda Metro Jaya bersama FBI menangkap ketiga anggotanya terkait peretasan.

Tetapi benarkah itu? Penasihat sekaligus mantan ketua Surabaya Black Hat, Rama Zeta, membenarkan hal tersebut.

Rama menuturkan Surabaya Black Hat bukan jaringan peretas tetapi organisasi kepemudaan berbasis teknologi informasi di Surabaya.

Surabaya Black Hat berdiri pada 2011 tapi tak diketahui berapa jumlah anggotanya saat ini.

Saat Surya mencoba mengkonfirmasikan ini Rama memilih tak berkomentar.

Yang jelas, Surabaya Black Hat merupakan organisasi terkodinir.

Mereka sampai memiliki website khusus yang menampung segala macam aktivitas anggotanya.

Surabaya Black Hat juga aktif menggelar berbagai seminar terkait keamanan internet, termasuk juga diskusi soal hacking deface.

Menurut Rama diskusi tersebut hanya untuk edukasi saja.

"Lebih ke prevention dan bukan web orang yang dicoba. Tapi web lokal," kata Ramazeta saat dihubungi Surya Malang pada Selasa (13/3/2018).

Ia menambahkan aktivitas ilegal anggota di luar forum bukan tanggung jawab organisasi Surabaya Black Hat.

"Di forum sudah ada peraturannya, bahwa kegiatan hacking deface dan sebagainya adalah tindakan ilegal di indonesia dan sudah diatur dalam UU ITE. Segala tindakan ilegal yang dilakukan di luar forum, di luar pertanggungjawaban SBH (Surabaya Black Hat) dan tanggung jawab pribadi," tegas dia.

"Perlu diluruskan Surabaya Black Hat bukan seperti yang diberitakan, bahwa semua anggotanya melakukan hal seperti itu," Rama menambahkan.

Saat dikonfirmasi terkait ketiga orang yang ditangkap Polda Metro Jaya dan FBI, Rama memastikan mereka merupakan anggota tidak tetap.

Sementara, terkait kasus ketiga orang ini ia tak mau menganalisa.

Rama juga tidak bisa membenarkan keuntungan apa yang tiga anggota tersebut dapatkan setelah meretas.

"Saya belum berani berkomentar karena belum paham masalah aslinya. Saya tidak tahu (soal bayaran yang didapat jika berhasil hacking), mereka tidak pernah mendiskusikan hal ini kepada komunitas," tambah dia.

Penyidik menjerat mereka Pasal 30 jo 46 dan atau pasal 29 jo 45B dan atau 32 Jo Pasal 48 UU RI No.19 Tahun 2016 tentang perubahan UU No 11 Tahun 2008 tentang ITE, dengan ancaman hukumannya 8 tahun hingga 12 tahun penjara.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved