Komisi IX DPR Perintahkan Kementerian Kesehatan Bentuk Satgas Perihal Metode 'Cuci Otak' dr Terawan

"Komisi IX DPR RI mendesak kepada Kementerian Kesehatan RI untuk membentuk satuan tugas"

Kompas.Com
Ketua Komisi IX DPR, Dede Yusuf 

TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf menduga ada unsur politik terkait bocornya surat rekomendasi sanksi terhadap Kepala RSPAD Mayjen TNI Dr dr Terawan Agus Putranto.

Menurut Dede, mungkin saja ada pihak yang sengaja mengadu domba antara PB IDI dan TNI Angkatan Darat (TNI AD).

Kedua lembaga tersebut memang diketahui sebagai organisasi yang menaungi dua profesi Terawan, yakni dokter dan juga prajurit Angkatan Darat.

"Itu kan berawal dari bocornya surat ya kan, artinya apa? Mungkin ada niatan niatan mengadu antara kedua lembaga ini atau institusi ini, bisa saja politik" ujar Dede.

Politisi partai Demokrat itu pun mengimbau agar IDI kedepannya bisa menjaga kerahasiaan surat tersebut, jika memang isi dari surat itu memuat hal yang bersifat internal saja.

Baca: Ikatan Dokter Indonesia, Izinkan Dokter Terawan Buka Praktik Lagi

"Menurut kami, kalau belum selesai urusannya di dalam (organisasi IDI), jangan sampai bocor karena itu bagian dari proses internal," kata Dede.

Kendati demikian, ia menegaskan bahwa isi surat tersebut telah diketahui masyarakat luas dan menimbulkan keresahan.

Sehingga jangan salahkan Komisi IX, jika akhirnya merekomendasikan 3 hal kepada Kementerian Kesehatan RI, Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) dan tentunya IDI.

"Kita tidak akan menanggapi kalau tidak menjadi konsumsi publik, kalau sudah menjadi konsumsi publik, maka itulah tadi rekomendasi DPR," tegas Dede.

Ada tiga hal yang didesak Komisi IX agar segera dilakukan oleh Kementerian Kesehatan serta lembaga terkait.

Poin pertama adalah komisi yang membidangi tenaga kerja, transmigrasi, kependudukan dan kesehatan itu mendesak agar Kementerian Kesehatan membentuk Saruan Tugas (Satgas) bersama.

Baca: Amin Syam Bersyukur Saat Mendapat Kaki Palsu dari Menteri Sosial Idrus Marham

"Komisi IX DPR RI mendesak kepada Kementerian Kesehatan RI untuk membentuk satuan tugas bersama dengan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI)," papar Dede, dalam RDP tersebut.

Hal tersebut bertujuan untuk menilai layak atau tidaknya metode Digital Substraction Angiogram (DSA) yang digunakan Dokter Terawan dalam terapi cuci otaknya, sebagai metode terapetik.

Komisi IX pun memberikan waktu 45 hari bagi Kemenkes dan pihak terkait untuk membentuk satgas tersebut.

"Untuk melakukan penilaian teknologi kesehatan terhadap metode Digital Substraction Angiogram (DSA) sebagai metode terapetik, paling lambat 45 hari," jelas Dede.

Dede kemudian menyampaikan poin kedua, yakni Komisi IX DPR RI juga meminta agar Kemenkes, KKI, dan IDI untuk segera menyelesaikan permasalahan tentang DR dr Terawan Agus Putranto.

Selanjutnya, poin ketiga Komisi IX mendesak ketiga lembaga tersebut untuk menjelaskan metoda DSA tersebut kepada seluruh masyarakat.

Agar kelak tidak ada keresahan yang ditimbulkan mengacu pada polemik praktik Dokter Terawan yang terjadi saat ini.

"Komisi IX mendesak Kemenkes, bersama KKI dan IDI untuk bertanggungjawab memberikan penjelasan terkait keamanan metode DSA kepada masyarakat, agar dapat meredam keresahan," tutur Dede.

Bentuk Satgas

Dede Yusuf juga menyampaikan komisi yang dipimpinnya meminta agar Satuan Tugas (Satgas) bersama segera dibentuk Kementerian Kesehatan RI dengan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

Pembentukan satgas tersebut bertujuan untuk melakukan penilaian teknologi kesehatan terhadap metode Digital Substraction Angiogram (DSA) sebagai terapi terapetik.

Kemenkes pun menyanggupi permintaan tersebut dengan tenggat waktu selama 45 hari.

"Ya tenggatnya 45 hari, tadi mereka (Kementerian Kesehatan) minta waktu, dan satuan tugasnya terhitung hari ini," ujar Dede.

Menurut Dede, waktu lebih dari satu bulan itu bukan merupakan waktu yang lama. Ia menilai bahwa tidak mudah bagi siapapun untuk melakukan penelitian karena harus mengantongi cukup data dari berbagai sumber.

Baca: Pemilik Warung Jamu di Depok Coba Kelabuhi Polisi dengan Sembunyikan Miras di Kebun

"Nggak (terlalu lama), melakukan penelitian tentu tidak mudah, kan harus mendapatkan informasi-informasi baik dari pasien (dan dari sumber lainnya)," tegas Dede.

Oleh karena itu politisi Partai Demokrat itu pun menekankan putusan terkait hasil penilaian teknologi kesehatan tersebut tidak bisa diperoleh secara cepat.

"Jadi nggak bisa besok lah langsung diputuskan, nggak bisa," kata Dede.(Tribun Network/fit/wly)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved