ICW Singgung Konglomerat di Partai Baru, Jubir PSI Buka Suara: Mari Pakai Logika Bisnis
Koordinator Bidang Hukum ICW, Donal Fariz mengatakan ada campur tangan konglomerat di balik partai-partai baru, Dedek Prayudi buka suara.
Penulis: Rr Dewi Kartika H | Editor: Y Gustaman
Berikut kicauan lengkap Dedek Prayudi mengenai hal tersebut:
"Kalau yang dimaksud adalah ada konglomerat yang mengendalikan kami, atau ada konglomerat yang menitipkan kepentingannya melalui @psi_id, jawabannya adalah: TIDAK ADA.

Juru Bicara Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Dedek Prayudi jawab pertanyaan soal adanya konglomerat di balik partainya yang mengeluarkan uang banyak untuk menitipkan kepentingannya. (Twitter @Uki23)
Mari pakai logika bisnis, kalau memang ada konglomerat yang mau menitipkan kepentingannya, ngapain ke partai kecil, partai baru yang investment nya besar, risk nya juga besar. Kenapa konglomerat itu tidak titipkan kepentingannya ke Partai Besar yang sudah tinggal petik?
Kalau pertanyaannya apakah ada yang menyumbang ke @psi_id, ya ada. Mekanisme kami juga jelas dengan skema politik partisipatif. Mereka yang menyumbang ke kami, terlepas angka nya berapa, tidak dibedakan.
Skema politik partisipatif memberikan ruang bagi publik untuk menjadi bagian penting partai politik. Skema yang mirip digunakan juga di AS. Publik diberi ruang untuk bersuara dan mengawasi kebijakan partai. Skema ini justru menghindarkan @psi_id dari politik oligarki/dinasti," tulis Dedek Prayudi.
Sementara itu, dalam acara Mata Najwa bertajuk 'Transaksi Haram Politik' yang tayang di Trans7, Rabu (20/3/2019) malam, Donal menyampaikan, ada beberapa kelas politik di internal partai.
"Yang cenderung menerima agenda reform kepada partai adalah yang menengah kebawah. Kenapa mau? Kami coba berpikir, barangkali dia mau naik kelas menjadi elite," kata Donal.
• Foto Barunya Tuai Perhatian hingga Dikomentari Ridwan Kamil, Ariel Noah Bahas Ketampanan Warga Jabar
• Mahfud MD Temukan Kejanggalan di Kemenag, Beberkan Pesannya yang Tak Dilaksanakan Menteri Lukman
Donal menyebutkan, elite sendiri cenderung resisten.
"Karena begini, kalau kita lihat pasca reformasi atau setidaknya zaman multipartai di Indonesia, partai baru cenderung dilahirkan oleh Konglomerat, dan cenderung sudah keluar banyak uang untuk itu. Dan pasti agenda reformasi itu sulit dilakukan," tandas dia. (*)