Jokowi Kini Pertimbangkan Terbitkan Perppu KPK, Mahfud MD Bilang Keadaan Sekarang Sudah Genting
"Akan kami kalkulasi, kami hitung, pertimbangkan, terutama dalam sisi politiknya," ujar Jokowi.
Penulis: Erik Sinaga 2 | Editor: Erik Sinaga
Saat itu merupakan hari pertama aksi demonstrasi mahasiswa di beberapa titik di Indonesia, termasuk di depan Gedung DPR/MPR, Jakarta.
Kemudian, aksi mahasiswa dari Senin hingga Selasa (24/9/2019) yang berujung ricuh dan menimbulkan korban luka pun tak menggoyang keputusan Jokowi.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly memastikan Jokowi tetap menolak mengeluarkan perppu.
Presiden, kata Yasonna, meminta penolak UU KPK untuk mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi.
"Kan sudah saya bilang, sudah Presiden bilang, gunakan mekanisme konstitusional. Lewat MK dong. Masa kita main paksa-paksa, sudahlah," kata Yasonna di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (25/9/2019).
UU KPK hasil revisi diprotes karena dinilai mengandung banyak pasal yang dapat melemahkan kerja KPK. Misalnya KPK yang berstatus lembaga negara dan pegawai KPK yang berstatus ASN dapat mengganggu independensi.
Dibentuknya Dewan Pengawas KPK dan penyadapan harus seizin dewan pengawas juga bisa mengganggu penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan KPK.
Kewenangan KPK untuk bisa menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dalam jangka waktu dua tahun juga dinilai bisa membuat KPK kesulitan menangani kasus besar dan kompleks.
Mahfud MD: Perppu KPK bersifat genting

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menilai Presiden Joko Widodo bisa segera menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) untuk membatalkan UU KPK hasil revisi.
Mahfud menyebut aksi unjuk rasa menolak UU KPK yang dilakukan mahasiswa di berbagai daerah sudah memunculkan keadaan kegentingan yang memaksa sebagai syarat penerbitan Perppu.
"Kan memang sudah agak genting sekarang," kata Mahfud usai bertemu Presiden Jokowi bersama sejumlah tokoh, di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (26/9/2019).
Mahfud juga menegaskan bahwa keadaan genting dan memaksa sebagai syarat penerbitan Perppu adalah subyektif dari Presiden untuk menafsirkannya.
Jika melihat situasi saat ini sebagai kondisi yang genting dan memaksa, artinya Presiden memiliki dasar kuat untuk menerbitkan Perppu.
"Itu hak subyektif Presiden bisa juga, tidak bisa diukur dari apa genting itu, presiden menyatakan 'keadaan masyarakat dan negara seperti ini, saya harus ambil tindakan', itu bisa dan sudah biasa dan tidak ada dipersoalkan itu," kata Mahfud.
• Meninggal Saat Kerusuhan di Wamena, Ini Kisah Dokter Soeko yang Bertugas di Pedalaman Papua
• Pascapenutupan Pabrik Arang Cilincing, Puluhan Pekerja Enggan Ikut Pelatihan dari Pemerintah
• Kemarau Panjang, Anies Baswedan Terjunkan 1.162 Personel Satgas Air Bersih di DKI