Istri Bekerja dan Suami Menganggur Selama Pandemi Covid-19 Picu Angka Perceraian Tinggi di Cianjur

Data di Pengadilan Agama Cianjur mencatat, jumlah kasus perceraian yang masuk dan ditangani sepanjang Juni sebanyak 788 perkara.

Ilustrasi perceraian.(Thinkstock) 

“Terutama dari cerai gugat, berawal karena istri merasa nafkah yang dikasih suaminya kurang, tidak cukup, atau suaminya sama sekali tidak menafkahi. Bahkan, kelebihan harta juga bisa memicu perselingkuhan,” terang dia.

Selain ekonomi, faktor moralitas atau akhlak juga cukup tinggi menjadi penyebab gugatan cerai.

“Suami yang berselingkuh atau sebaliknya, dan beberapa kasus berujung pada terjadinya kekerasan dalam rumah tangga,” ujar Asep.

Dijelaskan, beberapa perkara yang ditanganinya, bibit perceraian dimulai saat istri memutuskan bekerja karena suami menganggur atau malas bekerja sehingga nafkah yang diberikan kepada istri dinilai kecil.

“Namun, seiring berjalannya waktu, sang istri merasa dieksploitasi tenaganya oleh suami. Sehingga memicu pertengkaran rumah tangga,” katanya.

Soal istri bekerja

Selain itu, keberadaan istri yang bekerja di luar rumah juga turut memicu terjadinya praktek perselingkuhan.

“Kendati suami yang berselingkuh masih lebih tinggi dibanding perselingkuhan yang dilakukan perempuan atau istri,” sebut Asep.

Rentannya perceraian akibat kondisi ekonomi dan perselingkuhan ini, menurutnya lebih karena faktor moralitas atau akhlak serta mentalitas kedua pasangan.

"Di sinilah kemudian perlunya saling memahami tugas dan kewajiban masing-masing. Respek terhadap pasangan juga sangat penting," ucapnya.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ada 2.000 Kasus Perceraian di Cianjur, Salah Satu Pemicunya karena Istri Bekerja"

Penulis : Kontributor Cianjur, Firman Taufiqurrahman

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved