Sisi Lain Metropolitan
Cerita Anak Pinggir Rel Kereta Manggarai, Hidup Keterbatasan: Ponsel Dijual, 2 Bulan Tak Sekolah
Warga pinggir rel kereta Manggarai - Bekasi hidup penuh keterbatasan. Pendidikan pun terabaikan ketika urusan perut belum terpenuhi.
Penulis: Satrio Sarwo Trengginas | Editor: Wahyu Septiana
Dapur pun tak ada. Sa'anih mengaku jarang masak. Bila lapar, ia membeli makanan untuk anak-anaknya di warung.
Sehari-hari, Sa'anih dan keempat anaknya jarang keluar. Biasanya ia keluar bila anaknya ingin bermain odong-odong di jalan.
"Sehari-harinya udah, gitu aja," katanya.
Saat berbincang dengan Sa'anih, Waluyo (41), sang suami yang terpaut usia cukup jauh dengannya, muncul dari bawah rel.
Pria berambut gondrong itu baru pulang usai bekerja membetulkan bangunan di kawasan Manggarai.
Sembari merokok, ia menemui istri dan keempat anaknya kemudian duduk di atas bebatuan kerikil.
Baca juga: Cerita Waluyo Hidup di Pinggir Rel Manggarai: Kepala Anaknya Pernah Terbentur Bemper Kereta
Waluyo mengatakan keluarga mereka tak dapat bantuan sosial dari pemerintah selama pandemi Covid-19.
"Enggak dapat, kan KTP-nya Jawa, paling dari orang-orang panti atau yayasan yang suka datang. Dulu sering seminggu ada tiga kali, sekarang udah enggak ada semenjak digusur," lanjutnya.
Di tengah kehidupan yang serba sederhana itu, Waluyo tak menaruh harapan lebih kepada pemerintah. Sebab, ia sendiri juga tak tahu. Orang pinggiran seperti dirinya lebih sering diasingkan.
Bahkan, tinggal menunggu waktu saja keluarganya akan kembali tergusur dari pinggir rel ini.
Namun, bila ada orang yang memberi modal, Waluyo ingin coba merintis usaha dagang nasi goreng. Sebab, ia memiliki pengalaman berdagang nasi goreng.
Istrinya pun menilai nasi goreng buatan Waluyo boleh dicoba.
"Dia kalau buat nasi goreng enak," ujar Sa'anih memuji suaminya itu.