Ramadan Story
Masa Kecil Benyamin Davnie saat Ramadan, Berendam saat Puasa Hingga Main Petasan Meledak di Telinga
Benyamin Davnie menceritakan masa kecilnya saat belajar berpuasa Ramadan. Ia mempunyai banyak cerita seru dan menarik ketika belajar berpuasa
Penulis: Jaisy Rahman Tohir | Editor: Wahyu Septiana
Laporan Wartawan TribunJakarta.com Jaisy Rahman Tohir
TRIBUNJAKARTA.COM, CIPUTAT - Ramadan selalu menjadi cerita tersendiri bagi anak-anak.
Belajar menahan lapar dan haus kala berpuasa menjadi bagian yang tak terlupakan.
Hal itu pula yang dirasakan Wakil Wali Kota Tangerang Selatan (Tangsel) Benyamin Davnie.
Pria yang sudah menginjak usia 62 tahun itu, kembali ke tahun 1970-an menceritakan masa kecilnya saat belajar berpuasa kepada TribunJakarta.com.
Sambil duduk santai di ruang tamu VIP Kantor Pemkot Tangsel, Jalan Maruga, Ciputat, Tangsel, Jumat (16/4/2021), Benyamin mengingat-ingat kala dirinya masih duduk di bangku sekolah dasar.

Belajar Puasa
Benyamin kecil sudah dibiasakan oleh kedua orang tuanya untuk berpuasa, meskipun dimulai dari setengah hari.
Baca juga: Duka Jelang Buka Puasa, Eman Ikuti Bercak Darah di Ladang Malah Temukan Adiknya Sudah Jadi Mayat
Baca juga: Geng Motor Serang Warga di Jagakarsa, 1 Orang Terkena Luka Bacok
Baca juga: Marko Simic Bersitegang dengan Andritany, Pelatih Persija Ungkap Masalah di Lapangan: Itu Hal Biasa
Namun, meski diberi kelonggaran sampai siang hari, Ben, sapaan karibnya, ingin bisa puasa penuh sampai Magrib seperti kedua orang tuanya.
"Ibu saya sama bapak saya waktu SD ya, sekitar tahun 70an kaya gitu, puasa, semua anaknya, puasa, tapi setengah hari saja. Saya berusaha untuk full sampai sore," kata Ben.
Laiknya orang yang berpuasa, ujian selalu datang siang hari saat matahari tepat di ujung kepala dan teriknya memancing dahaga.
Ben yang masih sangat lincah saat itu, tak kuat menahan panas matahari dalam keadaan berpuasa.
Tak hilang akal, Ben berendam di bak sampai satu jam lebih demi menghilangkan haus dan membuat tubuhnya tetap sejuk saat siang hari.
"Saya ingat betul pulang siang itu ngerendam di bak mandi, dingin gitu. Lagi panas kaya gini berendem saja, sampai sejam dua jam, baru sama ibu saya, 'ayu naik sudah', nah baru," tutur Ben.
Cara berendam itu yang kemudan membuat Ben mampu berpuasa penuh selama satu bulan Ramadan.
"Tapi Alhamdulillah saya kuat sampai sore, kecil kelas 3 SD saya mulai full," ujarnya.
Baca juga: Ganti Ban Mobil di SPBU, Tris Ditanya Pemotor, Tak Sadar Uang Rp 500 Juta Dibawa Kabur
Ben menjelaskan lebih lanjut, berendam di bak itu bukan tanpa alasan.
Sepulang sekolah, sekira pukul 11.00 WIB, Ben kecil selalu aktif beraktivitas di luar rumah, dari mulai mencari ikan, bermain layangan sampai menggembala kambing.
Kondisi pakaian yang kotor setelah beraktivitas itu yang membuat Ben sering berendam siang hari.
"Tapi memang ada sebabnya, di depan rumah saya dulu itu sawah, nah saya pulang sekolah, saya ingat betul, ke sawah dulu nangkap lele, baju dibuka. Jadi lele yang saya tangkap dibungkus pakai baju kasih ke ibu saya digoreng, sayanya berendem."
"Kan enak tuh siang-siang gini berendem di bak cucian, kecil, setiap hari. Kalau enggak nangkep lele saya main layangan, kalau enggak main layangan saya ngangon kambing punya kakek saya," papar Ben sambil tertawa kecil.
Selain berendam di bak, Benyamin juga merindukan masa tarawih kala suasana masih sangat sepi dan gelap.
Tarawih Gelap
Pada masa Ben kecil, Kota Tangerang, kampungnya, belum seramai sekarang.
Masih banyak pohon tinggi dan jarak antar rumah masih jauh, temasuk jarak ke masjid.
Setiap setelah berbuka puasa, Ben berangkat ke masjid bersama teman-teman dengan suasana yang gelap dan rimbun.
Baca juga: Geng Motor Serang Warga di Jagakarsa, 1 Orang Terkena Luka Bacok
"Rumah saya itu kan di Jalan Perwira itu ya gelap lah ya, jadi tarawih habis salat Magrib, buka segala rupa, jauh itu jalannya dari rumah ke masjid dan gelap sekali. Tapi saya enggak sendiri, sama tetangga yang sepantaran. Enggak ramai sih, tapi seru saja tarawihnya. Jadi pembiasaan," kata Ben.
Jika tidak ke masjid, Ben salat tarawih di rumah bersama keluarga.
"Kalau enggak, tarawih di rumah dipimpin bapak saya," pungkasnya.
Main Petasan
Selain perkara ibadah, Ben kecil juga aktif bermain dengan anak-anak lainnya.
Bulan Ramadan, permainan yang sering dilakukan Ben adalah lodong dan petasan.
Lodong yang dimaksud Ben adalah, semacam meriam terbuat dari bambu yang bahan ledakannya dari karbit yang dipicu api.

"Kalau kecil itu suka main lodong, bom lodong, dari bambu pakai karbit ya, dum dum," cerita Ben.
Soal petasan yang paling sulit dilupakan Ben. Ia menceritakan, pernah membakar petasan tapi meledak di telinga.
Hal itu lantaran Ben gugup ketika temannya melempar petasan ukuran besar.
Ia justru melemparkan korek api dan petasannya didekap ke telinga.
"Terus saya main petasan. Saya masih ingat main petasan yang segede cabe rawit itu korek apinya saya buang, petasannya saya dekap di kuping, meledak di kuping. Inget benar itu saya, nangis kejar," ujar Benyamin sambil menirukan menutup telinga.
"Sama ibu saya diketawain saja sama bapak saya diketawain saja. Dibiarin saja tuh, enggak dimarahin enggak diomelin biar tahu diri saja sendiri," tambahnya.
Baca juga: Marko Simic Bersitegang dengan Andritany, Pelatih Persija Ungkap Masalah di Lapangan: Itu Hal Biasa
Kini, Ben, sudah tidak lagi berendam, gelap-gelapan berangkat tarawih dan bermain petasan.
Ben yang kini seorang kepala daerah dan sudah melewati berbagai jabatan birokrat itu menjalani puasa untuk kontemplasi diri.
Namun kenangan masa kecil selalu menarik dan menggelitik.