Sisi Lain Metropolitan

Menguak Kisah Horor dari Penghuni Rumah Tua Abad ke-19 di Senen: Pernah Bertemu Sosok Ini di Genteng

Di tengah perkembangan kota Jakarta yang kian berkembang, rumah tua sejak zaman Belanda ini masih bertahan.

Satrio Sarwo Trengginas/TribunJakarta.com
Kartini (baju abu-abu) saat ditemui TribunJakarta.com di rumah antiknya di kawasan Senen, Jakarta Pusat pada Kamis (9/6/2022). 

Di ruangan bagian dalam, Kartini juga membuka dua kamar kosan.

Rumah yang diduga abad ke-19 di Jalan Abdul Rahman Saleh, Senen, Jakarta Pusat pada Kamis (9/6/2022).
Rumah yang diduga abad ke-19 di Jalan Abdul Rahman Saleh, Senen, Jakarta Pusat pada Kamis (9/6/2022). (Satrio Sarwo Trengginas/TribunJakarta.com)

Sementara genteng di atap rumahnya sebagian besar sudah diganti dengan seng. 

"Kanopi ruangan masih asli, tapi sudah mulai keropos pas saya sudah setua ini," katanya. 

Ornamen kusen di rumah Herni juga ditemui lantai atas ini. 

Daun jendela dan pintu masuk rumah Kartini juga berukuran panjang. 

"Ini pintunya zaman dulu, ukiran kusennya juga. Daun jendela masih dulu, ini jati besi," ceritanya. 

Belum Jadi Cagar Budaya

Meski rumah tua itu hingga kini masih berdiri. 

Namun, sang pemilik rumah nyatanya hanya bisa merawat seadanya saja. 

Arkeolog senior sekaligus salah satu Tim Survey Cagar Budaya Pemprov DKI Jakarta, Chandrian Attahiyat mengatakan rumah klasik itu sudah banyak yang berubah. 

Sebenarnya, sisi kiri, kanan dan depan rumah itu aslinya ada serambi. Namun, kini semua sisi itu telah tertutup oleh bangunan. 

Tangga kayu jati menuju tempat tinggal Kartini di lantai satu seharusnya terlihat dari luar. 

Hernie (baju merah) saat ditemui di rumahnya di bagian bawah rumah antik di kawasan Senen, Jakarta Pusat pada Kamis (9/6/2022).
Hernie (baju merah) saat ditemui di rumahnya di bagian bawah rumah antik di kawasan Senen, Jakarta Pusat pada Kamis (9/6/2022). (Satrio Sarwo Trengginas/TribunJakarta.com)

"Kalau kita hidup pada saat itu, kita bisa jalan kaki dan bisa melihatnya (tangga itu). Bagian bawah rumah itu seharusnya teras," ceritanya. 

Timnya masih melakukan survey dan pengumpulan data-data terkait sejarah rumah itu. 

Chandrian masih belum mengetahui pemilik dari rumah klasik tersebut. 

"Ini belum tahu persis karena data-datanya masih belum terkumpul. Pemiliknya kita belum tahu juga karena masing-masing petak (5 petak) itu punya cerita masing-masing sesuai versi mereka," tambahnya. 

Chandrian berharap pengumpulan data terkait sejarah rumah itu bisa segera rampung. 

Namun, lanjutnya, terlepas dari siapa pemiliknya, ia berharap rumah itu bisa segera ditetapkan sebagai cagar budaya. 

"Bagi kami yang penting bangunan itu tetap eksis dan lestari," pungkasnya. 
 

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved