Partai Garuda Singgung Maling Teriak Maling Soal Presidential Threshold
Wakil Ketua Umum Garuda Teddy Gusnaidi berkomentar mengenai presidential threshold (PT) telah diputuskan MK. Ia menyinggung pihak yang tolak PT.
Yusril menyebut partainya dalam Pemilu 2019 meraih suara sebanyak 1.099.849 (satu juta sembilan puluh sembilan ribu delapan ratus empat puluh sembilan) atau sebesar 0,79 persen (nol koma tujuh puluh sembilan persen) dari total suara yang telah ditetapkan KPU.
Menurut Yusril, meski tak memenuhi syarat perolehan suara di parlemen, partainya memiliki hak untuk mengajukan calon presiden.
Hal itu sesuai Pasal 6A ayat (2) UUD 1945.
Namun, hak tersebut kini dibatasi karena Pasal 222 UU Pemilu.
Menurut pihaknya, Pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan prinsip negara hukum agar presiden dipilih langsung oleh rakyat, dan pemilu yang periodik sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (3), Pasal 6A ayat (1), dan Pasal 22E ayat (1) UUD 1945.
Karena itu, ia menuntut Pasal 222 harus dihapus untuk membuka ruang lebih lebar bagi arus perubahan sesuai dengan dinamika dan aspirasi masyarakat.
"Berdasarkan argumentasi di atas, maka jelas terlihat bahwa keberlakuan Pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 6A ayat (1) dan Pasal 22E ayat (1) UUD 1945," kata pemohon.
Menurut pemohon, Pasal 222 lebih condong ke status quo yang tidak demokratis ketimbang kepada arus perubahan yang reformis.
Pasal 222 lebih menguntungkan parpol lama-terlebih dengan syarat hasil pemilu 5 tahun sebelumnya, dan akibatnya akan cenderung mempertahankan kekuasaan lama dan menutup peluang perubahan (reformasi).
"Padahal kekuasaan yang cenderung bertahan lama tetap akan cenderung koruptif, dan karenanya membutuhkan pembaharuan," tegas pemohon.
Karena itu, pasal 222 harus dihilangkan untuk membuka ruang lebih lebar bagi arus perubahan sesuai dengan dinamika dan aspirasi rakyat pemilih, yang lebih sesuai dengan esensi pemilihan presiden langsung oleh rakyat sebagaimana diamanatkan pasal 6A UUD 1945, dan pemilu yang periodik sebagaimana diatur dalam Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi sebagai berikut: Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.
"Menyatakan Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat," kata Pemohon demikian dikutip dari berkas gugatan.