Pembunuhan Sopir Taksi Online
Modus Anggota Densus 88 Bunuh Sopir Taksi Online di Depok: Pesan Offline hingga Ngaku Tak Punya Uang
Keluarga sopir taksi online berinisial SRT yang tewas dibunuh di Cimanggis, Depok, mengungkap modus anggota Densus 88 saat membunuh korbannya.
Penulis: Annas Furqon Hakim | Editor: Ferdinand Waskita Suryacahya
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Annas Furqon Hakim
TRIBUNJAKARTA.COM, KEBAYORAN BARU - Keluarga sopir taksi online berinisial SRT yang tewas dibunuh di Cimanggis, Depok, Jawa Barat, mengungkap modus pelaku saat menghabisi nyawa korban.
Saat ini, jajaran Subdit Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya telah menangkap pelaku yang merupakan anggota Densus 88 berinisial Bripda HS.
Adapun peristiwa pembunuhan itu terjadi pada Senin (23/1/2023) sekitar pukul 04.20 WIB.
Kuasa hukum keluarga korban, Jundri R Betutu, menduga pelaku sudah merencanakan pembunuhan ini sejak Jumat (20/3/2023).
"Jadi informasi yang kami peroleh bahwa pelaku ini memang sudah mempersiapkan mulai dari hari Jumat dia sudah mengintai. Kemudian baru lah klien kami ini kemudian sudah ditakdirkan oleh Tuhan sehingga umurnya hanya di situ, begitu," kata Jundri di Polda Metro Jaya, Selasa (7/2/2023).
Baca juga: Sopir Taksi Online di Depok Ternyata Dibunuh Anggota Densus 88, Polisi: Anggota Bermasalah
Motifnya, jelas Jundri, pelaku ingin merampas mobil korban.
"Motifnya yang pasti bahwa berdasarkan informasi penyidik disampaikan motifnya memang niat untuk mencuri kendaraan," ucap dia.
Berdasarkan analisa Jundri, pelaku mulanya memesan taksi online dari kawasan Semanggi, Jakarta Selatan, tanpa menggunakan aplikasi.

"Nah kemudian memang dia tidak mempunyai uang. Si pelaku ini memang sudah menyampaikan 'bang saya tidak punya uang, antarkan saya ke tempat tujuan'. Kira-kira begitu," ungkap dia.
Ia menyebut korban dikenal sebagai pribadi yang baik sehingga mau mengantarkan pelaku ke tempat tujuan meski mengaku tak memiliki uang.
"Ya sudah diantar lah begitu. Tapi ternyata itu hanyalah modus untuk menghilangkan jejak dia," ungkap Jundri.
Keluarga korban, sambung Jundri, merasa keberatan saat mengetahui penyidik Polda Metro Jaya tidak memasukkan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana.
"Oleh karena itu, kami keberatan dengan pasal-pasal yang diajukan oleh penyidik. Ada 3 pasal yang diajukan penyidik. Pertama adalah pasal pembunuhan biasa 338, kemudian Pasal 351 ayat 3 yaitu penganiyaan yang menyebabkan meninggalnya seseorang. Nah yang ketiga Pasal 365, pencurian yang menyebabkan meninggalnya seseorang," ujar dia.
Ia pun meminta meminta penyidik menyertakan Pasal 339 dan 340 KUHP yang ancaman hukumannya penjara seumur hidup atau 20 tahun penjara.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.