DPO Kasus Vina Cirebon Ditangkap

Hotman Paris Sentil Konten Vina di Youtube Dedi Mulyadi: Tak Ada Gunanya, Kecuali Jokowi Berkehendak

Pekatnya kabut misteri masih menyelimuti jalan menuju keadilan dalam kasus Vina. 

|
Istimewa
Hotman Paris, Jokowi dan Dedi Mulyadi 

TRIBUNJAKARTA.COM - Pekatnya kabut misteri masih menyelimuti jalan menuju keadilan dalam kasus Vina

Kasus yang sudah terjadi 8 tahun silam tersebut justru semakin kusut.

Banyak kejanggalan yang kini belum juga terungkap. 

Dedi Mulyadi, Politikus Gerindra dan eks Bupati Purwakarta, belakangan turun ke lapangan untuk membantu mengungkap kasus pembunuhan sadis sepasang kekasih itu. 

Dedi blusukan menanyai para saksi untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.

Para saksi maupun keluarga para terpidana diundang Dedi ke rumahnya untuk menceritakan kesaksian yang dialaminya. 

Namun, upaya Dedi Mulyadi dinilai hanya akan menemui jalan buntu. 

Jalan menuju kebenaran tak akan sampai jika Presiden RI, Joko Widodo, tak berkehendak. 

Kasus ini tak akan terbongkar jika Jokowi tak mengambil tindakan lebih jauh, bukan sekadar memberikan arahan kepada Kapolri. 

"Seluruh TikTok bu Widia, Youtube Dedi Mulyadi itu semua enggak ada gunanya lagi, karena nobody knows apa sebenarnya yang terjadi. Dan hanya bisa terbongkar kalau benar-benar Pak Jokowi mau keadilannya terbongkar, satu-satunya adalah bentuk tim pencari fakta," ujar Hotman Paris dilansir dari Youtube Cumi-cumi yang tayang pada Rabu (20/6/2024). 

Hotman melihat, pihak kepolisian, dalam hal ini Polda Jabar, hanya mau menyeret Pegi Setiawan ke meja hijau untuk divonis bersalah. 

Setelah Pegi divonis dan dijebloskan ke dalam bui, pihak kepolisian akan menutup kasus tersebut sebab dua DPO sudah dianggap fiktif. 

Hotman tidak melihat adanya ambisi lain dari pihak kepolisian untuk membongkar apa yang sebenarnya terjadi.

"Jadi penyidikan yang sekarang akan membuat rakyat kecewa karena tidak dapat apa yang sebenarnya terjadi, misterinya tidak akan terbongkar," tambahnya. 

Ia pun menyebut kunci dari terurainya simpul-simpul kasus tersebut yaitu memeriksa Iptu Rudiana dan seluruh para penyidik yang menangani kasus ini di tahun 2016. 

Hasil pemeriksaan tersebut juga harus dibuka secara transparan. 

Jika tidak, misteri dari kasus pembunuhan Vina dan Eky selamanya tidak akan pernah terbongkar. 

"Propam (Profesi dan Pengamanan) itu kan bagian dari kepolisian, kalau kepolisian tidak mau membongkar kejadian 2016, sudah begitu lama rakyat protes mana hasil pemeriksaan atas penyidik tahun 2016 jangan hanya pak Rudiana yang diperiksa, ini harus penguasa tertinggi di negeri ini (yang turun tangan)," pungkasnya. 

Polri seakan menutup-nutupi

Sebuah gelagat mencurigakan terlihat dari Polri terhadap penanganan kasus pembunuhan Vina dan Eky. 

Ada indikasi bahwa Polri terkesan menutup-nutupi.

Padahal, Presiden Joko Widodo sudah buka suara agar kasus tersebut diungkap secara terang benderang.

Pakar Psikologi Forensik, Reza Indragiri menilai ada gelagat Polri yang terkesan defensif terhadap kasus ini. 

Hal itu terlihat ketika ada resistensi dari pihak Polri. 

"Diksi dan gesture Polri masih defensif, resistance (menentang) terhadap pentingnya dilakukan eksaminasi dari hulu. Kemudian diksinya tadi saya mengatakan bahkan Humas Polda Jabar mengatakan bahwa ini (keputusan) sudah inkracht," ujar Reza Indragiri seperti dilansir dari Nusantara TV yang tayang pada Senin (18/6/2024). 

Kecurigaan yang muncul tak hanya itu saja. 

Polri melihat adanya kejanggalan dalam pemeriksaan Iptu Rudiana oleh bagian Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri. 

Hasil dari pemeriksaan tersebut tak dipublikasikan kepada masyarakat. 

"Mabes Polri sudah mengirim Propam untuk melakukan pemeriksaan terhadap Iptu Rudiana. Apa hasil pemeriksaan itu? Kita tidak tahu," katanya. 

Padahal, Jokowi sudah memerintahkan bahwa kasus ini diungkap secara transparan. 

Namun, Reza melihat gelagat Polri, dalam hal ini Propam, setelah memeriksa Iptu Rudiana belum benar-benar transparan. 

Lapor Iptu Rudiana

Reza Indragiri memberikan saran untuk dipertimbangkan kepada sejumlah kuasa hukum para terpidana kasus Vina dan Eky untuk melaporkan Iptu Rudiana ke polisi. 

Hal ini untuk "memaksa" Iptu Rudiana dan Polri agar buka suara tentang hasil pemeriksaan Propam. 

"Maka patut dipertimbangkan untuk mempolisikan Rudiana dengan Pasal 220 KUHP. Intinya adalah mengatakan seseorang yang membuat laporan tentang suatu perbuatan yang dapat dihukum. Padahal dia tahu peristiwa itu tidak ada maka itu dia dipidana," terangnya. 

Reza Indragiri menduga peran dari Rudiana berhasil diungkap oleh Propam. 

Sayangnya, peran itu tak dipublikasikan oleh propam ke masyarakat. 

Dari hasil komunikasi bersama sejumlah kuasa hukum tersebut, salah satu kuasa hukum terpidana, Farhat Abbas, telah melaporkan Iptu Rudiana ke polisi. 

"Ternyata tadi sore saya menerima kabar, bahwa salah satu nama-nama yang saya sebutkan tadi betul membuat laporan dengan menggunakan Pasal 220 KUHP. Farhat Abbas, kita liat nanti perjalanannya seperti apa," pungkasnya. 

Kapolri kurang greget

Kasus pembunuhan Vina dan Eky yang masih menjadi perbincangan hangat sampai mendapatkan atensi dari Presiden RI, Joko Widodo hingga Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna Laoly.  

Kendati demikian, Eks Kabareskrim Polri, Komjen Pol (Purn) Susno Duadji menilai Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo masih kurang 'greget' dalam menangani kasus tersebut. 

"Ini saatnya Kapolri lebih serius lagi men-take over. Saya lihat sudah serius, tapi gregetnya masih kurang," ujar Susno dalam acara Kompas Malam di Kompas TV pada Kamis (14/6/2024). 

Susno Duadji melanjutkan meski tim eksaminasi dan tim Propam telah mengusut kembali kasus tersebut, tetapi sesampai saat ini pihak kepolisian masih belum memiliki cukup bukti kuat untuk menetapkan Pegi Setiawan sebagai tersangka. 

Menurutnya, Polri semestinya gerak cepat melakukan penangguhan sementara atau menemukan alat bukti yang kuat. 

Namun, penangguhan sementara itu sepertinya tak akan dilakukan pihak kepolisian. 

Padahal, dasar penahanan Pegi Setiawan yang diumumkan ke publik baru keterangan saksi. 

"Tapi kita lihat, apa ke depannya? Kita ke depannya sampai ada praperadilan gitu. Nah, praperadilan itu tidak akan timbul kalau Polri mungkin terbuka kepada publik menyatakan bahwa kasus ini, cukup bukti atau minimal telah didapatkan 2 alat bukti yang sah," jelasnya. 

Ia mencontohkan alat bukti berupa saksi dalam kasus ini masih sangat lemah. Kesaksian saksi-saksi itu pun saling bertentangan. 

Bahkan ada saksi yang mencabut hingga mengubah keterangan mereka yang diberikan pada tahun 2016. 

Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel https://whatsapp.com/channel/0029VaS7FULG8l5BWvKXDa0f Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved