DPO Kasus Vina Cirebon Ditangkap

2 Sahabat Vina Patahkan Kronologi Versi Polisi, Pengacara Eks Prajuruit Prabowo Siap Bela

Dua sahabat almarhum Vina, Mega Lestari dan Widia Sari mengungkap keterangan yang mematahkan kronologi tewasnya Vina versi polisi.

|

TRIBUNJAKARTA.COM - Dua sahabat almarhum Vina, Mega Lestari dan Widia Sari mengungkap keterangan yang mematahkan kronologi tewasnya Vina versi berita acara acara pemeriksaan (BAP) yang dilakukan polisi.

Mega dan Widia mengungkap chat terakhirnya dengan Vina pada malam maut 27 Agustus 2016 silam.

Kesaksian yang tidak pernah didengar di pengadilan itupun bersambut.

Seorang pengacara yang dulunya mantan prajurit Presiden terpilih semasa bertugas di Kopassus, Prabowo Subianto, siap membela keduanya.

Kronologi Terpatahkan

Diketahui dalam BAP, pada 27 Agustus 2016 sekitar pukul 21.00 WIB, Vina, Eky, dan Liga Akbar melintasi Jalan Perjuangan Kota Cirebon, Jawa Barat.

Sesampainya di depan SMP Negeri 11 Cirebon yang berada di Jalan Perjuangan Majasem (Jalan Saladara), 11 pemuda sudah menunggu mereka.

Kesebelas orang itu tertulis dalam BAP saksi, sebagai Hadi Saputra, Eka Sandy, Jaya, Supriyanto, Sudirman, Eko Ramadani, Rivaldi Aditya, Saka Tatal, Andi, Dani, dan Pegi alias Perong.

Sebelas orang tersebut melempari Eky, Vina, dan Liga dengan batu, tapi ketiganya terus melaju.

lihat fotoOtto Hasibuan Sampai Terpaku, Heran Tahu Aep Sempat Muncul Dikawal 3 Pria Gondrong dari Cerita Dedi Mulyadi.
Otto Hasibuan Sampai Terpaku, Heran Tahu Aep Sempat Muncul Dikawal 3 Pria Gondrong dari Cerita Dedi Mulyadi.

Mereka mengejar Eky dan Vina dengan 4 motor hingga terjadi pemerkosaan dan pembunuhan.

Lalu pukul 22.30 WIB, Eky ditemukan tewas sedangkan Vina terluka parah di Flyover Talun.

Kemudian ada warga yang melapor ke Polsek Talun, dan saat dua petugas piket mendatangi lokasi kejadian, sudah banyak warga mengerubungi mereka.

Delapan tahun berlalu, dua sahabat Vina, Mega Lestari dan Widia Sari akhirnya buka suara ke media.

Keterangan mereka mematahkan kronologi tewasnya Vina dan Eky versi polisi.

Hadir sebagai narasumber di YouTube Diskursus Net, Widia dan Mega bercerita tentang detik-detik Vina dan Eky ditemukan tewas.

Dua wanita asal Cirebon itu rupanya adalah orang terakhir yang berkomunikasi dengan Vina.

Sebab di tanggal 27 Agustus 2016 itu, Mega dan Widia sempat menjemput Vina di rumahnya di Desa Samadikun, Kecamatan Kejaksan, Kota Cirebon, Jawa Barat.

"Sabtu jam 12.30 kurang, si Mega ada di rumah saya karena menginap. Vina menghubungi saya lewat BBM 'jemput sih'," kata Widi.

Setelah diminta menjemput, Widia dan Mega pun menjemput Vina dan kembali ke rumah Widi sekira pukul 14.15.

Selanjutnya pukul 15.30 Wib, Mega mengantar Vina ke kontrakan kakaknya, Marliyana.

Hal tersebut dilakukan Mega karena Vina memaksa minta diantar ke kontrakan kakaknya.

Sekira jam 17.00 Wib, Mega yang hendak kembali ke rumah Widia bersama Vina pun mendadak berhenti di pinggir jalan.

Saat itu motor Mega dicegat oleh Eky yang memberikan kode agar Vina mau mengobrol dengannya.

"Sampai By Pass Vina nepuk aku, 'mak berhenti, itu ada Eky'. Di sekitaran Mie Gacoan sekarang mah, dipalang sama Eky. (Vina) turun. Mereka ngobrol agak lama, mereka debat," pungkas Mega.

Setelah itu, Vina memutuskan untuk pergi ke rumah Widia bersama Eky, sementara Mega kembali ke rumah Widia seorang diri.

Singkat cerita, Vina pun minta izin ke Widia untuk pergi bersama Eky.

Saat itu Widia berpesan agar Vina kembali ke rumah Widi paling malam pukul 22.00 WIB.

Sekitar pukul 22.00 WIB, Vina mengirim pesan singkat kepada Widia mengajak sahabatnya tersebut untuk bermain.

Lalu sekitar pukul 22.05 WIB dan 22.15 WIB, Vina menelepon Widia.

Kala itu, Widia mengaku mendengar suara Vina tertawa.

"22.00 almarhum Vina SMS (tanya Widi) 'Kamu di mana, mau ikut main gak?'. Saya SMS 'enggak ah kamu aja, nanti saya dimarahin papa saya'. Lima menit kemudian Vina telepon, dia lagi di (antara) gerombolan ketawa haha gitu bilang lagi di Sumber," ungkap Widi.

"22.15 - 22.18 an (terakhir teleponan dengan Vina), (Vina) lagi ketawa-tawa aja, enggak minta tolong atau sedih lagi diapa-apain, dia lagi senang banget. Dia di pinggir jalan karena banyak (suara) motor mobil lewat," kata Widi.

Usai teleponan dengan Vina, Widi mengaku sempat ditelepon lagi oleh Vina sebanyak tiga kali, tapi tidak ia angkat karena kecewa.

Lalu puku 22.30 WIB Mega SMS Vina untuk bertanya Vina mau pulang jam berapa tapi tak direspon.

Kala itu Mega dan Widi mengira Vina pulang ke rumahnya karena tak ada kabar.

Hingga keesokan harinya, Mega dan Widi syok mendengar kabar Vina ditemukan tak bernyawa di Jembatan Talun.

Eks Prajurit Prabowo Siap Membela

Mendengar kesaksian penting Widia dan Mega, host Diskursus Net yang juga Pakar Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel, menantang Muchtar Effendy untuk mendampingi secara gratis alias pro bono.

Muchtar sendiri sudah memahami kasus Vina karena sebelumnya membela Pegi Setiawan, korban salah tangkap oleh Polda Jawa Barat.

"Mau tidak seandainya dibutuhkan, Bapak mendampingi dua orang yang punya informasi sangat berharga ini. Kalau bapak punya kesanggupan untuk itu yang sekali lagi pro bono semata-mata demi tegaknya kepastian kemanfaatan dan keadilan plus kebenaran, ayo Pak Muchtar Effendy hadir, saya tantang untuk memberikan pendampingan," kata Reza.

Mendengar tantangan itu, Muchtar pun menerimanya. Ia bersedia menjadi pengacara Widia dan Mega.

Jawaban Muchtar diunggah di Short channel Diskursus Net, Minggu (28/7/2024).

"Kami terima tantangan itu dengan sepenuh hati, karena memang kami bertekad untuk selalu menegakkan hukum dan keadilan di negeri ini," kata Muchtar.

Muchtar juga sudah berkomunikasi dengan Widia dan Mega, dan menerima kuasa secara lisan.

"Sampai saat inipun kami dari kantor hukum Mucthar Effendy dan rekan sudah melakukan komunikasi yang intens dengan Ibu Mega dan Ibu Widi. Alhamdulillah mereka secara lisan sudah memberikan kuasanya keapda kami," ujarnya.

Sosok Muchtar Effendy

Sosok Muchtar Effendi, ternyata punya rekam jejak militer.

Dia merupakan eks TNI Angkatan Darat (AD) yang selalu ditugaskan di medan tempur.

lihat fotoPengacara Sebut Alasan Kenapa Pegi Kerap Jadi Target Serangan Razman Nasution, Terungkap karena Ditolak Gabung
Pengacara Sebut Alasan Kenapa Pegi Kerap Jadi Target Serangan Razman Nasution, Terungkap karena Ditolak Gabung

Semasa berseragam loreng, Muchtar pernah mengikuti Operasi Mapenduma di Irian Jaya (kini Papua), Timor Timur (kini Timor Leste) hingga Aceh dan menjadi pasukan perdamaian di Lebanon.

Mental petarung yang ditempa dari medan ke medan, membuat Muchtar memiliki keteguhan dalam membela orang yang diyakininya benar.

Muchtar membeberkan latar belakangnya di TNI saat diwawancara anggota DPR RI terpilih yang juga Youtuber, Dedi Mulyadi.

Pada 1991 Muchtar lolos pendaftaran TNI jalur Tamtama.

"Saya itu dulunya TNI Angkatan Darat Kostrad di Batalion kalau dulu namanya ya Batalion Infanteri Lintas Udara 330 yang ada di Cicalengka," kata Muchtar di video unggahan channel Youtube 'Kang Dedi Mulyadi Channel', tayang Selasa (9/7/2024).

Muchtar sempat menjalani pendidikan penerjunan di Kopassus pada tahun 1992.

Saat itu, dia di bawah pimpinan Komandan Pleton, Tandyo Budi Revita. 

Tandyo sendiri kini berpangkat Letnan Jenderal (Letjen) dan menjadi orang nomor dua di AD.

"Bapak Wakasad sekarang ini itu Danton saya waktu di Timor Timur," kata Mucthar tersenyum.

Setahun kemudian, Muchtar bertugas di bawah komando Prabowo Subianto pada Operasi Mapenduma.

Di bawah pimpinan Prabowo yang berpangkat Brigadir Jenderal (Brigjen), Muchtar dan prajurit lainnya membebaskan sandera yang ditawan Organisasi Papua Merdeka (OPM).

Ada 26 sandera yang tujuh di antaranya merupakan warga negara asing. Empat dari Inggris, dua dari Belanda dan satu dari Jerman. Mereka sedang menjalani Ekspedisi Lorents 95 di Mapenduma saat itu.

"Tahun 96 saya bertugas dengan Pak Prabowo pembebasan sandera di Irian," kata Muchtar.

"Saya yang ngambil sandera, saya," lanjutnya.

Berkat prestasinya di medan tempur Operasi Mapenduma, Muchtar mendapat penghargaan.

"Pada saat 96 itulah saya mendapatkan penghargaan naik pangkat luar biasa karena di medan tempur, kan karena berhasil membebaskan sandera. Pulang dari Irian dikasih penghargaan lagi oleh panglima, sekolah tanpa tes, sekolah Bintara tanpa tes," jelasnya.

Dengan pangkat Sersan Dua, Muchtar dikirim kembali ke Papua untuk kasus pengibaran bendera Bintang Kejora pada era Presiden Abdurahman Wahid atau Gus Dur.

"Waktu itu ada peristiwa bendera Bintang Kejora waktu presidennya Gus Dur," kata dia.

Setahun berselang, Muchtar diutus ke Kalimantan Timur untuk membasmi pembalakan liar di perbatasan Indonesia dengan Malaysia.

Pada 2001-2002 dan 2004-2005, Muchtar dikirim ke Aceh yang saat itu menjadi daerah konflik.

Gerakan Aceh Merdeka (GAM) mulai menguasai wilayah pedesaan Aceh saat itu.

Lima tahun berselang, Muchtar dipercaya menjadi perwakilan Indonesia menjadi pasukan perdamaian bersama PBB di Lebanon.

"2010-2011 ke Libanon bergabung dengan PBB," paparnya.

Muchtar tidak memungkiri, dirinya selalu dipercaya terjun ke medan tempur.

"Medannya operasi terus," kata Muchtar sambil tertawa.

Pada tahun 2013 ia mengajukan pensiun dini dengan pangkat Sersan Mayor.

Dari situ, ia menjadi pengacara berbekal gelar sarjana hukum yang pendidikannya dia tempuh sambil berdinas di tentara.

"Tentara juga kan mengabdi lah ya, tetapi saya berpikir ingin langsung mengabdi kepada masyarakat ya. Kalau di tentara kan mengabdi ke negara," kata Muchtar.

Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

 

Sumber: Tribun Jambi
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved