DPO Kasus Vina Cirebon Ditangkap

Analisis Kuasa Hukum Saka Tatal di Kasus Vina, Yakin Tak Ada Pemerkosaan, Ajaib Kalau Ada

Kuasa hukum Saka Tatal, Edwin Partogi Pasaribu, menilai kematian Vina dan Eky disebabkan karena kecelakaan. 

|

TRIBUNJAKARTA.COM - Motif kematian Vina dan Eky masih menuai perdebatan sengit. 

Dua pandangan berbeda mengemuka antara berlatar pembunuhan dan pemerkosaan atau kecelakaan murni. 

Kuasa hukum Saka Tatal, Edwin Partogi Pasaribu, menilai kematian Vina dan Eky disebabkan karena kecelakaan. 

Ia tidak melihat adanya pembunuhan dan pemerkosaan di dalam Kasus Vina Cirebon

Jika ditemukan, ia menilai kasus ini terbilang ajaib. 

Pasalnya, sulit dibayangkan ada korban pemerkosaan yang diperlakukan dengan secara baik-baik. 

"Ada hal yang ajaib, ada orang dituduh menjadi korban pemerkosaan dengan pakaian yang masih utuh lengkap, semua pakaiannya  ada. Jadi ada pelaku pemerkosaan yang kemudian memakaikan lagi pakaian secara rapi," ujar Edwin Partogi seperti dikutip dari Nusantara TV yang tayang pada Senin (5/8/2024). 

"Itu suatu hal yang sulit diterima," tambahnya. 

Selain itu, Edwin Partogi tak melihat adanya bukti-bukti kekerasan terhadap korban pemerkosaan

Menurut Edwin, perempuan yang menjadi korban pemerkosaan pasti ditemukan tanda-tanda melawan atau memberontak. 

lihat fotoTim Khusus Kapolri Turun Tangan, Tanyai Semua Penyidik Kasus Vina yang Lama dan Baru Termasuk Orang-orang Rudiana dan Para Saksi
Tim Khusus Kapolri Turun Tangan, Tanyai Semua Penyidik Kasus Vina yang Lama dan Baru Termasuk Orang-orang Rudiana dan Para Saksi

"Tidak ada perempuan yang membiarkan diri diperkosa, sepanjang dia masih hidup, masih bisa melawan ya," ujarnya. 

Perempuan pasti akan berusaha melawan dan melindungi organ-organ penting dalam tubuhnya. 

Perlawanan ini akan menimbulkan sejumlah luka lebam yang diterima perempuan itu dari pelaku pemerkosaan

"Setidaknya, kakinya akan dibuka dia akan menutup kakinya dan itu akan menimbulkan lebam di paha."

"Kalau tangannya masih menutup bagian-bagian pentingnya, dia akan tutup, akan dipaksa dibuka dan itu akan menimbulkan lebam di bagian tangannya."

"Kalau dia masih melawan,akan ditampar oleh pelaku hingga mukanya lebam," jelasnya. 

Edwin melihat saking tidak ada buktinya pemerkosaan dan pembunuhan, hakim yang menyidangkan para terpidana di tahun 2016 menjadikan berita acara pemeriksaan (BAP) itu sebagai bukti petunjuk untuk meyakinkan peristiwa itu betul terjadi. 

Ia menilai kasus tersebut bukanlah pembunuhan dan pemerkosaan, melainkan kecelakaan. 

"Saya bilang tadi hasil visum, hasil forensik tidak ada. (Artinya) Enggak ada masalah. Peristiwanya meninggal karena diakibatkan trauma tumpul karena mengalami laka lantas. Biasa aja gitu loh," tambahnya. 

Edwin juga melihat ada hal yang janggal bila dinyatakan Kasus Vina Cirebon merupakan pembunuhan. 

Meski dokter forensik menyatakan tidak ada luka senjata tajam, tetapi tetap menjadi pertimbangan hakim dalam memutuskan bahwa terdapat kegiatan atau aktivitas kekerasan menggunakan pedang Katana (samurai).

"Padahal fakta scientific-nya mengatakan tidak ada luka akibat senjata tajam. Jadi, memang jomplang banget," ujarnya.

Oegroseno sebut hanya karangan

Eks Wakapolri Komjen Pol Purn Oegroseno meyakini bahwa alur peristiwa Kasus Vina Cirebon, seperti yang tertuang di isi putusan, hanya dikarang-karang. 

Namun, ia masih meyakini bahwa kasus Vina Cirebon berlatar pembunuhan, bukan kecelakaan. 

Berdasarkan analisisnya, Oegroseno menyebut seharusnya TKP pembunuhan Vina dan Eky bertambah satu lagi, menjadi total empat TKP. 

TKP teranyar itu diduga berada di sebuah rumah atau bangunan. 

Eks Kabaharkam Polri periode 2012-2013 beralasan telah mengumpulkan sejumlah bukti digital percakapan di antara pelaku dan korban. 

"Ada berita komunikasi juga yang jam berapa masih bisa komunikasi. Jadi kelihatannya tidak dilakukan pengadangan, seperti cerita yang dikarang-karang itu. Tapi, mereka (para pelaku) diundang kumpul kemudian terjadi peristiwa (pembunuhan) itu," ujar Oegroseno seperti dikutip dari Nusantara TV yang tayang pada Jumat (2/8/2024). 

Oegroseno meyakini bahwa alur peristiwa itu hanya karangan karena ia menemukan hal janggal saat membacanya. 

Ia menyoroti kenapa para pelaku memindahkan korban berpindah-pindah dari satu TKP ke TKP lainnya.

"Ya sekarang kalau TKP orang dibunuh di satu tempat kemudian dipindahkan ke jalan layang. Kalau sudah dibunuh di kebun, yaudah taruh situ aja, kenapa harus dipindah lagi ke jalan layang."

"Kalau itu TKP di dalam gedung atau rumah, kemungkinan dipindah ke jalan layang lebih besar. Tapi, kalau sudah di kebun ya dibiarin aja di sana," jelasnya. 

Hal senada juga diungkapkan oleh Dosen Ilmu Hukum Universitas Trisakti, Azmi Syahputra. 

Menurutnya, adanya skenario dari alur peristiwa pembunuhan itu kian menguat dengan ditemukan banyaknya kejanggalan. 

"Patut diduga ini by design dari seseorang karena sejak awal sudah memang tampak pelanggaran-pelanggaran gitu loh," ucap Azmi seperti dikutip dari Nusantara TV yang tayang pada Jumat (2/8/2024). 

Pasalnya, alat bukti yang tersedia dalam kasus ini sangat lah minim. 

Selain itu, tiga DPO yang jelas-jelas tertuang di dalam isi putusan disebut fiktif alias tidak ada. 

Padahal, ketiga DPO tersebut memiliki peran yang penting dalam pembunuhan kedua korban. 

"Malah lagi DPO-nya itu yang tiba-tiba dibuat oleh teman-teman kepolisian dengan ciri-ciri tidak jelas, dengan sengaja dibikin tidak terang. Jadi, memang ini mau mengaburkan kalau kita lihat. Ya, wajar dong kalau tadi dibilang ada by design, karena memang tidak ada kejelasannya," pungkasnya. 

TKP baru di rumah

Oegroseno mengatakan telah menemukan bukti digital percakapan di kasus kematian dua sejoli tersebut. 

Naluri sang jenderal mengatakan bahwa TKP pembunuhan Vina dan Eky bertambah satu, menjadi total empat TKP. 

Diketahui sesuai dengan isi putusan, ada tiga TKP dalam kasus pembunuhan Vina Cirebon

TKP pertama terjadi Jembatan Layang Talun, Kabupaten Cirebon. 

Selanjutnya, TKP pelemparan batu dan pengejaran di Jalan Perjuangan. 

Terakhir, TKP pembunuhan dan pemerkosaan di belakang showroom mobil, atau seberang SMPN 11 Cirebon, Majasem, Kesambi. 

Namun, Oegroseno menambahkan satu TKP lagi. 

"Mungkin, ini bukan hanya tiga. Menurut saya, ada empat," ujar Oegroseno seperti dikutip dari Nusantara TV yang tayang pada Jumat (3/8/2024). 

Oegroseno beralasan karena bukti darah yang selama ini dicari untuk membuktikan adanya pembunuhan di tiga TKP sebelumnya tidak ditemukan. 

Ia menganalisis bahwa kedua korban dibunuh di dalam sebuah rumah atau bangunan. 

Rumah itu bisa diselidiki dengan metode termutakhir scientific crime investigation untuk menemukan adanya darah, rambut dan lain-lain. 

"Naluri saya, TKP ini bisa di dalam rumah, bangunan," katanya. 

Selain itu, analisisnya kian kuat bahwa adanya satu TKP baru karena ia menemukan beberapa fakta dari bukti digital di media sosial Facebook. 

Oegroseno menduga antara para pelaku dan korban saling mengenal.

"Tiga (TKP) itu kan dalam berita acara dari awal iya kan, jadi yang satu adalah feeling saya. Para pelaku setelah saya mengumpulkan beberapa fakta dari Facebook dari media sosial, kemungkinan di antara para pelaku dan korban ini kenal."

"Ada berita komunikasi juga yang jam berapa masih bisa komunikasi. Jadi, kelihatannya tidak diadang seperti cerita yang dikarang-karang itu, tapi mereka diundang kumpul kemudian terjadi peristiwa itu," pungkasnya. 

Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel https://whatsapp.com/channel/0029VaS7FULG8l5BWvKXDa0f Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

 

 

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved