Pengepul Minta Solusi Permendag 2/2025 Soal Ekspor Minyak Jelantah Saat Audiensi dengan Kemendag
Gabungan Pengepul Minyak Jelantah Indonesia meminta solusi Permendag No. 2 Tahun 2025 saat audiensi dengan pihak Kemendag, Selasa (25/2/2025).
Sementara, perwakilan pengepul minyak jelantah dari Bekasi, Thomson, menyampaikan bahwa Permendag Nomor 2 Tahun 2025 diterbitkan tanpa memperhatikan mata rantai minyak jelantah.
"Sebab jelantah dikumpulkan dari limbah penggorengan atau sisa hasil penggorengan. Selain membuka lowongan kerja, pengumpulan jelantah ini adalah untuk menjaga lingkungan. Dengan mengumpulkan minyak jelantah, lingkungan hidup sekitar kita jadi bersih," katanya.
Thomson menambahkan, usaha mengumpulkan jelantah ini sudah melibatkan puluhan ribu hingga ratusan ribu orang di seluruh Indonesia. Angka ini bukan angka yang kecil, dan ekspor jelantah ini sudah berlangsung lama.
"Maka ada ratusan ribu masyarakat kecil yang terdampak. Pemerintah harus berpihak kepada kami," ungkap Thomson.
Lebih lanjut Thomson menyampaikan bahwa pihaknya sudah melakukan kegiatan yang sejalan dengan pemerintah yakni bidang pangan, energi dan lingkungan hidup.
"Mohon kita diperhatikan dalam Rakortas selaku usaha dalam menjaga lingkungan hidup. Pemerintah harus memikirkan solusi dari pelarangan ekspor dengan memaksimalkan penggunaan dalam negeri jangan mengambil kebijakan tanpa ada solusi," ujarnya.
Ia juga mengungkapkan dampak penghentian ekspor UCO. Antara lain, sudah dua bulan berhenti beroperasi, sehingga banyak kendaraan baik sepeda motor dan mobil pengangkut yang dibeli secara kredit sudah tak mampu dibayar.
"Saya tak mau membawa nama Bapak Prabowo hanya untuk Permendag No.2 Tahun 2025, untuk itu agar kami tidak melakukan aksi unjuk rasa agar kami diberikan jalan keluarnya," tandasnya.
Hal senada disampaikan Sugianto. Selama ini pihaknya bekerja sama sekali tidak bergantung kepada pemerintah. Justru membantu untuk membuka lapangan pekerjaan dan memberdayakan perekonomian.
"Kami ini rakyat kecil yang mandiri untuk berusaha. Tolong kepada Pak Farid untuk membantu kami dalam menciptakan lapangan pekerjaan," harapnya.
Terkait rencana aksi di Kemendag pada Rabu (26/2/2025) besok, Rano Yusdiana, mengungkapkan pihaknya telah berupaya untuk mencari solusi atas adanya Permendag No.2 Tahun 2025. Pihaknya terus bersabar, menunggu itikad baik dengan dibukanya kembali ekspor UCO.
"Kita sudah meredam untuk melaksanakan aksi unjuk rasa, dan mencoba untuk beraudiensi dengan instansi terkait. Terutama dari daerah sudah memaksa kita untuk membuang limbah di ruang terbuka, yang mana nanti malah kita yang dirugikan. Untuk itu saya berharap kepada Kemendag melalui pertemuan ini ada solusi buat kami," kata Rano.
Dikutip dari Tribunnews.com, Kemendag resmi memperketat ekspor limbah pabrik kelapa sawit (Palm Oil Mill Effluent/POME), residu minyak sawit asam tinggi (High Acid Palm Oil Residue/HAPOR) dan minyak jelantah (Used Cooking Oil/UCO).
Kebijakan itu diatur dalam Permendag Nomor 2 Tahun 2025 tentang Perubahan Atas Permendag Nomor 26 Tahun 2024 tentang Ketentuan Ekspor Produk Turunan Kelapa Sawit. Kebijakan mulai berlaku pada Rabu (8/1/2025).
Mendag Budi Santoso, mengatakan kebijakan ini dibuat untuk menjamin ketersediaan bahan baku bagi industri minyak goreng dalam pelaksanaan program minyak goreng rakyat. Selain itu, pengamanan pasokan juga diperlukan seiring dengan telah dimulai program pengembangan biodiesel berbasis sawit sebesar 40 persen (B40).
Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jakarta/foto/bank/originals/AUDIENSI-DENGAN-KEMENDAG-Gabungan-Pengepul-Minyak-Jelantah-Indonesia.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.