Pramono dengan Dedi Mulyadi Bukan Sekadar Perang Dingin, Pengamat Baca Sentimen Pilpres 2029

Adu sindir Gubernur Jakarta Pramono Anung dengan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi bukan sekadar perang dingin.

Youtube KPK
PERANG DINGIN DEDI PRAM - Kolase foto Gubernur Jakarta Pramono Anung dan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi di Rapat Koordinasi Penguatan Sinergi Pemberantasan Korupsi yang digelar KPK di Jakarta, Kamis (10/7/2025) lalu. Pramono dan Dedi disebut pengamat sedang perang dingin. 

"Semua pompa sudah kita hidupkan, kemudian air sudah kita atur, pintu-pintu air dan mudah-mudahan siang ini banjirnya sudah surut," jelasnya.

Keesokan harinya, saat sebagian wilayah Jakarta masih terendam banjir, Pramono menyebutkan dua penyebab lain.

Menurutnya, banjir Jakarta terjadi akibat tiga penyebab sekaligus, yakni kiriman air dari bogor, curah hujan yang tinggi dan rob di pesisir.

"Dalam kesempatan ini saya ingin menyampaikan kalau dilihat mata saya, Bu Ika dan sebagainya, kami rata-rata belum ada yang tidur karena memang baru pertama kali dalam kepemimpinan saya selama 4 bulan ini, inilah banjir yang terjadi bersamaan," kata Pramono usai meninjau pengerukan kali irigasi di Cakung, Jakarta Timur, Senin (7/7/2025).

"Yang pertama adalah banjir kiriman, yang kedua adalah banjir karena curah hujan yang ada di tempat di Jakarta."

"Yang ketiga pas bersamaan rob atau permukaan air lautnya naik," lanjut papar Pramono.

Sementara, Dedi Mulyadi membantah pernyataan Pramono soal banjir Jakarta disebabkan kiriman dari Bogor.

“Enggak ada banjir kiriman dari Bogor. Air itu mengalir dari dataran tinggi ke dataran rendah, itu aspek siklus alam,” kata Dedi  di acara Rapat Koordinasi Pencegahan Korupsi di Ancol, Kamis (10/7/2025), dikutip dari Kompas.com.

Dedi mengakui bahwa perubahan alih fungsi lahan dan persoalan tata ruang di wilayah Bogor turut memberikan kontribusi terhadap kondisi lingkungan saat ini. 

Namun ia menyebut bahwa sebagian besar pelaku di balik perubahan tata ruang tersebut bukan berasal dari wilayah setempat.

“Kalau mau kita jujur, perubahan alih fungsi lahan dan tata ruang di Bogor juga kan para pengusahanya dari mana. Gitu lho,” ujarnya. Terkait keberadaan Bendungan Ciawi yang dibangun sebagai infrastruktur pengendali banjir Jakarta, Dedi menyebut fungsinya hanya bersifat sementara menahan air.

Karena itu, upaya penataan wilayah hilir dinilai menjadi langkah penting berikutnya.

“Bendungan Ciawi itu kan merupakan bendungan yang airnya mampir, terus kan jalan. Itu kan diperlukan langkah-langkah hilirisasinya. Hilirnya harus segera ditata,” tegas Dedi.

Ia menilai banjir akan tetap menjadi ancaman selama kondisi sungai tidak ditangani secara menyeluruh. 

“Selama sungainya masih dangkal, selama sungainya masih sempit, selama rawa-rawa terus diuruk untuk pembangunan, banjir pasti akan terus terjadi,” katanya.

Macet

Halaman
1234
Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved