Perseroda dan IPO PAM Jaya: Bisa Jadi Ujung Tombak PAD DKI Jakarta
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sedang mendorong transformasi PAM Jaya dengan rencana melantai di bursa.
Oleh: Agung Nugroho, Direktur Jakarta Institute
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sedang mendorong transformasi PAM Jaya menjadi persero daerah (Perseroda) dengan agenda melantai di bursa atau Initial Public Offering (IPO). Bagi sebagian kalangan, langkah ini menimbulkan tanda tanya besar: apa urusannya air bersih dengan pasar modal? Tidakkah hak rakyat atas air justru terancam ketika korporasi melibatkan investor?
Justru di sinilah letak strateginya. Jika dikelola dengan hati-hati, Perseroda dan IPO PAM Jaya dapat menjadi ujung tombak peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sekaligus memperkuat layanan air untuk warga Jakarta.
Pertama, IPO membuka akses modal dalam jumlah besar. Saat ini PAM Jaya masih berjuang dengan infrastruktur tua dan kebocoran pipa yang mencapai seperempat distribusi. Setiap liter air yang bocor adalah rupiah yang hilang. Dengan suntikan dana dari pasar modal, proyek peremajaan jaringan bisa dipercepat. Kebocoran turun, air yang bisa ditagih naik, dan laba perusahaan otomatis meningkat. Dari laba itu, Pemprov Jakarta menerima dividen—langsung masuk ke PAD.
Kedua, status perseroda membuat PAM Jaya lebih transparan. Perusahaan publik wajib menyajikan laporan keuangan terbuka, diaudit, dan dipantau oleh investor. Mekanisme ini bukan sekadar formalitas; ia menjadi rem terhadap praktik inefisiensi maupun kebocoran administrasi. Jika sistem penagihan membaik, penerimaan naik. Lagi-lagi, PAD ikut terdongkrak.
Ketiga, nilai pasar perusahaan menciptakan aset baru bagi Pemprov. Saham yang dimiliki daerah bukan hanya simbol kepemilikan, melainkan instrumen yang dapat dimonetisasi. Penjualan sebagian saham di IPO menghasilkan pemasukan sekali jadi, sementara dividen memberikan aliran dana rutin. Dengan kata lain, Jakarta punya mesin baru penghasil PAD yang berkelanjutan.
Memang ada risiko. Investor tentu ingin imbal hasil, yang bisa saja menekan perusahaan untuk menaikkan tarif. Inilah titik krusial: pemerintah daerah harus tetap memegang kendali mayoritas agar hak publik atas air tidak tergadaikan. PSO (public service obligation), subsidi silang, dan regulasi tarif perlu dipancang kokoh. Transparansi penggunaan hasil IPO juga harus dijamin agar uang besar itu benar-benar kembali ke infrastruktur, bukan menguap di meja birokrasi.
Air adalah hak rakyat, bukan komoditas semata. Namun, dalam konteks Jakarta, menjadikan PAM Jaya sebagai perseroda dan membukanya ke publik bisa menjadi cara cerdas untuk menggabungkan dua kepentingan: pelayanan yang lebih baik dan peningkatan PAD. Bukannya menukar hak warga dengan keuntungan, melainkan mengubah keuntungan menjadi hak warga.
Jika dijalankan dengan tata kelola kuat dan keberpihakan publik yang jelas, IPO PAM Jaya bisa menjadi contoh bahwa BUMD bukan sekadar beban APBD, melainkan mesin pertumbuhan baru bagi keuangan daerah. Jakarta butuh inovasi, dan transformasi ini berpotensi menjadi momentum emas.
Baca berita TribunJakarta.com lainnya di Google News atau langsung di halaman Indeks Berita
| DPRD DKI Jakarta Genjot Program Sambungan Layanan Air Bersih |
|
|---|
| DPRD DKI dorong PAM Jaya Maksimalkan Sambungan Layanan Air Bersih |
|
|---|
| Transformasi PAM Jaya Jadi Perseroda, Ini Penjelasan Soal Tarif hingga Kepemilikan Saham |
|
|---|
| Komunitas Warga Jaga Jakarta Siap Kawal Transformasi PAM JAYA dan Rencana IPO |
|
|---|
| Pengamat: Raperda KTR Dinilai Berisiko “Matikan” Ekonomi Malam Jakarta |
|
|---|
