Menkeu Purbaya Girang Tak Ikut Restrukturisasi Utang Whoosh, Jokowi Ingatkan Pelayanan Bukan Laba
Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa girang karen atidak ikut dalam restrukturisasi utang yang tengah diupayakan pihak Danantara sebagai holding BUMN.
Penulis: Rr Dewi Kartika H | Editor: Jaisy Rahman Tohir
Kendati tim itu melibatkan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) dan Dewan Ekonomi Nasional.
Ia menilai proses tersebut sebaiknya diselesaikan secara business to business (B2B) antar pihak yang terlibat langsung.
Pemerintah Indonesia dan China sebelumnya sepakat untuk merestrukturisasi utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung hingga tenor 60 tahun.
“Saya enggak ikut kan, top. Saya sebisa mungkin gak ikut biar aja mereka selesaikan business to business. Berarti dia top,” ujar Menkeu Purbaya dikutip dari Kompas.com, Kamis (23/10/2025).
Ketika dikonfirmasi apakah ia akan ikut ke China bersama rombongan yang membahas restrukturisasi utang KCJB, Purbaya mengakui hanya akan menyaksikan saja.
“Paling menyaksikan. Kalau mereka sudah putus kan udah bagus, top,” lanjutnya.
Lebih jauh, saat dikonfirmasi mengenai arah kebijakan atau masukan dari Kementerian Keuangan kepada Danantara, Purbaya enggan membeberkan lebih jauh.
“Ya udah seperti kemarin-kemarin lah, udah mantap,” ucapnya lagi.
Dengan sikap itu, Purbaya secara tidak langsung menegaskan bahwa pendekatan pemerintah dalam perkara Whoosh berorientasi pada penyelesaian berbasis bisnis, bukan intervensi langsung dalam proses negosiasi utang kereta cepat.
Sebelumnya, Chief Operation Officer (COO) Danantara, Dony Oskaria, merespons kabar soal Indonesia dan China sudah sepakat merestrukturisasi utang KCJB hingga 60 tahun.
Menurut Dony, nantinya akan ada tim tersendiri untuk menyelesaikan restrukturisasi itu, yang melibatkan Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan.
"Nanti kan ada tim, nanti dengan Pak Luhut Kalau kami (Danantara) kan lebih kepada korporasi ya. Kita terus bernegosiasi," ujar Dony di Kantor Kementerian Keuangan, Kamis siang tadi.
Latar Belakang
Proyek Whoosh sendiri awalnya digagas sejak era Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 2011, dengan Jepang sebagai mitra utama melalui JICA (Japan International Cooperation Agency).
Jepang telah melakukan studi kelayakan hingga menggelontorkan biaya sebesar 3,5 juta dollar AS, dan menawarkan pinjaman bunga rendah 0,1 persen dengan tenor 40 tahun, memakai skema Government-to-Government (G2G) dan biaya estimasi 5 hingga 6,2 miliar dollar AS.
Namun, pada 2015, Jokowi mendadak memilih China sebagai mitra untuk membangun Whoosh.
| Menkeu Purbaya Sekak Hasan Nasbi Pakai Data Survei, Tegaskan Jadi Tangan Kanan Prabowo |
|
|---|
| DItolak Pelaku Thrift soal Larangan Impor Ilegal, Menkeu Purbaya Semakin Ngegas: Tangkap Duluan! |
|
|---|
| Purbaya Ogah Ikut Restrukturisasi Utang Whoosh, Jokowi di Solo: Transportasi Umum Bukan Cari Laba |
|
|---|
| Profil Hasan Nasbi yang Kritik 'Gaya Koboi' Menkeu Purbaya, Komisaris Pertamina Berharta Rp41 Miliar |
|
|---|
| Jawaban Menkeu Purbaya Soal Kritikan Hasan Nasbi, Ungkap Sosok Penting yang Buatnya Bergaya 'Koboi' |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.