Soeharto Jadi Pahlawan, Komrad Pancasila: Hormati Keputusan, Tapi Jangan Abaikan Luka Sejarah

Pemerintah resmi menetapkan Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto sebagai Pahlawan Nasional pada 10 November 2025.

Dok. Istimewa Intisari
Ibu Tien Soeharto dan Pak Harto 

TRIBUNJAKARTA.COM - Pemerintah resmi menetapkan Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto sebagai Pahlawan Nasional pada 10 November 2025.

Keputusan ini memantik beragam reaksi, ada yang menilai layak karena jasa besarnya di bidang pembangunan dan stabilitas nasional, namun tak sedikit pula yang menolak dengan alasan sejarah kelam masa Orde Baru.

Pro Kontra Hal Biasa

Terkait polemik tersebut, Koordinator Komrad Pancasila, Antony Komrad, menyerukan agar seluruh elemen masyarakat menyikapi keputusan tersebut dengan kepala dingin dan semangat kebangsaan yang dewasa.

Menurutnya, dalam demokrasi, perbedaan pendapat merupakan hal yang lumrah dan bahkan sehat selama disalurkan secara santun.

“Kita harus menghargai keputusan pemerintah, karena tentu melalui proses panjang dan pertimbangan yang matang. Tapi kalau ada pihak yang menolak, itu juga sah-sah saja. Itulah demokrasi yang kita perjuangkan bersama,” ujar Antony, Rabu (12/11/2025).

Jangan Abaikan Kemanusiaan

Antony menegaskan, penilaian terhadap sosok Soeharto seharusnya dilakukan secara objektif dan menyeluruh, bukan hanya dari sisi keberhasilan pembangunan, tetapi juga dari perspektif kemanusiaan.

“Kita tidak bisa menutup mata bahwa ada luka sejarah dan jeritan mereka yang merasa teraniaya pada masa itu," kata dia.

Menurutnya, gelar pahlawan bukan berarti meniadakan penderitaan orang lain.

"Justru di situ tantangannya bagaimana bangsa ini belajar berdamai dengan sejarahnya secara adil,” tuturnya.

Ada Mekanisme Konstitusional

Ia juga mengingatkan bahwa bagi pihak-pihak yang menolak penetapan gelar pahlawan kepada Soeharto tersebut, tersedia mekanisme hukum yang bisa ditempuh.

“Kalau memang ada pihak yang merasa keberatan, silakan ajukan gugatan ke PTUN. Itu langkah konstitusional yang elegan.

Tidak perlu turun ke jalan dengan cara anarkis atau provokatif. Kita tunjukkan bahwa bangsa ini sudah matang dalam berpolitik dan berdemokrasi,” tegas Antony.

Ia pun mengajak semua pihak untuk menjadikan momentum ini sebagai bahan refleksi bersama.

“Jangan kita terjebak hanya pada pro dan kontra. Yang lebih penting adalah bagaimana kita terus belajar menjadi bangsa yang bisa menghargai jasa tanpa melupakan luka,” ujarnya.

Diketahui, Pemerintah Indonesia di momen Hari Pahlawan 2025 menetapkan 10 tokoh sebagai pahlawan nasional, mereka yakni;

  1. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) – Tokoh dari Jawa Timur.
  2. Jenderal Besar TNI Soeharto – Tokoh dari Jawa Tengah.
  3. Marsinah – Tokoh dari Jawa Timur.
  4. Mochtar Kusumaatmadja – Tokoh dari Jawa Barat.
  5. Hajjah Rahma El Yunusiyyah – Tokoh dari Sumatera Barat.
  6. Jenderal (Purn) Sarwo Edhie Wibowo – Tokoh dari Jawa Tengah.
  7. Sultan Muhammad Salahuddin – Tokoh dari Nusa Tenggara Barat.
  8. Syaikhona Muhammad Kholil – Tokoh dari Jawa Timur.
  9. Tuan Rondahaim Saragih – Tokoh dari Sumatera Utara.
  10. Zainal Abidin Syah – Tokoh dari Maluku Utara.

Berita Terkait

Baca berita TribunJakarta.com lainnya di Google News atau langsung di halaman Indeks Berita

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved