Sisi Lain Metropolitan
Cara Kerupuk Erna Jaya Bertahan di Tengah Pandemi Covid-19: Jemput Bola Sampai Rumah Pejabat
Pagebluk Covid-19 yang menggebuk berbagai lini usaha, membuat pabrik kerupuk rumahan Erna Jaya harus mengubah strategi.
Penulis: Satrio Sarwo Trengginas | Editor: Wahyu Septiana
Pada tahun 1971, Ahmarudin memutuskan mengontrak rumah di Cikoko, Pancoran, Jakarta Selatan untuk membangun pabrik kerupuk rumahan.
Kala itu, tanah di Jakarta masih banyak yang "nganggur" tak seperti sekarang.
"Dulu banyak yang jual tanah di Jakarta. Dulu tanah di sekitaran sini rawa, belum banyak kendaraan," ujarnya.
Tanah sekitar 500 meter persegi menjadi awal Ahmarudin merintis pabrik rumahan kerupuk bernama Erna Jaya.
Ia mampu membeli mesin produksi kerupuk yang membutuhkan banyak karyawan.
"Mesinnya itu ada kerannya, jadi adonan mengalir lewat keran nanti tangan karyawan memutar dan membentuk adonannya seperti kerupuk," ulas Elfin.
Dari satu mesin itu terdapat 10 keran. Satu keran diisi satu karyawan yang siap membuat kerupuk.
Pada tahun 1972, Ahmarudin berhasil memiliki pabrik rumahan sendiri.
Baca juga: Pabrik Kerupuk Erna Jaya Bak Klub Bola Eropa, Punya 1 Pedagang Bernilai Rp 150 Juta, Apa Rahasianya?
Selepas ayahnya tutup usia tahun 2006, bisnis kerupuk Erna Jaya diteruskan oleh ibunya, Hj Choliyah.
Sang ibu kewalahan memimpin bisnis ini sendirian, selain faktor umur.
Barulah pada 2013, Elfin diminta untuk meneruskan bisnis kerupuk milik ayahnya itu.
Awalnya, karyawan kerupuk Erna Jaya berjumlah 15 orang. Sekarang, karyawan yang bekerja berkurang menjadi 10 orang.
Semenjak pandemi Covid-19, tiga karyawannya diminta kerja bergilir.
Semua karyawannya tinggal di mess pabrik Erna Jaya.
Produksi Pernah Capai 1 Ton
Dalam sehari, pabrik kerupuk rumahan ini bisa memproduksi maksimal 1 ton kerupuk dalam sehari.
Hasil maksimal itu bisa diperoleh bila cuaca mendukung. BIla tidak, jumlah produksi malah menurun.
"Sebelum pandemi, kita bisa produksi 1 ton satu hari. Itu karena cuaca panas. Enggak ada kendala, terus kinerja mesin normal," lanjutnya.
Baca juga: Demi Hidup dan Bayar Utang, Pria Ini Tunggu di Ruang Tamu Saat Pria Hidung Belang Kencani Sang Istri
Semenjak pandemi menggebuk pabrik, jumlahnya merosot tajam sekitar 5 kuintal.
Apalagi ditambah musim hujan, jumlah kerupuk per hari hanya 2 kuintal lantaran kerupuk tak bisa dijemur.
Bahan-bahan pembuatan kerupuk kampung Erna Jaya sederhana saja. Di antaranya, bawang putih, tepung tapioka, penyedap rasa dan ikan sarden.
Untuk daging ikan, Ahmarudin sempat mencoba beberapa kali ganti.
"Kalau dulu sempat beberapa kali ganti. Mulai dari ikan tongkol. Karena mengubah warna diganti sama rebon, ganti lagi terasi. Sekarang pakai ikan sarden kaleng," jelasnya.
Cara pembuatannya juga sederhana. Bumbu-bumbu tadi yang sudah diblender dimasukkan ke dalam air mendidih di kuali.
Sesudah itu tepung adonan tapioka yang sudah diaduk dengan air dimasukkan ke dalamnya.
"Sudah dimasukkan semua baru diaduk-aduk terus sampai kenyal. Setelah itu diamkan semalaman biar dingin," ungkapnya.
Setelah dingin, adonan dicampur lagi dengan tepung yang mentah agar kalis baru kemudian dicetak. Proses cetak selesai, kerupuk kemudian dijemur selama 8 jam.
Kerupuk Erna Jaya tak hanya meladeni pesanan di sekitaran Jakarta saja. Kerupuk mentahnya sering dikirim ke berbagai daerah di Indonesia.
Bahkan, orang Thailand sempat menyambangi pabriknya demi membeli cukup banyak kerupuk mentah.
"Orang Thailand pernah ke sini. Beli kerupuk sampai 3 kuintal dibawa buat para TKI di sana," ucap dia.