Dinonaktifkan dari KPK, Novel Baswedan: Ini Bahaya!
Dinonaktifkan dari KPK, Novel Baswedan dan kawan-kawan akan melawan Surat Keputusan (SK) penonaktifan mereka dari KPK.
TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan bersama 74 pegawai lainnya resmi dinonaktifkan dari KPK.
Menyikapi keputusan ini, Novel Baswedan dan kawan-kawan akan melawan Surat Keputusan (SK) penonaktifan mereka dari KPK.
Mereka masuk golongan pegawai KPK yang tak lolos tes wawasan kebangsaan atau TWK, salah satu syarat alih status mereka menjadi PNS.
SK penonaktifan tertanggal 7 Mei 2021 itu diteken oleh Ketua KPK Firli Bahuri. Sementara salinan sahnya diteken Plh Kabiro SDM Yonathan Demme Tangdilintin.
Selain Novel Baswedan, ada juga A Damanik hingga Ketua Wadah (WP) Pegawai KPK Yudi Purnomo yang masuk daftar tak lulus TWK.
"Kami melihat ini bukan proses yang wajar. Ini bukan seleksi orang tidak kompeten dinyatakan gugur. Tapi ini upaya sistematis yang ingin menyingkirkan orang bekerja baik untuk negara. Ini bahaya!" kata Novel lewat pesan singkat, Selasa (11/5/2021).
Pegawai KPK yang tak lolos TWK akan mendorong tim kuasa hukum dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk melawan SK penonaktifan tersebut.
Baca juga: OTT Bupati Nganjuk Dipimpin Pegawai KPK yang Tidak Lolos Seleksi ASN
Berikut rincian isi SK-nya:
Pertama, menetapkan nama-nama pegawai yang tersebut dalam lampiran surat keputusan ini tidak memenuhi syarat (TMS) dalam rangka pengalihan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi pegawai Aparatur Sipil Negara.
Kedua, memerintahkan pegawai sebagaimana dimaksud pada diktum kesatu agar menyerahkan tugas dan tanggung jawab kepada atasan langsung sambil menunggu keputusan lebih lanjut.
Baca juga: Langkah Polri dan Respon Novel Baswedan Dipolisikan Soal Cuitan Ustaz Maaher Sakit Tapi Ditahan
Baca juga: Sederet Kebijakan Anies Jelang Lebaran 2021: Larang Mudik Lokal Hingga Seluruh TPU Tutup Mulai Besok
Baca juga: Buruh Tani Berdalih Suka Gadis Tetangga Lalu Nekat Rudapaksa, Korban Berhasil Selamat Usai Menjerit
Ketiga, menetapkan lampiran dalam keputusan ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keputusan ini.
Keempat, keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam keputusan ini, akan dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya.
"Agak lucu juga. SK-nya kan SK pemberitahuan hasil asesmen, tapi kok di dalamnya menyebut menyerahkan tugas dan tanggung jawab," sambung Novel.
TWK yang menjadi acuan peralihan status ke pegawai menjadi aparatur sipil negara (ASN) sejak awal mendapat sejumlah penolakan dari sejumlah kalangan.
Lantaran isinya menanyakan sejumlah pertanyaan yang tidak substansial terhadap kerja-kerja pemberantasan korupsi.
"Maka sikap kami jelas: kami akan melawan!" Novel menegaskan.
Baca juga: Penutupan TPU Semper Bikin Peziarah Sepi Berkunjung, Perawat Makam Mengeluh Tak Dapat THR
Bukan Soal Lulus Tak Lulus
Berulangkali Novel Baswedan menegaskan, bahwa TWK sangatlah bermasalah. Apalagi dipakai untuk menyeleksi pegawai KPK yang diklaimnya telah berbuat nyata.
"Jadi penjelasan yang akan saya sampaikan ini bukan hanya soal lulus atau tidak lulus tes, tapi memang penggunaan TWK untuk menyeleksi pegawai KPK adalah tindakan yang keliru," ujar Novel dalam keterangannya, Selasa (11/5/2021).
Novel menjelaskan, seharusnya pemberantasan korupsi tidak bisa dipisahkan dengan nasionalisme atau nilai kebangsaan pegawai KPK.
Sikap antikorupsi pada dasarnya adalah perjuangan membela kepentingan negara.
"Saya ingin menggambarkan posisi pemberantasan korupsi dalam bernegara. Terbentuknya negara, tentu ada tujuan yang itu dituangkan dalam konstitusi. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka negara membentuk pemerintahan dan aparatur," terang dia.
"Dalam pelaksanaan tugas, ketika aparatur berbuat untuk kepentingan sendiri atau kelompok dan mengkhianati tujuan negara, maka itulah KORUPSI. Untuk kepentingan tersebut, maka negara/pemerintah membentuk UU yang mengatur bentuk-bentuk kejahatan korupsi," jelas Novel.
Novel menilai TWK itu tidak cocok digunakan untuk menyeleksi pegawai negara atau aparatur yang telah bekerja lama.
Terutama, bagi yang bertugas di bidang pengawasan terhadap aparatur atau penegak hukum, apalagi terhadap pegawai KPK.
Menurut Novel, pegawai-pegawai KPK tersebut telah menunjukkan kesungguhannya menangani kasus-kasus besar yang menggerogoti keuangan, kekayaan negara, dan hak masyarakat.
TWK baru akan relevan bila digunakan untuk seleksi calon pegawai dari sumber lulusan baru.
"Tetapi juga tidak dibenarkan menggunakan pertanyaan yang menyerang privasi, kehormatan atau kebebasan beragama," kata Novel.
Kata Novel, 75 pegawai KPK yang kritis tidak lulus TWK adalah kesimpulan yang sembrono dan sulit untuk dipahami sebagai kepentingan negara.
Novel pun menegaskan bahwa tes TWK bukan seperti tes masuk seleksi tertentu yang bisa dipandang sebagai standar baku.
"Sekali lagi, penjelasan ini bukan karena lulus atau tidak lulus TWK, tetapi penggunaan TWK yang tidak tepat. Yang terjadi justru sebaliknya ,yaitu merugikan kepentingan bangsa dan negara dalam melakukan pemberantasan korupsi di Indonesia karena dimanfaatkan untuk menyingkirkan pegawai-pegawai terbaik KPK yang bekerja dengan menjaga integritas," ujar Novel.
Penonaktifan 75 pegawai KPK, termasuk Novel Baswedan di dalamnya, berdasarkan Surat Keputusan Pimpinan KPK Nomor 652 Tahun 2021.
Baca juga: Anggapan Rizieq Shihab Dibantah Saksi Ahli di Persidangan, Ada Kekeliruan di Kasus Tes Swab RS UMMI
Mereka yang Tak Lolos
Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi KPK Giri Suprapdiono membenarkan sejumlah nama pegawai KPK yang dikabarkan tidak lolos TWK dalam rangka alih status menjadi ASN.
Ia membenarkan bahwa salah satu dari 75 nama pegawai KPK yang tidak lolos TWK dalam rangka alih status menjadi ASN itu adalah penyidik senior KPK, Novel Baswedan.
"Iya, termasuk (Novel Baswedan), kurang lebih begitu," kata Giri, saat menjawab soal nasib Novel dalam sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu (7/5/2021).
Sebagian besar yang tidak memenuhi syarat itu, Giri melanjutkan, satu orang pejabat eselon I yakni Deputi Koordinasi Supervisi KPK Hery Muryanto; lalu tiga pejabat eselon II yakni dirinya yang merupakan Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi, Kepala Biro SDM Chandra Reksodiprodjo, dan Direktur Pembinaan Jaringan Antarkomisi Sujanarko.
Kemudian, untuk eselon III, yakni Kepala Bagian Perancangan Peraturan dan Produk Hukum pada Biro Hukum KPK Rasamala Aritonang, Kabag SDM Nanang Priyono, dan beberapa nama lainnya.
"Sebenarnya yang menarik adalah hampir semua kasatgas yang berasal dari KPK, tujuh kasatgas penyidikan dan dua kasatgas penyelidikan juga merupakan bagian dari 75 itu tadi," kata Giri.
Selain itu, nama-nama seluruh pengurus inti dari Wadah Pegawai KPK, lanjut dia, juga termasuk dalam 75 nama yang tidak lolos TWK tersebut.
"Pegawai tetap yang dites, sementara pegawai yang diperbantukan dari kepolisian dan pegawai negeri yang diperbantukan dari kementerian lain tidak dites."
"Jadi, pegawai tetap, misalnya polisi yang mengundurkan diri dan memutuskan menjadi pegawai KPK dites kembali," ujar Giri.
Artikel ini disarikan dari kumpulan berita Tribunnews.com dengan topik Seleksi Kepegawaian KPK
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jakarta/foto/bank/originals/penyidik-kpk-novel-baswedan-tiba-di-gedung-kpk-jakarta-kamis-2222018.jpg)