Petaka Kolonel Priyanto Diberi Tugas Nyangkut Ngamar dengan Wanita, Pulang Tabrak Sejoli di Nagreg

Bahkan, lanjut Kopda Andreas, mereka juga menginap di sebuah hotel sebelum kecelakaan terjadi.

Penulis: Abdul Qodir | Editor: Acos Abdul Qodir
Tribun Jabar / Lutfi Ahmad
Kolonel P tersangka 1 saat jalani rekontruksi kasus tabrak lari di Nagreg, Senin (3/1/2021). 

TRIBUNJAKARTA.COM, CAKUNG - Kolonel Inf Priyanto yang ditugasi ikut kegiatan intelijen TNI AD justru sempat menjemput dan tidur bersama satu wanita di beberapa hotel sebelum kejadian menabrak sejoli Handi Saputra (17) dan Salsabila (14) di Jalan Raya Nagreg, Kabupaten Bandung dan berujung dibuangnya tubuh kedua korban, pada 8 Desember 2021.

Hal ini disampaikan Kopda Andreas Dwi Atmoko saat dihadirkan sebagai saksi kasus dugaan pembunuhan berencana Handi dan Salsabila diawali kecelakaan di Nagreg, dengan terdakwa Kolonel Inf Priyanto, dalam persidangan di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Cakung, Jakarta Timur, Selasa (15/3/2022).

Majelis hakim sidang kasus Kolonel Priyanto ini diketuai Brigjen TNI Faridah Faisal.

Diketahui, Kopda Andreas Dwi Atmoko (Kodim Gunung Kidul, Kodam Diponegoro) dan Koptu Ahmad Soleh (Kodim Demak, Kodam Diponegoro) merupakan dua anggota TNI AD yang mendampingi Kolonel Inf Proyanto saat kecelakan dengan sepeda motor Handi dan Salsabila. 

Kopda Andreas menceritakan, saat itu, ia dan Koptu Ahmad Soleh diperintahkan Priyanto untuk mengantar ke Jakarta karena harus menghadiri rapat evaluasi bidang intelijen dan pengamanan TNI AD pada 6-7 Desember 2021.

Baca juga: Siapakah Lala? Sosok Wanita yang Disebut di Kasus Nagreg Kolonel Priyanto

Dirinya bersama Koptu Ahmad Soleh dan Kolonel Inf Priyanto berangkat dari Yogyakarta menuju Jakarta melewati jalur Selatan yakni Kota Bandung, menggunakan mobil Isuzu Panther B-300-Q.

Saat itu, dirinya bertindak sebagai sopir.

Tampak Kolonel Inf Priyanto yang dihadirkan sebagai terdakwa dalam sidang perkara tabrak lari yang menewaskan sejoli Salsabila dan Handi Saputra di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Selasa (8/3/2022).
Tampak Kolonel Inf Priyanto yang dihadirkan sebagai terdakwa dalam sidang perkara tabrak lari yang menewaskan sejoli Salsabila dan Handi Saputra di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Selasa (8/3/2022). (TribunJakarta.com/Bima Putra)

Dalam perjalanan menuju Jakarta, mereka mampir ke Cimahi, Jawa Barat, untuk menjemput teman wanita Kolonel Inf Priyanto bernama Lala.

"Dari Yogya menuju Jakarta lewat Bandung, mampir ke tempat Saudari Lala," kata Andreas dalam sidang.

Dijelaskannya, ia bersama Ahmad, Priyanto, dan Lala sempat menginap di beberapa hotel selama mereka berada di Jakarta dan maupun dalam perjalanan kembali dari Jakarta menuju Cimahi seusai kegiatan rapat keintelijenan.

Andreas mengungkapkan, saat menginap di sebuah hotel di Jakarta mereka berempat tidur di dua kamar berbeda.

Andreas tidur satu kamar bersama Koptu Ahmad Soleh. Sementara, Kolonel Inf Priyanto tidur satu kamar bersama Lala.

Baca juga: Kolonel Priyanto Minta Maaf dan Ngaku Khilaf ke Orang Tua Sejoli Nagreg, Hakim Ingatkan Kepedihan

Baca juga: Anaknya Dibuang hidup-hidup ke Sungai, Ortu Handi Syok dengan Perlakuan Kolonel Priyanto: Kok Tega

Selama perjalanan dari Jakarta menuju Cimahi untuk mengantar Lala pulang, kata Andreas, mereka juga sempat menginap di hotel.

Bahkan, lanjut Kopda Andreas, mereka juga menginap di sebuah hotel sebelum kecelakaan terjadi.

Tabrak Sejoli di Nagreg, Tancap Gas saat Lihat Puskesmas

Mobil Isuzu Panther hitam bernopol B 300 Q yang menabrak Handi Harisaputra (17) dan Salsabila (14) (kiri), sosok penabrak (kanan).
Mobil Isuzu Panther hitam bernopol B 300 Q yang menabrak Handi Harisaputra (17) dan Salsabila (14) (kiri), sosok penabrak (kanan). (Instagram @infojawabarat)

Setelah mengantar Lala pulang ke Cimahi, Andreas, Ahmad, dan Priyanto kemudian melanjutkan perjalanan dari Cimahi menuju rumah Kolonel Inf Priyanto di Yogyakarta dengan melewati jalur Nagreg pada 8 Desember 2021.

Saat itu, mobil Isuzu Panther dikemudikan Andreas.

Sesampainya di lokasi kejadian, mobil yang dikendarai Andreas menabrak sepeda motor yang dikemudikan Handi dan ditumpangi Salsabila.

Sepeda motor tersebut melaju dari arah berlawanan di Jalan Raya Nagreg.

Menurutnya, sepeda motor Satria FU yang dikemudikan Handi oleng dan berpindah ke arah mobil yang dikemudikannya setelah bersenggolan dengan truk melaju searahnya.

Mengetahui korban terpental ke jalurnya, Andreas mengaku yang saat itu mengemudikan mobil dengan kecepatan sekitar 50-60 kilometer per jam, sudah berupaya melakukan pengereman agar mobil tidak menabrak korban.

Nahas, mobil tetap menabrak hingga akhirnya Salsabila ditemukan dalam posisi berada di kolong mobil Isuzu Panther dan diduga sudah meninggal dunia.

Sementara, Handi terpental ke bagian depan mobil kondisi keadaan terluka.

Baca juga: Itu Anak Orang Pak Bergetarnya Kopda Andreas Mohon Kolonel Priyanto Tak Buang Sejoli Kasus Nagreg

Kejamnya Kolonel Priyanto, Handi Merintih Diletakkan di Bagasi, Ketemu Puskesmas Minta Tancap Gas

"Saya sudah mengerem. Korban tergeletak di sebelah kanan, di jalur saya," jawab Andreas.

Usai kecelakaan tersebut, dia bersama Priyanto dan Koptu Ahmad Soleh mengangkat tubuh Handi dan Salsabila ke dalam mobil Isuzu Panther dikemudikannya.

Diberitakan sebelumnya, warga sekitar lokasi kejadian kecelakaan sempat berusaha mendekat untuk menolong korban, namun dilarang oleh pelaku.  

Rekontruksi kasus tabrak lari Salsa dan Handi digelar di Jalan Raya Bandung-Garut tepatnya di Desa Ciaro Kecamatan Nagreg Kabupaten Bandung, Senin (3/11/2021).
Rekontruksi kasus tabrak lari Salsa dan Handi digelar di Jalan Raya Bandung-Garut tepatnya di Desa Ciaro Kecamatan Nagreg Kabupaten Bandung, Senin (3/11/2021). (Tribun Jabar / Lutfi Ahmad)

Handi yang berdasar keterangan saksi masih hidup dan sempat merintih kesakitan ditempatkan di bagian bagasi, sementara Salsabila ditempatkan di bagian kursi penumpang.

"Tujuan dibawa ke mobil untuk apa," tanya kembali Farida kepada Kopda Andreas.

Andreas menjawab, saat itu dirinya mengira kedua korban dimasukkan ke dalam mobil dengan maksud untuk dibawa ke rumah sakit terdekat dari lokasi kejadian.

Namun, saat melewati satu puskesmas di sekitar Limbangan dekat lokasi kejadian, justru Kolonel Inf Priyanto yang duduk di kursi depan penumpang memerintahkan agar mobil tidak berhenti.

Andreas mengatakan, selama perjalanan itu dirinya berulang kali memohon kepada Kolonel Priyanto untuk membawa kedua korban ke puskesmas agar nyawa sejoli tersebut bisa tertolong.

Tapi, Priyanto yang merupakan perwira menengah TNI AD alias lebih tinggi pangkat darinya, tetap memerintahkannya untuk diam dan memacu mobil hingga ke arah Jawa Tengah.

Setelah mendapati Andreas ketakutan karena telah mobil menabrak kedua korban, Priyanto memerintahkan Andreas untuk menepikan kendaraan dan mengambil alih kemudi.

Baca juga: Akhir Pekan Kelam di Tangerang, 4 Pria Tewas Tidak Normal: Kesetrum Sampai Tenggelam

Andreas menyebut dirinya kembali memohon kepada Priyanto agar kendaraan diputar balik menuju puskesmas agar korban mendapat penanganan medis.

Namun, Priyanto kembali memerintahkannya untuk diam dan menyatakan kedua korban akan dibuang ke Jawa Tengah, untuk menghilangkan bukti bahwa mobil menabrak kedua korban.

Sadar bahwa Priyanto memerintahkan tindak pidana yang berdampak hukuman lebih berat dibandingkan kecelakaan lalu lintas, Andreas semakin kalut dan memohon ke Priyanto membatalkan niat tersebut.

"Saya memohon. Mohon izin saya punya istri, punya keluarga. Kalau ada apa-apa bagaimana," jawab Andreas menirukan ucapannya kepada Priyanto saat kejadian.

Hakim Farida kembali bertanya alasan Andreas tidak berani memaksa Priyanto untuk membatalkan niat membuang kedua korban ke aliran Sungai Serayu, Jawa Tengah, bila takut dengan konsekuensi hukum.

Andreas menjawab sembari menitikkan air mata.

Baca juga: Tersengal-sengal, Nengsih Cerita Ditinggal di Jalan Usai Dibakar Oknum Polisi: Sendirian Tahan Perih

Dia mengaku hanya bisa memohon kepada Priyanto mengurungkan niat membuang kedua korban meski sadar tindakannya itu merupakan tindak pidana.

"Siap, tidak berani. Saya memohon," jawab Andreas sambil menunduk menahan tangis.

   

Cari Sungai Lewat Google Map untuk Buang Tubuh Korban

Tiga anggota TNI AD menjalani rekonstruksi di Sungai Serayu Banyumas, Senin (3/1/2022).
Tiga anggota TNI AD menjalani rekonstruksi di Sungai Serayu Banyumas, Senin (3/1/2022). (Kompas.com)

Mobil yang dikemudikan Kolonel Priyanto pun akhirnya berhenti di sebuah toko karena saat itu dia ingin buang air kecil.

Setelah itu, Andreas kembali mengemudikan kendaraan dan Priyanto duduk di kursi penumpang di sampingnya.

Kolonel Priyanto kemudian mencari sungai melalui Google Maps di ponselnya.

Tujuannya adalah mencari sungai yang bisa dijadikan tempat untuk membuang tubuh Handi dan Salsabila.

Andreas mengungkapkan sebelumnya memang Priyanto sempat mengungkapkan niatnya untuk membuang Handi dan Salsabila di sungai.

Hal itu terungkap ketika Andreas menanyakan kepada Priyanto tujuannya setelah menolak sarannya untuk membawa Handi dan Salsabila ke Puskesmas Limbangan.

"Tujuannya ke mana, Bapak? Nanti kita bawa ke sungai di Jawa Tengah," kata Andreas.

Andreas mengatakan, pertama mereka tidak menemukan sungai dan masuk ke jalan perkampungan.

Mereka kemudian kembali ke arah jalan raya menuju Banyumas.

Setelah tiba di Banyumas, mereka melewati Jembatan Serayu yang besar.

Namun, niat mereka untuk membuang Handi dan Salsabila gagal karena masih ada sejumlah orang di lokasi.

Baca juga: Ada Oknum TNI di Kerangkeng Manusia Bupati Langkat, Andika Perkasa Bicara Hukuman Anggota Melanggar

Andreas kemudian memutar balik kendaraan mereka ke arah Jawa Barat karena bingung.

Tak jauh dari sana, kemudian mereka menemukan jembatan lainnya.

Kendaraan tersebut kemudian diputar arah dan diparkir di tengah-tengah jembatan.

Di sana lah mereka kemudian membuang Handi dan Salsabila ke aliran sungai di bawah jembatan.

Hingga akhirnya jenazah Handi dan Salsabila ditemukan warga di dua lokasi terpisah di aliran Sungai Serayu.

Priyanto tidak membantah secara keseluruhan keterangan Kopda Andreas di persidangan.

"Siap. Tidak ada (yang dibantah)" jawab Priyanto ketika ditanya hakim di ruang sidang.

Sang Kolonel Sangkal Handi Masih Hidup dan Merintih Kesakitan

Kolonel Inf Priyanto saat dihadirkan dalam sidang perkara dugaan pembunuhan berencana sejoli Nagreg di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Selasa (15/3/2022).
Kolonel Inf Priyanto saat dihadirkan dalam sidang perkara dugaan pembunuhan berencana sejoli Nagreg di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Selasa (15/3/2022). (TRIBUNJAKARTA.COM/BIMA PUTRA)

Dalam sidang pembuktian ini, Kolonel Inf Priyanto mendapat kesempatan untuk memberikan tanggapan atas keterangan saksi Kopda Andreas dan empat saksi lainnya yang dihadirkan di persidangan.

Keempat saksi tersebut yakni warga yang berada di lokasi kecelakaan, Mereka adalah Shohibul Iman, Saepudin Juhri alias Oseng, Teten Subhan, dan Taufik hidayat alias Opik.

Priyanto membantah keterangan empat saksi dari Oditur Militer yang menyebutnya bahwa Handi Saputra masih bergerak saat dibawa dari lokasi kejadian kecelakaan di Jalan Raya Nagreg.

Priyanto mengaku tidak mendapati tubuh korban bergerak sebagaimana keterangan empat saksi dari Oditur Militer.

"Menyangkal. Karena begitu kami angkat (tubuh Handi) sudah tidak bergerak. Tidak ada gerakan," kata Priyanto di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Selasa (15/3/2022).

Priyanto juga mempertanyakan kesaksian warga yang dihadirkan Oditur Militer karena menyatakan sempat mengecek denyut nadi Handi di leher.

Menurut Priyanto, proses evakuasi tubuh Handi dari Jalan Raya Nagreg ke tepi jalan hingga dimasukkan ke dalam mobil berlangsung cepat, sehingga tidak ada waktu memeriksa denyut nadi.

"Makannya saya bertanya, kapan sempat dicek (denyut nadi di leher Handi)?" ujarnya.

Mendengar bantahan Priyanto, Hakim Ketua Brigjen TNI Faridah Faisal sempat menanyakan apa saksi dari Oditur Militer meralat keterangan mereka dalam BAP (Berita Acara Pemeriksaan) dan sidang.

Dia bertanya kepada Shohibul Iman, pengendara sepeda motor yang melintas saat kejadian pada 8 Desember 2021 lalu dan ikut membantu proses evakuasi tubuh Handi dari Jalan Raya Nagreg.

"Apakah saksi empat tetap pada keterangan," tanya Faridah.

Tanpa ragu, Shohibul pun menjawab dia tidak menarik keterangannya yang menyatakan Priyanto mengetahui Handi masih hidup karena saat diangkat tubuh korban masih bergerak.

Dia lalu menunjukkan foto di handphone-nya saat proses evakuasi tubuh Handi dari jalan, yang didokumentasikan seorang warga kepada hakim Faridah sebagai bukti keterangannya benar.

Baca juga: Datang ke Polisi Pakai Air Jordan 1 x Dior, Doni Salmanan Kini Berkawan Sandal Jepit dan Baju Oranye

Bukan hanya kesaksian Shohibul yang dibantah Priyanto.

Keterangan Saepudin Juhri alias Oseng yang menyebutnya mengetahui dan melihat Handi bergerak saat dievakuasi juga disangkal.

Tapi seperti Shohibul, Oseng yang ikut membantu proses evakuasi tubuh Handi juga tidak mencabut keterangannya bahwa korban masih dalam keadaan bergerak dan bernapas saat diangkat.

"Masih bergerak, masih bernapas," tutur Oseng menjawab tanpa ragu.

Mendengar jawaban, Faridah lalu menyatakan para saksi dari Oditur Militer memiliki hak untuk memberi kesaksian berdasarkan apa yang dilihat saat kejadian di Jalan Raya Nagreg.

Pun dengan hak Priyanto untuk menyangkal para saksi, keterangan dari pihak saksi Oditur Militer dan Priyanto ini yang bakal jadi pertimbangan Majelis Hakim untuk menentukan putusan nanti.

"Ini kan pendapatnya saksi," kata Faridah.

Dalam kasus ini, Oditur Militer selaku jaksa pada peradilan militer mendakwa Kolonel Inf Priyanto dengan dakwaan berlapis.

Dalam dakwaan primer, Kolonel Inf Priyanto didakwa melanggar Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP tentang penyertaan pidana, subsider Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan, juncto Pasal 55 ayat 1 KUHPidana.

Sedangkan dakwaan subsider pertama, dia didakwa melanggar Pasal 328 KUHP tentang penculikan juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP, subsider kedua melanggar Pasal 333 KUHP tentang Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Orang juncto Pasal 55 ayat 1 KUHPidana.

Untuk dakwaan subsider ketiga, dia didakwa melagngar Pasal 181 KUHP tentang mengubur, menyembunyikan, membawa lari, atau mrnghilangkan mayat dengan maksud menyembunyikan kematian, juncto Pasal 55 ayat 1 KUHPidana. (TribunJakarta.com/Tribunnews.com/Bima Putra/Gita Irawan)

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved