Cerita Pedagang Warung Madura Mudik ke Kampung: Rela Lepas Pekerjaan Demi Kembali Nganggur

Beragam perjuangan dilewati para pemudik demi bisa merayakan Hari Raya Idul Fitri bersama keluarga di kampung halaman.

Elga Hikari Putra/TribunJakarta.com
Suasana para pemudik asal Sumenep yang didominasi para pedagang di Warung Madura saat menjadi peserta mudik gratis, Rabu (19/4/2023). 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com Elga Hikari Putra

TRIBUNJAKARTA.COM, TANAH ABANG - Beragam perjuangan dilewati para pemudik demi bisa merayakan Hari Raya Idul Fitri bersama keluarga di kampung halaman.

Sekalipun resiko yang dihadapi begitu besar, bagi sebagian orang kebahagiaan bisa mudik di saat Lebaran sama sekali tak bisa digantikan dengan apapun.

Hal itulah yang dipilih oleh Faruk, perantau asal Pulau Madura, tepatnya dari Kabupaten Sumenep, Jawa Timur yang selama ini bekerja di Jakarta sebagai pekerja di warung Madura.

Dibilang pekerja lantaran dia memang hanya ditugaskan oleh sang pemilik warung untuk menjaga dan menjual dagangan yang ada di kios.
 
Baca juga: Girangnya Ratusan Pedagang Warung Madura Ikut Mudik Gratis ke Sumenep Bareng Sang Bupati

Namun masyarakat lebih umum menyebut mereka sebagai pedagang warung Madura.

Di Jakarta, ia bertugas menjaga warung Madura bersama ayahnya di kawasan Joglo, Jakarta Barat.

"Saya jaga sama bapak saya setiap hari gantian 24 jam," kata Faruk yang menjadi peserta mudik gratis bersama Bupati Sumenep saat ditemui di Parkir Timur Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (19/4/2023).

Faruk sebenarnya baru tiga bulan bekerja di warung Madura. 

Namun ada beberapa alasan yang membuatnya memutuskan mudik di Lebaran tahun ini.

"Pertama karena kangen istri dan anak, terus jaga di warung Madura itu capek mas, 24 jam buka terus ga pernah ada tutupnya," kata Faruk.

Faruk pun bercerita sedikit mengenai konsep dagang ala warung Madura.

Kata Faruk, para pedagang di warung Madura itu biasanya hanyalah pekerja yang dibayar dengan sistem bagi hasil.

Hal itulah yang membuat warung Madura itu biasanya buka 24 jam penuh karena harus mengejar omzet sebanyak mungkin.

"Misalnya keuntungan dari omzet itu 10 persen. Nah 5 persen buat bos, 5 persennya itu upah buat kita. Jadi harus cari uang sebanyak-banyaknya," kata Faruk.

Sumber: Tribun Jakarta
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved