KH Imam Jazuli Ingatkan Pemerintah Soal Sekolah Rakyat: Benahi Dulu Banyak Sekolah Meprihatinkan

Sekolah Rakyat program Pemerintahan Prabowo  Subianto dengan menyedot anggaran senilai Rp 1,19 triliun dianggap terlalu besar dan tidak proporsional.

Editor: Y Gustaman
Dok. Pesantren Bina Insan Mulia via Tribunnews
KRITISI SEKOLAH RAKYAT - Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia Cirebon KH. Imam Jazuli, mengkritisi program Sekolah Rakyat yang digagas Pemerintahan Prabowo Subianto melalui Kementerian Sosial. Program yang menyedot APBN senilai Rp 1,19 triliun dianggap terlalu besar dan tidak proporsional. Ironisnya masih banyak sekolah yang saat ini kondisinya sangat memprihatinkan. 

TRIBUNJAKARTA.COM, CIREBON - Sekolah Rakyat program Pemerintahan Prabowo  Subianto dengan menyedot anggaran senilai Rp 1,19 triliun dianggap terlalu besar dan tidak proporsional. Ironisnya masih banyak sekolah yang kondisinya sangat memprihatinkan.

“Semestinya (dana sebesar itu, red) diperuntukkan untuk sekolah-sekolah yang sudah ada namun rendah kualitasnya,” ujar KH Imam Jazuli, Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia Cirebon, dalam keterangannya kepada media, Kamis (10/7/2025).

Menurut Kiai Imam, masih banyak sekolah dasar negeri yang ditutup karena kekurangan murid, fasilitas rusak parah seperti atap bocor saat hujan dan dinding dari anyaman bambu hingga ada guru yang terlilit utang dan memilih jalan pintas.

“Persoalan-persoalan konkret semacam ini mestinya diperhatikan terlebih dahulu sebelum memikirkan pekerjaan baru,” tegas Wakil Ketua Pimpinan Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyah (Asosiasi Pondok Pesantren se-Indonesia) periode 2010–2015 ini.

Di satu sisi, lanjut Kiai Imam, program Sekolah Rakyat adalah wujud niat tulus pemerintah. Tapi di sisi lain pemerintah terkesan tega membiarkan sekolah-sekolah lama yang kondisinya jauh dari standar.

"Seakan-akan pemerintah menormalisasi kualitas rendah sekolah-sekolah yang sudah ada selama ini,” kata Kiai Imam.

Harus diakui memperbaiki sekolah-sekolah yang ada menjadi kewajiban. Sedangkan program Sekolah Rakyat yang dianggap lebih cocok dengan kebutuhan era digital memiliki viralitas. Sehingga jika ini berhasil pemerintah mendapatkan apresiasi publik.

Kiai Imam menyitir pepatah lama, “Lebih baik makan singkong daripada bermimpi makan keju.” Ibaratnya, memperbaiki sekolah yang ada terasa seperti makan singkong—kurang bergengsi dan tidak viral.

Tapi, dibandingkan hanya bermimpi, ikhtiar memperbaiki sekolah yang ada tetap lebih baik dan nyata manfaatnya. Jauh lebih luhur jika membandingkan program Sekolah Rakyat yang hanya menyasar 100 titik dengan total 9.700 siswa.

Pemerintah patut belajar ke Pondok Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman, Parung, Bogor, yang menggratiskan pendidikan bagi 15.000 santri. Di mana setiap hari ponpes tersebut mampu menyediakan tujuh ton beras dan tetap mandiri tanpa bantuan pemerintah.

Bandingkan jika program Sekolah Rakyat yang digagas Pemerintah hanya memasang target 9.700 siswa dengan anggaran sebesar Rp 1,19 triliun.

Kiai Imam turut mengkritisi pernyataan Wakil Menteri Sosial Agus Jabo Priyono yang menyebut program Sekolah Rakyat bagian dari upaya pemerintah menyiapkan generasi unggul menuju Indonesia Emas 2045. 

Niat tersebut memang layak diapresiasi, namun Kiai Imam mengingatkan tidak relevan jika melihat realita saat ini. Jika pemerintah memang serius ingin membangun generasi masa depan, pekerjaan rumah yang masih menumpuk harus diselesaikan terlebih dulu.

Lebih ironis lagi ketika Kementerian Sosial akan menyiapkan 9.700 unit laptop untuk siswa Sekolah Rakyat. Ini menunjukkan tidak adanya koordinasi antarkementerian.

Merujuk data Kemendikbudristek tahun 2021, bahwa sekitar 77,7 persen atau 421.000 satuan pendidikan dari PAUD hingga SLB belum memiliki komputer dan perangkat teknologi informasi. 

Halaman
12
Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved