Diplomat Arya Daru Tewas di Kosan

3 Kasus Dugaan Pembunuhan ASN yang Diliputi Keterkaitan dengan Kasus TPPO hingga Korupsi

Kasus kematian Diplomat Muda Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Arya Daru Pangayunan, yang ramai diduga dibunuh, bukan pertama kali terjadi.

|
TribunJakarta.com/Dwi Putra Kesuma
Jenazah Rosawati Soewarno (70) yang ditemukan tewas di kediamannya dalam kondisi mulai membengkak sudah dievakuasi ke Rumah Sakit Fatmawati, Jakarta Selatan, Selasa (29/5/2018). TRIBUNJAKARTA.COM/DWI PUTRA KESUMA 

TRIBUNJAKARTA.COM - Kasus kematian Diplomat Muda Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Arya Daru Pangayunan, yang ramai diduga dibunuh, bukan pertama kali terjadi.

Arya dikaitkan dengan dengan rekam jejaknya menjadi saksi pada sebuah kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

Selain Arya, setidaknya ada dua kematian serupa, ASN yang diduga dibunuh dan terkait suatu kasus, yakni  ASN Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang Paulus Iwan Boedi Prasetijo, dan arkeolog di Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Tengah Lambang Babar Purnomo.

Paulus Iwan Boedi Prasetijo diketahui menjadi saksi dalam kasus korupsi dan Lambang Babar Purnomo menjadi saksi dalam kasus pencurian artefak museum.

Akan tetapi, mengingat kasus ini masih bergulir dan belum mendapatkan titik terang, belum bisa dipastikan pula apakah kematian mereka berkaitan dengan kasus-kasus tersebut.

1. Arya Daru Pangayunan

Arya Daru Pangayunan (ADP) merupakan seorang aparatur sipil negara (ASN) yang bertugas di Kementerian Luar Negeri RI (Kemenlu RI) yang tewas dalam kondisi tidak wajar.

Arya ditemukan dalam kondisi tewas di kamar indekosnya, Guest House Gondia, di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (8/7/2025) pagi.

Sejumlah kejanggalan mencuat di balik kasus kematian pria lulusan Ilmu Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada (UGM), angkatan 2005 tersebut.

Sebab, jasad korban ditemukan dalam kamar yang terkunci dari dalam, tidak ada tanda kekerasan pada tubuh, dan tak satu pun barang miliknya dinyatakan hilang.

Apalagi, posisi jasad Arya terbaring di atas kasur, dengan kepala tertutup lakban dan tubuh dibalut selimut.

Kemudian, pintu maupun jendela kamar kos Arya juga tidak ditemukan tanda-tanda kerusakan.

Tak lama setelah ditemukan, jenazah Arya dibawa ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) untuk diautopsi, termasuk pemeriksaan histopatologi dan toksikologi.

Tak sampai seminggu setelah penemuan jasadnya, kasus kematian Arya Daru Pangayunan telah dilimpahkan ke Polda Metro Jaya dan ditangani oleh Subdirektorat Reserse Mobile Direktorat Reserse Kriminal Umum.

Kini, hampir dua minggu setelah ia ditemukan tewas, penyebab kematiannya masih belum terungkap.

Kematian Arya pun sempat dihubung-hubungkan dengan kasus besar yang dia tangani di Kemenlu RI.

Ia menjadi saksi dalam kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Jepang dan Kamboja.

Namun, pihak Kemenlu RI sudah menyatakan bahwa kasus TPPO itu sudah selesai dan mengimbau masyarakat untuk tidak berspekulasi.

Hingga saat ini pula, belum bisa dipastikan apakah Arya meninggal dunia karena bunuh diri atau menjadi korban pembunuhan atau kecelakaan.

Update terbaru, ada tiga barang Arya yang hilang, yakni ponsel, serta tas dan ransel yang sempat ia bawa ke rooftop lantai 12 kantor Kemenlu RI, sesuai rekaman CCTV, pada malam sebelum ia ditemukan tewas.

Arya diketahui merupakan warga asal Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Ia bergabung sebagai diplomat fungsional muda Kementerian Luar Negeri RI sejak 2014.

Ia pernah ditempatkan di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Yangon, Myanmar pada periode 2011-2013.

Kemudian, ia menjabat sebagai Third Secretary di KBRI Dili, Timor Leste pada 2018-2020, dan menduduki jabatan sebagai Second Secretary di KBRI Buenos Aires, Argentina (2020-2022).

Delapan tahun kemudian, Arya bergabung ke Direktorat Perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI) Kementerian Luar Negeri RI.

Ia sempat terlibat dalam misi kemanusiaan seperti pemulangan anak-anak pekerja migran Indonesia (PMI) dari Taiwan, evakuasi WNI saat gempa Turki, dan perang di Iran.

2. Paulus Iwan Boedi Prasetijo

Kasus kematian Paulus Iwan Boedi Prasetijo, meski sudah tiga tahun berlalu, masih menjadi misteri.

Hingga Juli 2025 atau hampir 1.000 hari kematiannya, terduga pelaku yang tega menghilangkan nyawa Iwan masih belum terungkap.

Iwan merupakan pegawai negeri sipil (PNS) di Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang yang sempat dilaporkan hilang pada 24 Agustus 2022.

Dia hilang sehari sebelum mendatangi undangan sebagai saksi dugaan korupsi yang tengah ditelusuri Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Jawa Tengah. 

Lebih dari sepekan dilaporkan hilang, tepatnya pada 9 September 2022, jenazah Iwan ditemukan dalam keadaan terbakar tanpa kepala di lahan kosong di kawasan Pantai Marina, Kota Semarang.

Di dekatnya, ditemukan pula sepeda motor dinas berpelat merah yang biasa ia kendarai, name tag bertuliskan "Iwan Budi Paulus," dan telepon seluler yang diduga miliknya.

Kondisi jenazah Iwan sangat mengenaskan, tangan kiri, lengan kiri, dan tungkai tersebar di sekitar lokasi, tetapi bagian kepala dan tangan kanannya tidak pernah ditemukan.

Saat proses pencarian anggota tubuh Iwan di di TKP penemuan jasad, polisi bahkan membawa Moci, anjing kesayangan mendiang.

Diduga kuat, Iwan menjadi korban pembunuhan dengan mutilasi, dan ada indikasi bahwa ia dibunuh terlebih dahulu sebelum dibakar.

Kasus tewasnya Lambang pun dikait-kaitkan dengan dugaan korupsi atas dugaan penyalahgunaan aset di Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Semarang pada 2010.

Iwan rencananya akan diminta menjadi saksi dugaan penyalahgunaan hibah lahan milik Perumahan Bukit Semarang Baru (BSB) di Kecamatan Mijen kepada Pemkot Semarang.

Ia akan dimintai keterangan soal alokasi anggaran yang belum selesai.

Dari data yang ada, terdapat alokasi dana sekitar Rp3 miliar tapi baru digunakan sekitar Rp300 juta. 

Hal itu membuat surat pertanggungjawaban atau SPJ dari proyek tersebut belum selesai sampai sekarang.

3. Lambang Babar Purnomo

Kasus kematian ASN lain yang masih dilingkupi teka-teki yang belum terpecahkan adalah Lambang Babar Purnomo, arkeolog di Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Tengah.

Lambang ditemukan meninggal dunia di sebuah selokan di pinggir Ring Road Utara, Pandega Padma, Sleman, Yogyakarta, pada Sabtu, 9 Februari 2008 sekitar pukul 04.30 pagi.

Saat itu, kondisi tubuh Lambang tertindih sepeda motor Honda Astrea 800, dengan helm full-face masih terpasang.

Bagian kaki, tangan, badan Lambang tidak ada luka sama sekali, yang luka hanya bagian kepala.

Sempat muncul dugaan bahwa Lambang meninggal dunia akibat kecelakaan tunggal. Namun, tak lama kemudian dugaan ini terpatahkan.

Sebab, luka pada bagian kepala pria kelahiran Yogyakarta pada 18 Agustus 1952 itu berupa sayatan, dan dinilai tidak wajar untuk kasus kecelakaan.

Sebelum ditemukan tewas, Lambang sempat berkumpul dengan teman-temannya pada Jumat, 8 Februari 2008 tengah malam, untuk acara perpisahan Kepala Benteng Vredeburg, Wahyu Indrasana, di Piyungan, Bantul.

Ia diketahui baru pulang ke rumah kurang lebih pukul 04.15 pagi.

Kasus tewasnya Lambang menuai sorotan lantaran saat itu ia menjadi saksi ahli dalam kasus pencurian enam arca batu milik Museum Radya Pustaka, Surakarta, Jawa Tengah.

Kasus pencurian ini melibatkan mantan Kepala Museum Radya Pustaka Solo KRH Darmodipuro (Mbah Hadi), Jarwadi, Suparjo (Gatot), dan Heru Suryanto. 

Kemudian, pengusaha sekaligus adik Presiden RI Prabowo Subianto, Hashim Djojohadikusumo, diduga juga terlibat setelah membeli keenam arca tersebut dari Hugo Kreijger.

Lambang termasuk sosok yang gigih dan jujur, memberikan keterangan termasuk data-data pendukung penyidikan kasus pencurian arca batu koleksi Museum Radya Pustaka.

Bahkan, untuk itu, ia rela bolak-balik Solo - Yogyakarta sejak November 2007.

Selain itu, Lambang rajin menyambangi Kantor Kepolisian Resor Kota Besar (Poltabes) Solo hampir tiap pekan untuk menyuplai data dan informasi.

Lambang sendiri merupakan salah satu pegawai BP3 Jateng yang datang ke Poltabes Solo, melaporkan kasus pencurian arca batu di Museum Radya Pustaka.

Kasus bermula ketika staf Museum Radya Pustaka Solo mengetahui bahwa arca batu era Hindu-Buddha yang ada di museum itu adalah palsu. 

Lambang Babar Purnomo adalah orang yang pertama melakukan pelacakan.

Hasil dari penyelidikan, terungkap dua orang tersangka pencurian dan pemalsuan arca, yakni Heru Suryanto dan Kepala Museum Radya Pustaka Mbah Hadi.

Keduanya telah divonis penjara 18 bulan penjara. 

Namun, kasus ini tidak berhenti di situ saja.

Dalam pengakuannya, Heru menyebut, ketika hendak melakukan pencurian, ternyata dia sadar bahwa sudah ada yang memalsukan arca-arca tersebut sebelumnya.

Kasus pun semakin melebar dan Lambang Babar Purnomo terlibat untuk mengungkapkannya.

Namun, belum selesai kasus ini terungkap, Lambang justru sudah ditemukan tewas dalam kondisi mengenaskan di tepi jalan di Sleman, Yogyakarta.

Bahkan, hingga kini, masih belum diketahui pula apa penyebab pasti Lambang Babar Purnomo meninggal dunia.

Jenazah Lambang dimakamkan di Pemakaman Kradenan, Yogyakarta.

Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

 

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved