Saat Tangsel Naik Kelas Predikat Kota Layak Anak, Siswanya Dibully hingga Meninggal Dunia

Tangerang Selatan (Tangsel) baru saja naik kelas menerima predikat kota layak anak, dan kini siswa SMPNnya dibully hingga meninggal dunia.

|
Kolase foto dari worldofbuzz.com dan TribunJakarta
DIBULLY SAMPAI MENINGGAL Ilustrasi perundungan berat mengakibatkan kematian - Siswa SMPN di Tangsel, MH (13) meninggal dunia setelah berbulan-bulan menjadi korban pembullyian. Korban meninggal pada Minggu (16/11/2025). 

"Tangerang Selatan harus menjadi kota layak anak, bukan kota yang kehilangan masa depan karena perundungan," jelas Yusuf kepada TribunJakarta, Senin (17/11/2025).

ANOMALI TANGSEL - Wakil Ketua DPRD Kota Tangerang Selatan (Tangsel), M. Yusuf saat menghadiri rapat kerja pembahasan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) Perubahan 2025 bersama mitra TAPD di ruang Badan Anggaran DPRD Tangsel, Sabtu siang, (14/06/2025). M. Yusuf mengkritisi pertumbuhan ekonomi Tangsel yang dinilainya anomali.
ANOMALI TANGSEL - Wakil Ketua DPRD Kota Tangerang Selatan (Tangsel), M. Yusuf saat menghadiri rapat kerja pembahasan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) Perubahan 2025 bersama mitra TAPD di ruang Badan Anggaran DPRD Tangsel, Sabtu siang, (14/06/2025). M. Yusuf mengkritisi pertumbuhan ekonomi Tangsel yang dinilainya anomali. (Dokumentasi PKS Tangsel)

Politikus PKS itu bahkan tak menutup kemungkinan akan memanggil pihak terkait sekolah hingga yang bersangkutan dengan sektor pendidikan untuk memastikan perundungan tak terjadi berulang.

"Kami di DPRD siap memanggil pihak-pihak terkait untuk memastikan kejadian seperti ini tidak akan pernah terulang. Memperkuat kebijakan perlindungan anak di sekolah."

"Peristiwa tragis ini harus menjadi momentum memperkuat SOP penanganan bullying di seluruh sekolah, pengawasan guru dan konselor, pendidikan karakter, empati, dan anti-kekerasan serta saluran pelaporan aman bagi siswa yang merasa terancam," kata Yusuf.

Yusuf menegaskan, jika bullying terbukti berkontribusi pada meninggalnya MH, pelaku harus mempertanggungjawabkannya secara pidana.

"Saya meminta dan mendesak pihak Kepolisian segera melakukan penyelidikan menyeluruh dan mengungkap fakta secara transparan. Pihak Sekolah SMPN 19 melakukan audit internal, mengevaluasi sistem pengawasan, dan memberikan penjelasan terbuka kepada masyarakat. Dinas Pendidikan Kota Tangsel untuk turun langsung, memastikan perlindungan psikologis bagi siswa lain dan melakukan perbaikan sistemik," desaknya.

Yusuf juga berkomitmen akan mengawal kasus perundungan di level anak-anak ini.

"Saya berkomitmen akan mengawal proses hukum hingga tuntas, mendorong kebijakan pengawasan dan pembinaan sekolah yang lebih ketat dan melakukan rapat kerja dengan Dinas Pendidikan dan instansi terkait untuk mengantisipasi kasus serupa," tegasnya.

Yusuf pun mengutarakan bela sungkawanya kepada keluarga almarhum MH.

"Saya, atas nama pribadi dan sebagai Wakil Ketua DPRD Kota Tangerang Selatan, menyampaikan duka cita mendalam atas meninggalnya ananda Hasyim, siswa SMPN 19 Tangerang Selatan, yang diduga menjadi korban perundungan (bullying) oleh teman-temannya."

"Peristiwa ini adalah tamparan keras bagi kita semua. Tidak ada alasan apa pun yang dapat membenarkan tindakan kekerasan di lingkungan pendidikan tempat yang seharusnya menjadi ruang aman bagi anak-anak kita untuk tumbuh, belajar, dan bermimpi," ujarnya.

Kegagalan Pemkot

Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, menilai kasus perundungan berat terhadap MH menunjukkan sekolah sedang dalam darurat kekerasan.

Terlebih, perundungan yang dialami MH sudah terjadi berbulan-bulan, hal itu menunjukkan adanya pembiaran.

Ubaid mengkritik Pemkot Tangsel sebagai representasi negara telah gagal dalam memastikan sekolah sebagai tempat yang aman untuk anak.

Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, di Pamulang, Selasa (20/8/2019).
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, di Pamulang, Selasa (20/8/2019). (TRIBUNJAKARTA.COM/JAISY RAHMAN TOHIR)

"Fakta bahwa kekerasan yang mematikan ini terjadi di lingkungan sekolah, yang seharusnya menjadi tempat paling aman bagi anak, menunjukkan kegagalan sistemik negara dalam melindungi peserta didik."

Sumber: Tribun Jakarta
Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved