Pasal Mencekik Raperda KTR Jakarta, Sejumlah Asosiasi Konsisten Menolak 

Jelang tahap akhir pembahasan, gelombang penolakan terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) kian kencang.

Penulis: Yusuf Bachtiar | Editor: Rr Dewi Kartika H
TribunJakarta.com/Yusuf Bahctiar
Akademisi Trisakti Ali Rido saat hadir bersama sejumlah asosiasi pedagang dan produsen rokok saat audiensi di Gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa (17/11/2025).  

TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Jelang tahap akhir pembahasan, gelombang penolakan terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) kian kencang terdengar. 

Sejumlah perwakilan dari berbagai asosiasi pelaku datang beraudiensi ke DPRD DKI Jakarta, mereka menyampaikan aspirasi penolakan dengan berbagai pertimbangan menyangkut dampak sosio-ekonomi. 

Paling baru, Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia (APKLI), Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) datang menemui Ketua Bapemperda DPRD DKI Abdul Aziz pada Selasa (18/11/2025).

Perwakilan Gaprindo Benny Wahyudi mengatakan, kedatangan pihaknya bersama sejumlah asosiasi lain bertujuan menyampaikan aspirasi penolakan terhadap Raperda KTR. 

"Sekarang kita datang bawa surat dan secara legal formal dijelaskan pa Rido (Akademisi) tadi saya gak banyak bicara beliau ahli hukum," kata Benny. 

Akademisi Trisakti Ali Rido yang turut hadir dalam audensi mengatakan, gabungan berbagai asosiasi telah menyampaikan aspirasi secara tertulis dengan dasar pertimbangan yang kuat. 

Salah satunya lanjut dia, terkait pasal-pasal yang dinilai bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi dan ketidak-konsistenan naskah akademik Raperda KTR. 

“Karena ada banyak pasal yang bertentangan dengan peraturan yang Lebih tinggi yaitu UU 17 tahun 2023 dan PP Nomor 28 tahun 2024 juga ada pasal yang bertentangan dengan putusan MK," kata Rido. 

Dasar penolakan terhadap Raperda KTR juga sangat mendasar, yaitu dampak sosial dan ekonomi masyarakat terutama pedagang kecil seperti warteg, PKL dan warung kelontong. 

"Kalau bagi saya yang namanya perda menampung kondisi khusus daerah, maka ketika Jakarta merupakan daerah yang membutuhkan peran pedagang kaki lima dan kawan-kawannya, ya itu yang harus diakomodir lebih dulu untuk kepentingan bersama," ujarnya.

Terkait tanggapan Ketua Bapemperda DPRD DKI Jakarta, Rido belum dapat memastikan apakah aspirasi dari gabungan asosiasi ini akan diterima atau tidak. 

Tetapi yang jelas, aspirasi yang disampaikan bukan semata sudut pandang subjektif yang tak berdasar. 

"Yang jelas masukan kami bukan subjektif tapi objektif mempertimbangkan aspek akademik dan empiris,” tutupnya.

Sementara itu, Ketua Umum APKLI Ali Mahsun mengatakan, pihaknya terus konsisten menolak pasal-pasal yang dianggap mencekik keberlangsungan usaha.

“Kami konsisten minta ke DPRD untuk mencabut, menghapus, pasal yang melarang menjual rokok eceran zonasi 200 meter dari satuan pendidikan dan bermain anak,” kata Ali. 

Tak hanya itu, penolakan juga mencakup aturan atau pasal yang berisi perluasan Kawasan Tanpa Rokok hingga menyentuh pusat kuliner dan pasar rakyat.

“Kita bisa bayangkan kalau kita makan di warteg, Soto Lamongan, lalu nggak boleh merokok pasti omzet anjlok,” tegasnya. 

Baca berita TribunJakarta.com lainnya di Google News atau langsung di halaman Indeks Berita 

 
 
 
 

 

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved