Rayakan 75 Tahun Hubungan Diplomatik, KBRI Takhta Suci Gelar Pentas Budaya di Vatikan

KBRI Takhta Suci menggelar pentas budaya bekerja sama dengan Komunitas Kebaya Menari di aula KBRI Takhta Suci, Roma, pada Sabtu (24/10/2025).

Dokumentasi Komunitas Kebaya Menari
RAYAKAN HUBUNGAN DIPLOMATIK - Acara pentas budaya ini merupakan bagian dari rangkaian peringatan ulang tahun ke-75 Hubungan Diplomatik Republik Indonesia dan Takhta Suci yang digelar di aula KBRI Takhta Suci, Roma pada Sabtu (24/10/2025). (Dokumentasi Komunitas Kebaya Menari). 

Kegiatan itu antara lain peluncuran perangko Indonesia-Vatikan dan pentas budaya seni angklung.

Kebaya Menari

Komunitas Kebaya Menari yang dipimpin Yanti Muljono merupakan kelompok pegiat budaya dan penari tradisional, yang berhasrat untuk menyiarkan, menyosialisasikan, dan mengedukasi pemakaian kebaya kepada masyarakat luas.

Mereka menggunakan tarian sebagai media untuk mengedukasi masyarakat luas--kaum ibu dan kaum muda puteri--tertarik mengenakan kebaya; berbusana kebaya.

Kebaya yang hadir dari masa lalu dan lestari hingga masa kini, bukan sekadar pakaian.

Melainkan simbol dari  nilai-nilai kehidupan dan identitas budaya.

Sebab, kebaya memiliki nilai-nilai luhur yang melekat di dalamnya. 

Selain itu, kebaya dimaknai sebagai kesederhanaan, kesabaran, keanggunan, dan penghormatan pada budaya.

Untuk melestarikan kebaya sebagai pakaian nasional, pemerintah menetapkan 24 Juli sebagai Hari Kebaya Nasional. 

Komunitas Kebaya Menari memilih tarian sebagai media edukasi.

Dengan tarian, edukasi lebih hidup dan menarik sehingga masyarakat awam lebih tertarik untuk mengenal kebaya lebih jauh.

Mereka diharapkan menyukai kebaya, serta mengenakannya dalam keseharian, tidak seperti dahulu hanya dalam acara-acara resmi saja, seperti perkawinan atau wisuda.

Tarian sebagai Media

Tarian yang dipentaskan di KBRI Takhta Suci, antara lain  tari Legong Bapang Durga (Bali), representasi agama Hindu.

Dalam sejumlah tulisan, termasuk jurnal ilmiah, Tari Legong Bapang Durga, disebut sebagai tari klasik. 

Tarian ini pada tahun 1933 ditarikan oleh Ni Ketut Polok, seorang penari legendaris palegongan dari Kelandis, Denpasar yang menikah dengan Le Mayeur–seorang pelukis dari Belgia. 

Tarian ini, sarat makna.  

Sumber: Tribun Jakarta
Halaman 2/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved