Aktivis Ngaku Jadi Kambing Hitam Usai Laporkan 2 Guru di Luwu Utara, Prabowo Sampai Turun Tangan

Faisal Tanjung disorot usai laporkan dugaan pungli dua guru SMAN 1 Luwu Utara. Presiden Prabowo pun tandatangani rehabilitasi.

TribunTimur/Kompas.com/Tangkapan layar YouTube Sekretariat Presiden
DILAPORKAN AKTIVIS - Nama Faisal Tanjung jadi sorotan setelah melaporkan dugaan pungutan liar (pungli) dua guru Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Masamba yakni Rasnal dan Abdul Muis. Presiden Prabowo Subianto akhirnya memberikan rehabilitasi. 

 Ia menggambarkan perjuangan mereka sebagai perjalanan yang sangat melelahkan. 

“Ini adalah sebuah perjalanan yang sangat melelahkan. Kami telah berjuang dari bawah, dari dasar sampai ke provinsi. Sayangnya, kami tidak bisa mendapatkan keadilan,” ujar Rasnal. 

Rasnal juga mengungkapkan rasa syukur yang mendalam usai bertemu langsung dengan Presiden Prabowo Subianto dan menerima keputusan rehabilitasi.

Latar belakang kasus 

Diketahui, Rasnal dan Abdul Muis yang sudah mengabdi puluhan tahun sebagai guru kehilangan status Aparatur Sipil Negara (ASN). 

Kedua guru itu dinyatakan bersalah buntut dari pungutan Rp 20.000 yang diniatkan untuk membantu guru honorer. 

Niat baik menolong guru honorer justru membuat mereka berhadapan dengan hukum hingga persidangan, sampai akhirnya divonis bersalah oleh Mahkamah Agung (MA). 

Kejadian ini pun disorot berbagai pihak termasuk PGRI yang mendesak agar negara memberi perlindungan hukum bagi guru

Ketua PGRI Luwu Utara, Ismaruddin menjelskan kasus ini bermula pada 2018. Kala itu, Rasnal dan Abdul Muis bersama komite sekolah menyepakati iuran sukarela Rp 20.000 per bulan dari orangtua siswa untuk membantu guru honorer yang tak terdaftar di Dapodik. 
"Saya hanya ingin membantu sekolah, tapi akhirnya dianggap melanggar hukum," ucap Muis lirih, dikutip dari Kompas.com dari, Senin (10/11/2025). 

Rasnal mengaku, kesepakatan dibuat secara terbuka melalui rapat resmi. "Saya tidak tega melihat mereka tetap mengajar tanpa bayaran. Ini soal kemanusiaan," katanya, dilansir dari Kompas.com, Senin.

Namun, keputusan itu justru dianggap melanggar aturan karena dinilai sebagai pungutan liar

Terpisah, salah satu orangtua siswa bernama Akrama, membenarkan bahwa iuran tersebut hasil kesepakatan bersama. 

Ia menegaskan tak ada unsur paksaan dan berharap hak kedua guru tersebut dikembalikan. 

"Ini kan kesepakatan orangtua. Waktu itu saya hadir, bahwa setiap siswa dimintai Rp 20 ribu per bulan untuk menggaji guru honorer yang tidak ter-cover dana BOSP, yaitu guru yang tidak masuk dalam Dapodik," ujarnya pada 11 November 2025.

Berita Terkait

Baca berita TribunJakarta.com lainnya di Google News atau langsung di halaman Indeks Berita

Sumber: Tribun Timur
Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved