Firasat dr Hastry Nyaris Jadi Korban Tsunami Pangandaran: Suasananya Enggak Enak
Ahli Forensik dr. Sumy Hastry Purwanti nyaris menjadi korban tsunami Pangandaran. Namun ia memiliki firasat.
Penulis: Ferdinand Waskita Suryacahya | Editor: Ferdinand Waskita Suryacahya
Dengan demikian, mereka harus menyusun satu per satu bagian tubuh jenazah dan mencocokkannya dengan data antemortem dan postmortem sebelum akhirnya menentukan identitas jenazah.
"Saya ini enggak mikir mau perempuan atau laki-laki. Begitu kali pertama kerja dan ke TKP (tempat kejadian perkara) lalu kasus terungkap, itu senang banget," ujarnya.
Menurut Hastry, ada beban mental yang dihadapi oleh seorang dokter forensik.
Ia bercerita, ketika sebuah kecelakaan atau bencana besar terjadi, keluarga korban pasti akan menunggu kepastian nasib keluarganya yang menjadi korban dengan harap-harap cemas.
Setidaknya, jika memang keluarga mereka meninggal dunia, jenazah dapat teridentifikasi dan segera dikembalikan ke keluarga untuk dimakamkan.
"Kasihan kalau tidak teridentifikasi, ini jadi beban juga buat kami. Kita berharap proses identifikasi bisa cepat selesai dan segera disemayamkan," katanya.
Baca juga: Satpam Jadi Predator Seksual Cabuli Belasan Anak di Tuban, Cerita dr Hastry: Buat Video Porno
Baca juga: Aksi Suami Bunuh Istri Diungkap dr Hastry: Terlalu Sadis, Korban Dimasukkan Lemari Tak Langsung Mati
Baca juga: Kisah Dokter Hastry Takut Awal Masuk Tim Eksekusi Mati di Nusakambangan: Yang Tak Tampak Ikut Nonton
Mengenang Tsunami Pangandaran
Senin (17/7/2006) pukul 15.16, ombak besar tinggi menggulung menghantam 57 km garis pantai Ciamis Selatan usai gempa 6,8 SR menguncang.
Berbagai kampung sisi pantai di enam kecamatan di sisi laut kidul Ciamis tersebut porak poranda disapu tsunami.
432 warga meninggal dan 32 orang lain dinyatakan hilang, Ribuan rumah warga rusak, puluh ribu jiwa penduduk terpaksa tinggal dipengungsian sampai berbulan-bulan.
Pantai Pangandaran merupakan daerah yang paling parah dihantam tsunami yang datang tanpa peringatan tersebut. Korban jiwa paling banyak di ditemukan di kawasan wisata favorit di Jawa Barat tersebut.
Tak hanya rumah, sejumlah hotel, restoran porak poranda bahkan ratusan perahu nelayan hancur. Termasuk ratusan kios PKL yang waktu itu disebut “tenda biru” disabu amuk tsunami. Bencana dahsyat itu kemudian popular disebut dengan tsunami Pangandaran.
Waktu itu, sehari sebelumnya, Sabtu (16/7/2006) di Pangandaran baru saja usai pelaksanaan Festival Layang-Layang Internasional atau Pangandaran Kite Festival.
Pengunjung mulai sepi, tetapi sejumlah peserta PKF 2006 waktu itu masih ada yang tinggal di Pangandaran. Diantaranya peserta dari Malaysia. Mereka kemudian malah ikut jadi korban tsunami.
Minggu (17/7/2011) – lima tahun kemudian, merupakan hari terakhir pelaksanaan Pangandaran Kite Festival (PKF) 2011.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jakarta/foto/bank/originals/denny-darko-dan-dokter-hastry.jpg)